Terima kasih. Semoga suka.
Aqeela pamit pulang. Dia segera naik mobil hotel yang mengantar dan menjemputnya. “Kenapa dia buru-buru?” tanya Arion pada Cato.“Dia harus izin Omnya untuk bisa pindah ke barak pembalap,” jawab Cato.“Om? Aku tidak pernah dengar dia punya Om,” ucap Arion. “Kita benar-benar tidak menemukan tentang Aqeela,” balas Cato.“Siapa sebenarnya gadis itu? Dia terlalu misterius.” Arion tersenyum.“Data yang pernah ditemukan pun sekarang hilang. Dia seakan dihapus dari keluarganya. Namanya tidak ada lagi di kartu keluarga Anggara,” jelas Cato.“Mungkin dia pindah ke keluarga Omnya.” Arion terlihat berpikir.“Mungkin saja, Tuan.” Cato memperlihatkan foto-foto Aqeela yang ada di akun Vio dan Kiara. “Oh Shit. Ini Aqeela.” Arion menunjukkan foto Aqeela bersama Vio dan Kia.“Iya, Tuan. Aqeela hanya tidak pernah berdandan saja,” ucap Cato.“Dia tidak dandan saja sangat cantik dan manis. Ini jadi luar biasa. Seperti orang lain, tetapi tetap mempesona.” Arion tersenyum melihat foto Aqeela yang didanda
Ponsel Bramasta berdering dan itu panggilan dari sang ibu. Jolia ingin memastikan bahwa putranya benar-benar satu kamar dengan Aqeela.“Kenapa menghubungiku malam-malam?” tanya Bramasta.“Di mana Aqeela?” Jolia mengubah ke panggilan video.“Dia sudah tidur.” Bramasta menerimanya dan memperlihatkan Aqeela di atas tempat tidur.“Ada apa?” tanya Aqeela yang belum benar-benar tidur.“Mama bertanya tentang kamu.” Bramasta memberikan ponselnya kepada Aqeela.“Ma.” Aqeela segera duduk ketika melihat wajah Jolia di layar.“Tidak apa, Sayang. Kamu tidurlah. Maaf, Mama mengganggu,” ucap Jolia tersenyum.“Tidak, Ma. Aku baru rebahan.” Aqeela benar-benar senang dengan perhatian dan kelembutan Jolia.“Selamat malam.” Jolia memutuskan panggilan dan Aqeela hanya terdiam. Dia melihat pada Bramasta yang sudah duduk di sofa.“Ini ponsel, Om.” Aqeela turun dari kasur dan memberikan ponsel pada Bramasta.“Dengar, Aqeela. Kamu tidak bisa dekat dengan pria mana pun. Mama akan memantau. Apa kamu mau mengecew
Aqeela melihat ada begitu banyak gaun di dalam lemari yang tergantung rapi. Dia tidak tertarik mengenakan gaun. Gadis muda memilih kaos putih dan celana jeans biru. “Aku selesai.” Aqeela berdiri di depan Bramasta. “Aku pikir ada gaun di dalam lemari,” ucap Bramasta.“Aku tidak suka,” tegas Aqeela.“Kita akan makan malam bersama klien.” Bramasta menatap Aqeela. “Hah!” Aqeela terkejut. “Aku tidak mau,” tolak Aqeela.“Ini adalah bisnis, Aqeela. Aku akan memperkenalkan kamu sebagai teknisi baru di Perusahaan,” jelas Bramasta. “Baiklah.” Aqeela kembali ke lemari. Dia berdiri di depan pakaian yang tergantung dan belum juga memilih gaun.“Pilih ini saja.” Bramasta mengambil gaun hitam untuk Aqeela.“Terima kasih.” Aqeela menerima gaun dari Bramasta. Dia segera berganti pakain. Gadis itu menggelung rambutnya.“Permisi.” Seseorang mengetuk pintu.“Masuklah!” Bramasta membuka pintu. “Dandani dia!” perintah Bramasta. “Baik, Tuan.” Dua wanita segera masuk ke dalam ruangan.“Kalian mau apa?
Aqeela pergi dengan dokter Fauzan dan Key serta Rangga. Mereka meninjau lokasi balapan. Bramasta tidak bisa melarang istri kecilnya karena tertulis dalam perjanjian. Pernikanan di rahasiakan. Mereka tidak boleh ikut campur dalam urusan pribadi.Alina terbang ke Singapura. Dia membayar mahal untuk mendapatkan informasi hotel Bramasta dan Aqeela. Wanita itu pun dibantu oleh ibunya yang juga dari keluarga kaya.Ponsel Aqeela berdering dengan nada khusus panggilan dari Bramasta. Dia tidak bisa menolak karena sudah diancam pria itu.“Halo, Om.” Aqeela menerima panggilan di depan tiga pria yang memperhatikannya. “Pulang!” Bramasta langsung memutuskan panggilan. “Hah!” Aqeela terkejut. Itu adalah nada tinggi dengan marah. “Aku kembali ke hotel dulu. Sampai jumpa besok. Dah.” Aqeela berlari ke dalam hotel dan masuk lift.“Aqeela!” Tiga pria tampan menyapa Aqeela bersama. Mereka semua berdiri dengan kompak dan saling pandang.“Dia benar-benar tidak seperti wanita,” ucap dokter Fauzan.Aqeela
Mobil membawa Aqeela dan Bramasta ke hotel yang tidak jauh dari lokasi balapan serta Perusahaan.“Silakan, Tuan.” Petugas hotel membukakan pintu kamar untuk Bramasta dan Aqeela. Mereka juga mengantar dan membawakan barang-barang.“Ini kartu kamar Anda.” Petugas memberikan kunci kepada Bramasta.“Terima kasih,” ucap Bramasta.“Permisi. Selamat beristirahat.” Petugas meninggalkan Bramasta dengan Aqeela.“Ponselku!” Aqeela lagi-lagi menadahkan tangan di depan Bramasta.“Kamu mau menghubungi siapa? Kenapa sangat tidak sabar?” Bramasta menatap tajam pada Aqeela.“Teman-temanku lah. Kami dapat hotel sendiri. Jadi, aku akan pindah,” jelas Aqeela. “Apa?” Bramasta terkejut. Dia tahu di balapan itu hanya ada tiga orang wanita dan selebihnya pria.“Kenapa?” tanya Aqeela. “Di mana hotel kalian?” Bramasta membuka gorden dan memperlihatkan hotel-hotel yang berjarak tidak jauh.“Aku mau lihat dulu di ponselku. Di sana juga ada jadwal pertemuan. Hari ini kami masih bebas,” jelas Aqeela.“Besok kalia
Dokter Fauzan tidak kembali ke rumah sakit. Pria itu pulang ke rumahnya. Dia benar-benar senang bisa menghabiskan waktu bersama Aqeela.“Kenapa Alina menghubungiku?” Dokter Fauzan melihat pesan dan panggilan dari Alina. Pria itu tidak peduli dan tidak tertarik untuk menghubungi kembali atau pun membalas pesan.“Dia pasti ingin tahu tentang Aqeela. Aku tidak akan mengizinkan kamu menyakiti Aqeela.” Dokter Fauzan menghubungi Aqeela.“Halo, Aqeela,” sapa dokter Fauzan ketika panggilan dijawab oleh Aqeela.“Halo, Dok,” salam Aqeela. “Apa Aqeela sudah tidur?” tanya dokter Fauzan.“Belum,” jawab Aqeela.“Apa Dokter mengganggu?” Dokter Fauzan makin berani untuk mendekatkan diri kepada Aqeela.“Tidak,” ucap Aqeela.“Baiklah. Kapan kamu libur magang?” tanya dokter Fauzan.“Tidak ada. Aku mengambil cuti untuk pergi ke Singapura,” jawab Aqeela jujur. Gadis itu benar-benar tidak bisa menyembunyikan apa pun. Dia pasti mengatakan segalanya dengan jujur kecuali mendapatkan ancaman. Itu tertanam seja