Perusahaan Bramasta diserang oleh hacker hebat. Pria itu harus membayar mahal agar bisa mengembalikan reputasi perusahaan dan nama baiknya. Sang hacker adalah Aqeela yang merupakan putri kedua dari Anggara. Dia memiliki kakak beda ibu yang seorang dokter terkenal bernama Alina dan telah dijodohkan dengan Bramasta. Bagaimana hubungan yang akan terjalin antara Bramasta, Alina dan Aqeela? Konflik apa yang akan mereka alami?
View MoreSeorang gadis berjalan dengan santainya memasuki Perusahaan Robotic Cooperation. Dia menempelkan kartu sehingga pintu terbuka. Mata tajamnya memperhatikan cctv dan kamera pengawas yang terpasang di setiap sudut. Wanita muda itu tampak tenang. Menyusuri ruangan dan menghindari sorotan kamera.
“Di mana ruangan pusat kendali?” tanya gadis itu kepada rekannya melalui sambungan panggilan wireless.“Kamu harus terus berjalan hingga ruang paling ujung dan belok kiri.” Suara seorang pria terdengar cukup jelas di telinga.
“Kenapa ruangan pusat kendali tidak dijaga?” tanya gadis itu pada dirinya sendiri.
“Aqeela. Kamu harus berhati-hati. Mungkin ruangan itu tidak dijaga oleh manusia, tetapi robot,” ucap rekannya.
“Tunggu sebentar.” Aqeela membuka tas dan mengeluarkan komputernya. Dia mengaktikan perlengkapan canggih. Gadis muda dan cerdas itu mulai mendeteksi keberadaan robot yang menjadi pelindung ruang kendali.
“Wah. Keren.” Aqeela tersenyum melihat robot yang tertangkap kamera ponsel yang terhubung dengan komputernya. Dia segera mematikan semua benda canggih itu dengan mudahnya.
“Kalian lucu.” Aqeela menyentuh robot-robot yang tidak bergerak lagi karena telah dinonaktifkannya.
“Pantas saja tidak ada manusia di sini. Semua menggunakan mesin. Hebat. Ini benar-benar luar biasa.” Aqeela benar-benar menganggumi Perusahaan yang dimasukinya. Dia memperhatikan pintu besi tanpa kunci.
“Qeel. Bagaimana? Apa kamu bisa masuk?” tanya Rangga dari panggilan.
“Aku sedang mempelajari kode pengamanan pintu,” jawab Aqeela mengambil gambar dengan ponsel pintarnya. Gadis muda itu benar-benar cerdas. Dia berpikir dan bergerak cepat untuk bisa membuka pintu dengan pengaman sidik jari sang pemilik perusahaan robotic.
“Siapa pemilik kunci ini?” Aqeela berhasil mendapatkan data dari Bramasta yang merupakan pemilik Perusahaan.
“Baiklah. Mari kita buka dengan hati-hati.” Aqeela tersenyum. Dia berhasil membuka pintu dengan mudahnya. Ketika gagal pun alaram tidak akan berbunyi karena telah dimatikannya.
“Uuuh!” Aqeela masuk ke dalam ruangan. Dia melihat ada banyak computer yang saling terhubung. Itu adalah tempat penyimpanan semua rahasia Perusahaan Robotic. Segala sesuatu dapat dihancurkan dengan mudah ketika berada di tangan musuh.
“Demi bayaran yang mahal. Aku akan membuat Perusahaan ini mati dalam beberapa detik saja.” Aqeela segera menghubungkan komputernya. Dia mengambil semua informasi terbaru dan menghapus dari pusat ruaang kendali.
“Kenyang.” Aqeela tersenyum puas melihat proses pemindahan isi jaringan computer yang telah memenuhi penyimpanannya.
“Selesai.” Aqeela menghentikan computer dan membuat listri mati dalam beberapa detik.
“Apa yang terjadi?” Bramasta yang sedang berada di dalam ruangan pertemuan terkejut. kompurer dan ponsel mati mendadak. Benda canggih itu tidak bisa digunakan bahkan ketika telah menyala.
“Bagaimana bisa Perusahaan besar dan canggih bisa mati listrik?” Para pengusaha cukup terkejut denga napa yang terjadi karena itu untuk pertama kalinya.
“Kenapa ponselku tidak bisa digunakan?” tanya yang lain.
“Benar. Computer pun tidak berguna sama sekali.” Semua orang di dalam ruangan tampak gelisah. Mereka sangat khawatir. Apalagi berada di Perusahaan Bramasta yang sangat kejam.
“Apa yang terjadi, Pak Bram?” tanya seorang pria.
“Ini bukan sabotase kan?” tanya yang lain dengan khawatir.
“Harap tenang.” Asisten Bramasta memperbaiki computer.“Ada apa ini? Semua dataku hilang?” tanya seorang wanita panik.
“Benar. Computer kami kosong.” Semua orang berada dalam rasa takut dan khawatir.
“Apa?” Bramasta pun terkejut. Dia menatap layar komputernya yang putih. Dokumen presentasinya hilang.
“Bos, gawat. Kita diserang,” ucap Beni.
“Apa?” Semua orang benar-benar berada dalam perasaan yang cukup kacau.
“Peluncuran ditunda!” perintah Bramasta.“Bagaimana ini?” tanya semua orang dengan ragu.
“Pak Bram. Apa Anda yakin tidak sedang menipu kami?” tanya seorang pria paruh baya.
“Apa aku perlu melakukan itu?” Bramasta menatap tajam pada pria yang berdiri di depannya.
“Tidak.” Pria itu menunduk. Mereka tahu benar bahwa Perusahaan Robotic Cooperation milik Bramasta adalah Perusahaan raksasa yang telah berkembang hingga ke manca negara. Dia bisa dengan mudah menghancurkan lawan-lawannya.
“Sepertinya ada musuh yang berhasil menyusup. Kalian tidak perlu khawatir. Kami pasti dengan mudah menyelesaikan masalah kecil ini,” ucap Beni.
“Rekan-rekan boleh beristirahat terlebih dulu. Kami akan menghubungi lagi,” jelas Beni yang merupakan asisten Bramasta.
“Kami akan menanggung semua kerugian yang telah dialami,” ucap Jesi yang merupakan sekretaris pribadi Bramasta. Wanita itu berusaha menenangkan para rekan bisnis dan pemegang saham.
“Baiklah.” Semua orang meninggalkan ruang rapat dengan perasaan takut.
“Apa yang terjadi?” tanya Bramasta menatap tajam pada Beni.
“Kita diserang hacker, Tuan.” Beni berusaha memperbaiki komputernya.
“Bagaimana bisa? Kita memiliki perlindungan paling canggih dan hebat.” Bramasta tampak kesal. Itu pertama kalinya dirinya dibuat malu di depan rekan bisnis yang datang dari dalam dan luar negeri.
“Aku juga tidak tahu, Bos. Semua orang sedang sibuk memperbaiki system,” ucap Beni.
“Apa ada gangguan di ruang kendali?” tanya Bramasta beranjak dari kursi.
“Apa?” Beni terkejut. Dia tidak berpikir hingga ke sana karena yakin dan percaya dengan kecanggihan teknologi yang mereka miliki. Tidak mungkin ada manusia yang mampu memasuki ruangan yang dijaga oleh system dan robot hebat.
“Tidak akan ada manusia yang berani masuk ruang kendali, Tuan.” Beni menatap Bramasta.
“Mungkin bukan manusia.” Bramasta berjalan keluar dari ruangan pertemuan.
“Tunggu, Tuan.” Beni segera mengikuti Bramasta. Kedua orang itu masuk ke dalam lift yang mengantarkan ke lantai ruangan kendali mesin computer Perusahaan.
“Siapa yang berani menyerangku?” Bramasta keluar dari lift dan menyusuri koridor sepi dengan minim cahaya untuk bisa tiba di ruangan pusat kendali.
“Apa ada penghianat?” tanya Bramasta di dalam hati.
“Hati-hati, Tuan.” Beni dan Bramasta berhenti di depan pintu utama.
“Ini buatanku.” Bramasta menempelkan tangan dan pintu terbuka. Pria itu melihat robot penjaga yang telah dinon aktifkan.
“Siapa yang melakukan ini?” Bramasta menahan Beni agar tidak mengikutinya dan diam agar tidak menimbulkan suara.
“Ada apa, Tuan?” tanya Beni berbisik.
“Shh!” Bramasta meletakkan jari di ujung bibir tipisnya. “Pasti ada seseorang hebat dan berbahaya di dalam sini,” ucap Bramasta pelan.“Dia berhasil masuk dan mematikan robot penjaga,” gumam Bramasta. Pria itu bergerak dengan berhati-hati. Memperhatikan sekeliling. Mencari seseorang atau lebih yang bersembunyi di dalam ruangan yang remang-remang.
“Kamu tunggu di sini!” Bramasta meninggalkan Beni di luar dan menutup pintu.
“Tapi, Bos.” Beni hanya bisa menghela napas dengan berat. Pria itu pun tidak berani ikut masuk karena ada banyak ranjau di dalam ruangan kendali.
“Qeel,” sapa Rangga dari panggilan yang sudah terputus.
“Qeel. Apa kamu mendengarkan suaraku?” Rangga sangat khawatir. Aqeela membuat kerusakan yang mengakibatkan semua jaringan internet dan panggilan terputus.
“Hah! Kenapa harus di saat seperti ini? Padahal aku sudah selesai.” Aqeela segera mencabut wireless dari telinganya yang terasa sakit karena berdengung. Dia menutup computer dan menyimpan ke dalam tas. Ruangan itu telah gelap karena lampu yang mati.
“Bagaimana aku mencari jalan keluar?” Aqeela mengenakan topi dan beranjak dari lantai. Dia bersiap untuk keluar dari pusat kendali. Wanita muda itu tidak tahu bahwa seseorang datang mendekat.
“Apa aku nyalakan kembali lampu ruangan ini? Tetapi aku sudah merusak jaringan terlalu cepat pasti sudah terjadi kekacauan di atas sana. Bodoh!” Aqeela mengumpat dirinya sendiri. Dia berpikir beberapa saat dan memperhatikan ruangan.
“Tidak ada jalan lain,” ucap Aqeela kembali duduk di lantai. Dia harus membuka kembali pintu yang terkunci otomatis.
“Apa?” Aqeela terkejut karena pintu kedua tidak lagi terkunci.
“Kenapa tidak dikunci?” tanya Aqeela pada dirinya sendiri. Dia berdiri di depan pintu besi yang tidak aktif lagi. Lampu pelindung pun telah mati.
“Wanita?” Bramasta bisa mendengarkan suara lembut dan tubuh tinggi seorang wanita muda. Dia sangat terkejut dan tidak menyangka dengan apa yang dilihatnya.
Aqeela hanya mengenakan kaos tanpa lengan. Jaket jeans yang dikenakan telah dibuka. Dia merasa gerah karena pendingin ruangan yang sempat mati. Kulit putih bersih dan sehat tampak berkilau terkena pantulan cahaya ponsel.
Marlina dan Anggara segera menyambut kedatangan Winarta bersama istri serta Jordi. Mereka tersenyum lebar karena akan segera menjadi keluarga.“Selamat datang di rumah kami.” Marlina memeluk Jolia.“Terima kasih sambutannya.” Jolia membalas pelukan Marlina.“Di mana Bramasta?” tanya Anggara.“Dia akan menyusul. Pria itu sangat gila bekerja,” jawab Winarta berpelukan dengan Anggara.“Selamat datang, Om, Tante dan Jordi.” Alina keluar dengan gaun yang lebih cantik dari malam sebelumnya.“Dia benar-benar cantik,” ucap Jordi memperhatikan Alina.“Di mana Bramasta?” tanya Alina di dalam hati. Dia tidak ingin terlihat agresif. Wanita itu benar-benar mampu menjaga imagenya yang baik dan Anggun.“Mari, silakan masuk.” Marlina membawa tamu masuk ke dalam rumah yang cukup mewah.“Di mana putri kedua kalian?” tanya Jolia yang juga penasaran dengan Aqeela.“Dia masih berdandan. Butik langganan kami salah mengirimkan gaun. Jadi, Aqeela masih menunggu gaunnya datang,” jelas Alina yang baru saja kel
Bramasta masih duduk di ruang kerja dan menatap layar computer. Pria itu mengalami kerugian yang cukup besar akibat ulah Aqeela. Dia masih harus membayar gadis itu agar bisa mengembalikan data dan rahasia Perusahaan yang telah ditariknya. Sang hacker muda pun menstabilkan kembali Perusahaan yang sempat goyang dan kehilangan kepercayaan Masyarakat serta rekan bisnis.“Tuan, apa Anda tidak bersiap?” tanya Beni berdiri di depan Bramasta.“Bersiap?” Bramasta menatap pada Beni.“Apa Anda lupa dengan acara makan malam kedua ini?” Beni tersenyum.“Oh. Biarkan mereka menungguku.” Bramasta tersenyum.“Apa Anda masih memikirkan kerugian yang telah dialami Perusahaan untuk pertama kalinya?” Beni menatap Bramasta dengan perasaan kacau.“Ya.” Bramasta mengangguk.“Tuan. Bagaimana Anda bisa mengembalikan semuanya dengan sangat cepat secepat kerusakan yang terjadi? Walaupun kita tetap mengalami kerugian. Aku sangat penasaran.” Beni cukup heran dengan satu hari yang sibuk yang terjadi begitu cepat. B
Alina menghentikan mobil di dalam garasi. Dia dan Aqeela turun dari mobil. Mereka bersama masuk ke dalam rumah dan menghentikan langkah kaki di ruang tamu.“Plak!” Sebuah tamparan mendarat di pipi Aqeela.“Ma.” Alina dan Aqeela sangat terkejut.“Aqeela. Kurang baik apalagi Alina kepada kamu? Kenapa kamu tidak mau ikut makan malam ke rumah Winarta?” tanya Marlina dengan nada tinggi.“Apa?” Aqeela melihat pada Anggara yang duduk di sofa.“Bukankah Tante yang melarangku untuk ikut?” tanya Aqeela.“Aku sudah meminta kamu memanggilku Mam, tetapi kamu juga tidak mau dan bersikeras menyebutku Tante,” bentak Marlina.“Apa kamu membenciku dan Alina?” Marlina menangis.“Hah!” Aqeela bingung dengan sikap Marlina.“Apa maksud, Tante?” tanya Aqeela lagi.“Sayang, lihat putri kamu.” Marlina memeluk Anggara.“Aqeela!” teriak Anggara mendekati Aqeela.“Plak!” Anggara pun menampar Aqeela dengan sangat kuat hingga gadis kecil itu tersungkur di lantai. Rasa sakit pada pipi itu benar-benar menusuk hingga
Alina sangat kesal karena dia hanya bisa melihat wajah Bramasta sebentar saja. Mereka bahkan tidak bertegur sapa sama sekali. Padahal pria itu adalah calon suaminya.“Sial!” Alina duduk di tepi kasur. Dia menghamburkan bantal dan guling.“Ada apa, Alina?” Marlina dan Anggara masuk ke kamar putrinya.“Semua ini karena Aqeela,” bentak Alina dengan air mata yang telah membasahi wajahnya.“Benar. Anggara. Putri kedua kamu itu benar-benar membuat malu keluarga kita,” ucap Marlina memeluk Alina.“Alina sudah membujuknya untuk ikut hingga membelikan gaun mahal, tetapi dia menolak. Sekarang Bramasta marah dan kita harus mengundur lagi acara pernikahan mereka,” jelas Marlina dengan marah.“Aku akan memberikan pelajaran padanya,” ucap Anggara.“Tidak usah, Pa. Minta saja untuk Aqeela pulang di makan malam selanjutnya.” Suara Alina terdengar lembut.“Kamu sangat baik dan lembut, Sayang.” Anggara mengusap pipi dan kepala Alina.“Papa akan bicara dengan Aqeela.” Anggara keluar dari kamar Alina.“Ma
Alina tampak berdiri di depan cermin. Dia mengenakan pakaian paling mewah dan mahal. Wanita muda itu terlihat cantik dan seksi.“Bramasta hanya jual mahal sehingga terus menunda perjodohan ini. Dan akhirnya, dia pun menerimanya.” Alina tersenyum melihat pantulan dirinya dari cermin. Dia mengagumi kecantikan dirinya sendiri.“Kamu sangat cantik, Sayang.” Marlina merapikan gaun putih yang dikenakan Alina.“Terima kasih, Ma.” Alina dan Marlina keluar dari kamar dan menemui Anggara yang telah menunggu di ruang tengah.“Di mana Aqeela? Kenapa dia belum keluar dari kamar?” tanya Anggara yang tampak gelisah.“Sayang, Aqeela tidak pulang dari asrama. Dia sangat sibuk.” Marlina memegang tangan Anggara.“Mama benar, Pa. Aku sudah mengajak Aqeela dan menyiapkan gaun untuknya. Papa tunggu sebentar.” Alina pergi ke kamar Aqeela. Dia mengambil gaun yang memang sudah dibelinya untuk sang adik.“Ini, Pa. Aku membeli gaun yang hampir sama denganku.” Alina kembali dengan sebuah kotak dan membukanya.“T
Aqeela masuk ke dalam rumah. Dia melihat Anggara, Marlina dan Alina sedang berpelukan. Mereka terlihat seperti keluarga yang sempurna dalam cinta dan kasih sayang yang nyata. Berbeda dengan dirinya yang tidak pernah dipedulikan. Dirinya hanyalah putri dari seorang wanita simpanan yang direndahkan.“Keluarga yang bahagia,” ucap Aqeela melewati papanya. Dia tidak pernah mendapatkan pelukan itu. Dirinya tidak pernah dianggap di dalam keluarganya sendiri.“Aqeela,” sapa Alina dengan lembut.“Ya.” Aqeela menghentikan langkah kakinya.“Kenapa pulang?” tanya Marlina.“Aku mau mengambil pakaian. Setelah itu pergi lagi,” jawab Aqeela.“Apa yang kamu lakukan, Qeela? Kenapa pakaian kamu sangat kotor?” tanya Anggara mendekati Aqeela.“Aku bekerja,” jawab Aqeela.“Apa yang kamu kerjakan? Apa uang yang Papa berikan tidak cukup untuk biaya kuliah dan makan?” tanya Anggara.“Mar, berapa uang yang kamu berikan untuk Aqeela?” tanya Anggara pada Marlina.“Aku sudah memberikan seperti yang kamu perintahk
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments