“Mm.” Aqeela membuka mata dan melihat dada bidang Bramasta. Dia pun kesulitan begerak karena tubuhnya dipeluk.
“Om?” Aqeela bingung karena dia sadar benar bahwa dirinya tidur di sofa dan bukan di kasur.
“Tampan,” guman Aqeela memperhatikan wajah tegas Bramasta. Hitung lancip dengan garis rahang yang jelas. Alis tebal dan tersusun rapi. Bulu mata pria itu pun cukup panjang.
“Apa?” Aqeela berusaha melepaskan tangan Bramasta yang melingkar di pinggangnya. Dia memutar tubuh membelakangi sang suami.
“Siapa yang memindahkan aku ke tempat tidur? Tidak mungkin aku berjalan sendiri.” Aqeela turun dari tempat tidur dan masuk ke kamar mandi.
“Hm.” Bramasta membuka mata dan melihat ke pintu kamar mandi.
“Aku akan mencari dokter hebat yang bisa menghapus ingatan masa kecil kamu tanpa memberikan efek samping.” Bramasta kembali memejamkan matanya.
Aqeela telah berkemas. Dia akan pindah kamar dan bergabung dengan rekan-rekannya. Wanita muda itu sangat bersemangat.
“Apa kamu tidak sarapan dulu?” tan