
Pernikahan Turun Ranjang
Saras merasa dunianya hancur karena dipaksa menikahi mas iparnya sendiri. Masih basah tanah kuburan mbak-nya, tapi pernikahan sederhana tanpa resepsi harus terlaksa. Kisah asmaranya terpaksa kandas, cita-citanya menjadi wanita karir setelah wisuda harus musnah begitu saja.
Saras tidak siap menjadi istri, melayani orang lain, bahkan memprioritaskan orang lain selain dirinya. Saras tidak akan pernah sanggup. Bahkan, Saras selalu bergantung pada orang lain untuk menyenangkan dirinya. Untuk makan saja, Saras selalu membeli makanan diluar. Atau bahkan pakaian? Tentu Saras akan menggunakan jasa laundry, meski dirumahnya ada mesin cuci.
Hingga Saras menyadari, mertua yang sebelumnya bersikap baik padanya justru berputar arah membenci Saras karena menikah dengan putra mereka menggantikan mendiang Mbak Laras. Lelah menjalani pernikahan turun ranjang, dimaki oleh ibu mertua, Saras berniat menggugat cerai suaminya.
Tapi, apakah semudah itu? Karena ternyata test pack yang ia beli bergaris dua positif.
***
อ่าน
Chapter: 12. Mas Rehan mencintai SarasSaras terisak di atas ranjangnya. Kepalanya ia tenggelamkan dalam bantal agar suaranya teredam. Meski Saras sudah setuju untuk bercerai dari Mas Rehan, namun mengapa hatinya terasa sakit. Seolah, Saras tidak ingin berpisah dari Mas Rehan. Padahal Saras baru tinggal bersama, Saras pun merasa belum begitu mengenal Mas Rehan. Tapi kenapa, rasanya sesakit ini? Saras mengangkat wajahnya yang berantakan. Matanya memerah berlinang air mata, nyaris bengkak. Ia menoleh pada ponsel yang bergetar di sampingnya. [Mama] Ternyata Mamanya yang menelepon, tentu Saras mengabaikan panggilan dari orang tuanya. Keadaannya setelah terlibat pertengkaran tadi belum membaik. Saras masih perlu waktu. Tok Tok Tok Suara ketukan terdengar, Saras menoleh sekilas. Tak berniat membukanya. "Saras." Suara itu, "Mas Rehan?" Gumam Saras dari tempat tidurnya. "Saras, buka pintunya. Kita harus bicara." Ucap Mas Rehan dari balik pintu. "Tolong Saras, ada hal yang harus kita selesaikan. Tanyak
ปรับปรุงล่าสุด: 2025-06-15
Chapter: 11. Bercerai"Bi Minah pulang saja. Sudah sore, kasihan suami Bi Minah pasti menunggu dirumah." Ucap Saras setelah melihat jam dinding menunjukkan pukul lima lewat lima belas menit. Raut gelisah Bi Minah membuat Saras tidak tega jika harus menahan Bi Minah hingga malam. Apalagi, Mas Rehan belum ada tanda-tanda kedatangannya. Ingin menghubungi Mas Rehan, tapi Saras sadar jika ia tidak memiliki nomor suaminya. Menghela napas panjang, sebenarnya mereka menikah atau bagaimana sih? Sepasang suami istri tapi tidak memiliki nomor satu sama lain. "Jangan Bu Saras. Bi Minah menunggu Pak Rehan pulang saja. Tadi Bi Minah sudah janji sama Pak Rehan." Balas Bi Minah. Keduanya kini berada di dapur. Saras yang akan menyantap sop ayam buatan Bi Minah meletakkan kembali sendoknya ke dalam mangkok. Menatap Bi Minah yang menemaninya dengan gelisah. "Saras sudah lebih baik kok Bi. Jadi, Bi Minah tidak perlu khawatir. Nanti Saras akan bilang ke Mas Rehan kalau Saras yang suruh Bi Minah pulang." Ucap Sara
ปรับปรุงล่าสุด: 2025-06-11
Chapter: 10. Pernikahan yang Hambar"Jasmine adalah anak saya." Itu adalah kalimat Mas Rehan setelah beberapa saat terdiam. Menjawab dengan tatapan yang tidak bisa Saras artikan. Raut ekspresinya tenang, seolah tidak ada masalah dengan pertanyaan Saras. Padahal, pria itu sempat mematung mendengarnya. "Mas Rehan jangan bohong." Ucap Saras. "Sepertinya pingsan membuat isi kepalamu terbentur, hingga melupakan sebagian memori sebelum ini." Kata Mas Rehan menarik napas panjang. "Satu tahun lalu, saya menikah dengan kakak kamu. Kami memiliki anak, dan anak itu adalah Jasmine. Tambahan lagi, setelah kematian kakak mu, saya menikah dengan kamu. Otomatis sekarang kamu adalah istri saya." "Saras inget kok Mas, kalo Saras sudah menikah dengan Mas Rehan." "Baguslah, saya takut memori kamu tentang pernikahan kita hilang." Suara kursi berdecit, Mas Rehan bangkit dari duduknya. "Infusnya sudah mulai habis, saya panggilkan suster jaga." "Mas Rehan!" Belum sempat Mas Rehan melangkah keluar, Saras memanggilnya. Me
ปรับปรุงล่าสุด: 2025-06-06
Chapter: 9. Pertanyaan Saras"Bi Minah, apa Mas Rehan sudah pulang?" Tanya Saras pada Bi Minah yang sedang membereskan peralatan dapur. Saras baru tiba dirumah saat sore menjelang. Setelah Saras mendesak Mamanya untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Saras masih tidak habis pikir dengan pemikiran Papanya yang sangat egois. "Belum Bu Saras. Mungkin sebentar lagi." Jawab Bu Minah. "Oh iya Bu Saras. Semua pekerjaan sudah selesai, saya pamit pulang." Kata Bi Minah lagi. Saras mengangguk, "Iya Bi, terima kasih ya." "Sama-sama Bu Saras." "Bi Minah!" Baru saja berbalik, Saras kembali memanggil Bi Minah. Bi Minah mengurungkan niatnya, "Iya Bu?" Dengan senyum manis, Saras berkata, "Hati-hati di jalan ya, Bi." Bi Minah tertawa kecil, "Saya pikir kenapa. Iya Bu Saras, siap." Selepas kepergian Bi Minah, Saras menuju kamar Jasmine. Mas Rehan memang melarang pintu kamar Baby Jasmine di tutup rapat. Hal itu memudahkan Saras mengintip dari luar. Ternyata Jasmine baru selesai mandi. "Halo J
ปรับปรุงล่าสุด: 2025-06-01
Chapter: 8. Ayah Kandung Jasmine"Mama!" "Mama dimana?!" "Mama!" Saras menerobos masuk ke dalam rumah. Mencari keberadaan Mama dan Papanya. Suasana dirumah sangat sepi, entah kemana Mamanya. Merasa Mamanya berada di kebun belakang, Saras bergegas menuju belakang rumah. Napasnya tersengal dengan tatapan berkeliaran mencari Mama. Melihat Mamanya tengah memindahkan bunga dari pot kecil ke tanah. Mengusap peluh yang turun dari pelipisnya. Tak kuasa Saras memanggil Mamanya. "Mama!" Teriak Saras membuat sang Mama menghentikan pekerjaannya. Mama terbelalak melihat keberadaan putrinya, "Saras? Kamu datang bersama siapa?" "Saras mau bicara sama Mama." Mendengar nada Saras yang tidak biasanya, Mama bergegas menyusul Saras yang masuk ke rumah. Ditinggalkannya peralatan berkebun begitu saja. "Saras, ada a--" "Jawab pertanyaan Saras dengan jujur." Saras memotong kalimat Mama. "Saras..." "Mama,..." Saras menarik napas panjang untuk menenangkan dirinya. "Mama cukup jawab iya atau tidak." Tambah S
ปรับปรุงล่าสุด: 2025-05-16
Chapter: 7. Jasmine Bukan Anak Pak Bagas?"Bu Saras," Suara Bi Minah memanggil Saras yang tengah asyik bersantai di halaman belakang bersama Jasmine. Bayi mungil itu nampak anteng dalam gendongan Saras, sesekali senyum manis terpatri di wajahnya. "Nyonya ada di ruang tamu, Bu." "Tante Erna disini?" tanya Saras pada dirinya sendiri. Bi Minah yang mendengar pertanyaan lirih itu menjawab, "Iya Bu Saras, nyariin Bu Saras." Saras mengangguk, memberikan Jasmine pada pengasuhnya. "Titip Jasmine ya, Sus." "Aman Bu Saras." Kemudian, Saras bersama Bi Minah berjalan menuju ruang tamu. Jantungnya berdebar kencang, dari yang Saras ketahui, Tante Erna menentang pernikahan turun ranjang ini. Bahkan, kemarin saat akad pun Tante Erna tidak datang. Pak Bagas hanya ditemani oleh Om Ardi saja. "Tolong bawakan camilan ya, Bi. Berikan jamuan terbaik untuk Mamanya Pak Bagas." kata Saras. "Baik Bu." Dengan langkah tegas, Saras berjalan sendirian menemui Tante Erna. Siluet perempuan paruh baya itu nampak dari kejauhan. Tengah
ปรับปรุงล่าสุด: 2025-05-07

Keluarga Sempurna untuk Anak Tunadaksa
Terlahir dengan istimewa tak membuat Alara Diba Afsana putus asa dan minder di tengah kalangan anak seusianya. Sejak kecil, Alara di titipkan di rumah sang Nenek karena Papa yang sibuk bekerja. Sedangkan Mama? Alara tidak mengetahuinya.
Papa tidak pernah menceritakan sosok Mama pada Alara. Tak ada yang mau terlahir seperti Alara, ejekan, hinaan hingga gunjingan Alara terima dengan diam tanpa melawan.
Hingga suatu sore, Alara tak sengaja bertemu perempuan berhijab bersama beberapa anak seusianya yang tengah bermain di taman. Alara hanya melihat tak berani mendekat.
Bunda.
Setidaknya kata itu adalah kalimat yang mereka ucapkan kepada perempuan berhijab itu.
Betapa murah senyum perempuan berhijab itu kepada mereka semua, bermain dan melempar canda bersama anak-anak begitu gembira.
Lantas, tak sengaja kaki kecilnya berjalan menuju mereka. Ingin sekali Alara ikut bermain dan tertawa bersama, tapi apakah boleh?
Apakah boleh Alara ikut merasakan kebahagiaan mereka ketika Alara sendiri terlahir dengan keistimewaan yang membuatnya dijauhi banyak orang?
"Hai! Adek mau ikut bermain?" Tanya perempuan berhijab itu dengan nada yang lembut.
"Bunda."
Perempuan itu mengerutkan kening heran, lantas mengerti maksud kalimat "Bunda" dari Alara.
"Iya, adek boleh kok panggil kakak Bunda. Sama seperti yang lain."
Alara menatap perempuan berhijab yang tersenyum manis kepadanya dengan mata berkaca, "Boleh tidak Bunda jadi Bundanya Alara?"
Perempuan itu merasa aneh dengan pertanyaan Alara, namun ia berusaha menanggapi pertanyaan Alara dengan senyuman, "Jadi adek namanya Alara, ya?"
Alara mengangguk.
"Iya, boleh kok Alara anggap Bunda jadi Bundanya Alara juga."
Satu hal yang tidak perempuan berhijab itu sadari. Jika Alara menginginkan ia menjadi Bundanya, Bunda hanya untuk Alara.
***
อ่าน
Chapter: 11. Kebersamaan Pulang terapi Alara benar-benar tertidur pulas hingga sore menjelang. Mama mertuanya sudah kembali sejak mereka tiba di rumah. Melihat ponselnya yang sejak tadi sunyi, Diva mengeceknya. Pesan darinya belum terbalaskan, biasanya Mas Ghibran selalu membalas meski hanya satu kata. Tapi, sejak tadi pagi Diva belum mendapat kabar apapun. "Mungkin Mas Ghibran benar-benar sibuk." Gumamnya. Menghela napas panjang, Diva melangkah menuju kamar Alara. Di bukanya pintu bercat cokelat dengan aksesoris bertuliskan Alara di bagian depan pintu. Di atas ranjang, Diva melihat Alara tidur dengan tenang. Seolah tak memiliki beban apapun. Perlahan, Diva duduk di tepi ranjang. Sebelah tangannya membelai halus rambut Alara. Gadis kecil ini benar-benar cantik meski memiliki keistimewaan. Sebelah kakinya yang tumbuh tak sempurna membuat jalannya terseok-seok. Alara bukan lah anak yang harus di benci, Alara adalah anak yang harus di lindungi. Hidupnya sama berharga dengan anak-anak lain di luar sana. "Beg
ปรับปรุงล่าสุด: 2024-03-01
Chapter: 10. Bahagia yang Di Nanti"Assalamualaikum Ma, gimana hasilnya?" Mama yang melihat menantunya datang tersenyum, "Wa'alaikummussalam, masih terapi di dalam sama terapisnya." Diva mengangguk, setelah mengantar Alara dan Mama mertuanya Diva harus ke sekolah. Karena tidak mungkin membolos, apalagi mendadak. Jadi Diva mengajar sebentar sebelum akhirnya ijin untuk menemani Alara terapi. "Mama tidak menemani Alara di dalam?" Tanya Diva menatap bingung Mama mertuanya. "Mama tidak mau melihat Alara yang merengek. Mama cukup menunggunya disini." "Apakah biasanya Alara selalu seperti itu?" "Ya, Alara selalu menolak terapi. Menurut Alara, kakinya terasa sakit jika harus dipaksa menggunakan alat yang tidak dia sukai. Tapi Mama harus melakukannya, semua demi kebaikan Alara. Jika Mama masuk, maka Alara akan terus merengek dan meminta pulang.""Tapi tadi Alara tidak menolak." Ingat Diva melihat dirinya menyiapkan anaknya berdandan. Mama tersenyum lembut, "Itu karena kamu,""Diva?" Tunjuk Diva pada dirinya sendiri. Mam
ปรับปรุงล่าสุด: 2024-02-28
Chapter: 9. Tentang Alara"Saya pamit dulu, assalamualaikum." Mas Ghibran mencium kening istrinya lembut."Wa'alaikummussalam." Diva mencium tangan suaminya sebelum pria itu memasuki mobil. Setelah adzan subuh berkumandang Mas Ghibran berangkat menuju Solo untuk mengadakan rapat bersama pemegang saham. Sebagai istri yang baik, tentu Diva sudah menyiapkan bekal dan sarapan untuk suaminya. Karena Mbok Iyul datang jam tujuh pagi, maka Diva lah yang membuatkan makanan untuk Mas Ghibran. Setelah memastikan suaminya pergi, Diva bersiap menarik gerbang, menutupnya. Namun sebuah mobil sedan berwarna hitam berhenti di pelataran rumah, sesosok wanita paruh baya yang amat di kenalnya datang. "Mama?"Mama tersenyum, "Assalamualaikum Diva, menantu Mama." Dengan sigap Diva mencium tangan ibu mertuanya, "Mama kok tidak bilang mau kesini? Mas Ghibran baru aja pergi ke Solo, ada pekerjaan disana." "Loh pergi? Ghibran tidak kasih tau kamu? Seenaknya saja dia pergi, sikapnya masih sama saja." Heran Mama."Kasih tau apa, Ma?
ปรับปรุงล่าสุด: 2024-02-26
Chapter: 8. Teman Baru AlaraPukul setengah satu malam, Diva mendengar deru mobil memasuki pekarangan rumah. Dirinya yang sejak tadi gelisah, kini bergegas keluar menyambut suaminya pulang. Diva tidak bisa tidur setelah melihat kemarahan di raut wajah suaminya sebelum pergi. "Mas!" Mas Ghibran yang baru saja masuk terkejut melihat Diva yang datang menghampiri. Perempuan itu tidak mendengarkan perintahnya untuk segera tidur. Mas Ghibran menatap tajam ke arah Diva. "Kenapa tidak menurut dengan ucapan saya?" "Mas... Diva khawatir Mas Ghibran belum pulang." Kata Diva halus. "Sudah saya katakan untuk tidak menunggu." "Tapi Diva mau. Diva mau menunggu Mas Ghibran pulang." Bela Diva. "Sebelum pergi, Mas Ghibran belum makan sama sekali. Diva kepikiran dengan kondisi Mas Ghibran.""Diva,--""Mas Ghibran boleh marah dengan Diva, tapi jangan larang perasaan khawatir Diva untuk Mas Ghibran."Mas Ghibran terhenyak mendengarnya, segala rasa kesal sirna seketika. Diva memang perempuan yang baik dan perhatian padanya. Mesk
ปรับปรุงล่าสุด: 2024-02-24
Chapter: 7. Ketegangan di RumahMenjadi istri seorang Ghibran Batsya Alfarizi cukup membuat Diva mengenal kepribadian pria itu lebih jauh. Sifatnya yang dominan, keras kepala dan berpendirian tegas membuat Diva sedikit banyak mulai memahami karakter suaminya. Apalagi menyangkut putri mereka, Alara. Mas Ghibran selalu acuh dengan keberadaan putrinya yang manis. Meski begitu, Diva selalu menceritakan segala hal tentang Alara pada suaminya. Setidaknya, Diva ingin Mas Ghibran melihat Alara. Sebentar saja.Semenjak kepulangan mereka dari makam kedua orang tuanya, Mas Ghibran di sibukkan dengan pekerjaan hingga membuatnya harus pergi ke Bali. Hanya melalui sambungan telepon keduanya berkomunikasi, untuk saat ini. Cutinya pun sudah usai, Diva kembali ke rutinitasnya mengajar di Taman Kanak-kanak swasta. Apalagi Mas Ghibran tak pernah melarang apapun keinginan Diva, tentu saja Diva membalas dengan melayani suaminya sebaik mungkin. Ting! 'Malam ini, saya pulang.'Sa
ปรับปรุงล่าสุด: 2024-02-24
Chapter: 6. Meminta Restu Alm. Ayah dan Ibu"Mas suka kue?" Tanya Diva pada Mas Ghibran. Mas Ghibran yang masih menyantap makan siangnya di meja makan menoleh pada istrinya. Setelah menyelesaikan kunyahan, barulah Ghibran menjawab. "Saya tidak menyukai makanan manis."Jawaban Mas Ghibran membuat bahu Diva meluruh, "Tadi Diva sama Alara mampir ke supermarket beli bahan-bahan untuk kue.""Tapi, nanti Diva bisa membuatkan Mas Ghibran kue yang tidak terlalu manis. Mungkin Mas Ghibran mau mencobanya." Bujuk Diva lembut. "Pakai uang kamu?" Bukannya menjawab, Mas Ghibran malah bertanya hal lain. "Maksudnya?""Saya lupa memberikan kamu kartu ATM, dompet saya ada di meja kamar. Nanti saya berikan. Kamu bisa memakainya untuk membeli kebutuhan rumah. Lalu, untuk kebutuhan kamu saya akan mentransfer langsung ke rekening kamu. Untuk kebutuhan dia, sudah saya siapkan kartu ATM juga. Kamu bisa memakai sesuai kebutuhan.""Dia?" Tanya Diva mengernyit, "Maksud Mas, Alara?" "Ya." "Mas bisa mengatakan namanya, bukan menyebut dengan kata 'dia'
ปรับปรุงล่าสุด: 2024-02-23
Chapter: part 21 | Suami KuSuasana kemarin masih terasa di pagi ini. Dingin dan kaku tanpa ocehan Lily. Sepertinya Lily masih marah padaku. Aku pun tidak ingin memaksa Lily berbaikan denganku, aku biarkan Lily untuk sendiri terlebih dahulu. Semalam, Pak Bagas sudah menemui Lily di kamarnya. Kata Pak Bagas, Lily masih butuh waktu. Kemungkinan ada pergolakan di hatinya yang tidak bisa di ungkapkan atau justru Lily belum menemukan kenyamanan sehingga memilih diam tidak bercerita pada Papanya. Aku memaklumi, setidaknya Pak Bagas sudah mencoba mendamaikan ku dengan Lily. Setelah ini, biar aku yang berusaha berbaikan dengan Lily. Ku ukir senyum manis, meski Lily hanya diam. Sebisa mungkin, aku tidak ingin membuat Lily merasakan perasaan tak nyaman jika bersamaku. Aku sudah lama mengenal Lily, baru kali ini Lily marah padaku. "Lily mau makan pakai apa?" Tanyaku dengan nada perlahan. "Nasi goreng sama telor aja." Jawab Lily tanpa senyuman. Aku melirik Pak Bagas, dari tempat duduknya Pak Bagas memberikan seny
ปรับปรุงล่าสุด: 2025-01-04
Chapter: part 20 | Ibu Tiri"Kak Yuka, Lily mau tanya deh." Aku menoleh sesaat setelah Lily berkata demikian. Kami sedang berada di belakang rumah, lebih tepatnya kami tengah berkebun. Menanam beberapa bunga yang kemarin kita beli di pasar. Banyak sekali jenis bunga yang dibeli, katanya sebagai inspirasi Lily saat menggambar bunga. "Lily mau tanya apa?" Aku meletakkan sekop kecil, menghampiri Lily yang duduk di atas rumput. "Ibu tiri itu jahat ya?" Aku tersentak kaget. "Lily tau soal itu dari mana, Sayang?" Selama ini, Lily tidak pernah membicarakan soal ibu tiri. Aku pun tidak tau, apakah Lily mengetahui makna ibu tiri. Selama yang aku tau selama tinggal disini setelah menikah dengan Pak Bagas, Lily tidak pernah menanyakan hal tersebut. "Kata teman-teman Lily di sekolah." Kali ini Lily bermain dengan bunga melati. "Kemarin, teman Lily ada yang bawa buku cerita Cinderella. Kata teman Lily, ibu tiri itu jahat banget sama Cinderella. Suka suruh-suruh Cinderella. Jahatin Cinderella pokoknya, pa
ปรับปรุงล่าสุด: 2024-12-20
Chapter: 19 | Perkara Iklan DewasaSeperti sebelum-sebelumnya, aku hanya bisa memandangi kepergian mobil Honda Brio milik Mama mertua dari halaman rumah. Mama mertua masih belum bisa menerima kehadiranku sebagai menantunya. Tidak apa, aku akan berusaha perlahan-lahan mendekati hati Mama mertua. Hingga malam menjelang setelah kepergian Lily dan Mama, Pak Bagas belum ada kabar. Bahkan pesanku sejak siang belum juga dibalasnya. Rasa khawatirku kian mengganggu. Satu langkah kaki ku akan memasuki rumah, cahaya lampu sorot dari mobil menyapa. Aku berbalik, tersenyum sumringah melihat mobil suamiku yang telah aku tunggu kedatangannya sejak tadi. Rasa khawatirku berubah kelegaan yang luar biasa. "Pak Bagas." Aku langsung berlari menghampiri pintu kemudi. Pak Bagas keluar dengan setelan yang sedikit berantakan, "Maaf, saya tidak sempat mengabari mu." Aku mencium tangannya, dibalas kecupan manis di keningku. Baru-baru ini, mencium kening adalah kebiasaan Pak Bagas sebelum pria itu bekerja. Bahkan, sekedar mengerjak
ปรับปรุงล่าสุด: 2024-12-13
Chapter: Part 18 | Menantu yang Tidak DianggapHari ini terasa berbeda dari hari sebelumnya. Aku yang mulai terbiasa berangkat bersama Pak Bagas kini harus menyesuaikan kembali. Tepat awal minggu ini, Pak Bagas mulai mengajar di kampus baru. Sementara aku berusaha menyelesaikan semester akhir yang tersisa dua semester lagi. "Nanti kalau masih ada matkul, biar saya saja yang jemput Lily." Kata Pak Bagas. Aku mengangguk, "Iya Pak, nanti Lulu kabarin." "Hari ini mata kuliah Bu Sesa kan? Bahasa inggris." Ujar Pak Bagas lagi. "Iya, tapi katanya anak-anak di grub kelas, Bu Sesa ada acara seminar diluar kota. Mungkin nanti dikasih tugas aja sih. Kalo memang free, biar aku aja yang jemput Lily." "Kamu fokus sama kuliah kamu dulu, urusan Lily itu gampang." "Ini kan hari pertama bapak ngajar di sana, jadi enggak etis kalo bapak sering-sering keluar." Kataku seraya membalas usapan tangannya. Pak Bagas yang masih sibuk menyetir terdiam sejenak, sebelum akhirnya berkata, "Ya sudah, saya serahkan Lily ke kamu. Saya akan beru
ปรับปรุงล่าสุด: 2024-12-13
Chapter: Part 17 | KeterbukaanDinginnya angin malam membuat suasana kian mencekam. Sudah beberapa menit berlalu, hening masih menyelimuti dua insan yang duduk saling berpelukan. Usapan lembut di kepalanya membuat nyaman, berbeda dengan raut wajahnya yang gelisah tak karuan. "Pak..." "Hm...""Lulu menunggu penjelasan Pak Bagas." Katanya dengan nada pelan. Tangan lelaki itu berhenti bergerak, kecupan manis mendarat di kening istrinya. "Saya menyayangi kamu, Lulu." "Pak, ada apa? Jangan bikin Lulu semakin khawatir. Ungkapan rasa sayang dari Pak Bagas bikin Lulu gelisah."Kini, Lulu membenarkan posisi duduknya. Ia duduk tegak menyamping, menghadap suaminya. Entah mengapa, kantung mata menghias tipis di bawah matanya. Tatapan yang biasanya tajam kini berubah sayu. Napas panjang terdengar dari Pak Bagas, pria dewasa itu merangkai kata agar istrinya tidak terluka. Pak Bagas tidak ingin, Lulu menyalahkan dirinya sendiri. "Semua temen-temen Lulu bilang, Pak Bagas mau di keluarin dari
ปรับปรุงล่าสุด: 2024-03-16
Chapter: Part 16 | Awal Masalah"Denger-denger Pak Bagas mau di keluarin dari kampus!" Langkahku terhenti mendengar bisikan dari beberapa mahasiswa di kantin kampus. Mengernyit heran, Pak Bagas siapa yang mereka maksud? Bukan Pak Bagas suamiku kan?"Hah? Yang bener lo?""Iya! Gue tadi ke ruang prodi, dan disana Kaprodi marah-marah sama Pak Bagas. Suaranya kenceng woi, gue kaget. Niat hati mau ngumpulin tugas, akhirnya gak jadi. Intinya, Pak Bagas ketahuan ada hubungan sama mahasiswanya sendiri. Makanya Kaprodi marah besar." Aku terhenyak mendengar perkataannya, benarkah apa yang mereka katakan?"Pak Bagas dosen fakultas kita kan?" "Bener banget! Tapi jangan bilang siapa-siapa dulu, soalnya ini kabar yang hot! Masih panas! Ngebul-ngebul!""Bentar lagi juga anak-anak lain tau soal Pak Bagas." "Lagian, akhir-akhir ini Pak Bagas jarang masuk kelas! Udah sebulan matkul Pak Bagas di kasih tugas terus, baru kali ini Pak Bagas absen, iya gak Dir?" "Eh, bener juga sih ya! Kok gue baru kepikiran." Balasnya seraya tertawa
ปรับปรุงล่าสุด: 2024-03-15