Home / Romansa / Pernikahan Turun Ranjang / 7. Jasmine Bukan Anak Pak Bagas?

Share

7. Jasmine Bukan Anak Pak Bagas?

Author: Mami Mochi
last update Last Updated: 2025-05-07 16:09:10

"Bu Saras," Suara Bi Minah memanggil Saras yang tengah asyik bersantai di halaman belakang bersama Jasmine. Bayi mungil itu nampak anteng dalam gendongan Saras, sesekali senyum manis terpatri di wajahnya.

"Nyonya ada di ruang tamu, Bu."

"Tante Erna disini?" tanya Saras pada dirinya sendiri.

Bi Minah yang mendengar pertanyaan lirih itu menjawab, "Iya Bu Saras, nyariin Bu Saras."

Saras mengangguk, memberikan Jasmine pada pengasuhnya. "Titip Jasmine ya, Sus."

"Aman Bu Saras."

Kemudian, Saras bersama Bi Minah berjalan menuju ruang tamu. Jantungnya berdebar kencang, dari yang Saras ketahui, Tante Erna menentang pernikahan turun ranjang ini. Bahkan, kemarin saat akad pun Tante Erna tidak datang. Pak Bagas hanya ditemani oleh Om Ardi saja.

"Tolong bawakan camilan ya, Bi. Berikan jamuan terbaik untuk Mamanya Pak Bagas." kata Saras.

"Baik Bu."

Dengan langkah tegas, Saras berjalan sendirian menemui Tante Erna. Siluet perempuan paruh baya itu nampak dari kejauhan. Tengah duduk di sofa begitu elegan. Aura kemewahan Saras rasakan begitu melihat pakaian Tante Erna.

Selama ini, Saras hanya sesekali bertemu dengan Mamanya Pak Bagas ini. Itu pun saat, almarhumah Mbak Laras masih hidup. Setelahnya, Saras tidak pernah bertemu dengan beliau.

"Tante Erna sudah menunggu lama?" Ucap Saras tiba di ruang tamu.

Tatapan keduanya bertemu, dapat Saras rasakan sorot kebencian di mata mertuanya. Saras tidak berharap mendapat sambutan baik, tapi Saras cukup terkejut dengan sebuah hadiah dari Mama mertuanya ini.

Kepalanya tertoleh paksa, pipinya terasa panas. Bibirnya sedikit terbuka dengan telinga yang berdenging. Matanya terasa panas, menahan air yang sudah mengumpul di pelupuk matanya agar tak jatuh.

Sebuah tamparan melayang dari tangan lembut Mama mertuanya. Tak akan pernah Saras duga, Tante Erna menamparnya penuh tenaga. Pipinya terasa sakit.

"Bu Saras!"

Bi Minah datang terburu-buru. Meletakkan nampan berisi kue kering begitu saja di meja. Segera Bi Minah merangkul Saras yang terlihat terpaku seraya menyentuh pipinya yang terasa kebas.

"Nyonya... Apa yang Nyonya lakukan?"

"Bibi tidak perlu ikut campur! Tidak usah membela perempuan licik ini!" Tante Erna berkata dengan penuh amarah.

"Sudah cukup keluarga saya berurusan dengan kakak sialan mu itu! Sekarang kamu malah menggantikan posisinya! Dasar serakah!" Maki Tante Erna.

"Jangan membawa nama almarhum kakak saya! Tante tidak berhak!" Saras yang sebelumnya diam, kini mulai terpancing.

"Kenapa? Karena kalian sama saja! Parasit! Membawa kesialan! Membuat keluarga saya hancur!"

"Kakak saya bukan parasit! Jangan seenaknya berkata buruk pada keluarga saya!"

"Jika bukan parasit? Lalu apa? Perempuan tidak tahu diri? Perempuan simpanan?"

Dengan tatapan menilai, Tante Erna menambahkan, "Atau bahkan perempuan malam? Yang butuh belaian?"

Mendengar makian dari Tante Erna, sungguh membuat Saras emosi. "Cukup Tante! Kakak saya bukan perempuan seperti itu!"

"Cukup merendahkan keluarga saya! Tante tidak berhak!"

"Saya berhak! Saya berhak berkata demikian, karena keluarga kamu sangat merugikan nama baik keluarga saya!" Maki Tante Erna dengan menunjuk wajah Saras.

"Melihat wajahmu saja, membuat saya muak!" Tante Erna berkata dengan penuh penekanan.

"Lebih baik Tante pergi dari sini." Memilih mengalah, Saras tidak ingin semakin meluapkan amarah.

"Oh, kamu berani mengusir saya dari sini?" Tatapan Tante Erna memindai Saras dari ujung rambut hingga ujung kaki.

"Berani sekali ya kamu. Dasar perempuan tidak tahu diri!"

"Cukup Tante! Saya tidak ingin bertengkar dengan Tante. Lebih baik sekarang Tante keluar dari rumah ini."

"Kasihan sekali ya, orang tua kamu. Memiliki anak yang tidak bisa menghormati orang tua. Lebih parahnya lagi, meminta anak saya bertanggung jawab atas kesalahan orang lain."

Saras tercengang mendengar kalimat Tante Erna "Apa maksud Tante?"

"Oh? Kamu tidak tahu?" Kali ini Tante Erna bertanya dengan nada mengejek.

"Atau jangan-jangan kamu juga dijadikan korban oleh orang tua mu sendiri? Sungguh kasihan sekali."

"Orang tua mu sungguh munafik!"

"Cukup merendahkan keluarga saya, lebih baik Tante pergi dari sini."

Tante Erna tertawa mengejek. "Ternyata kamu tidak tahu apa-apa ya?"

Bi Minah yang sejak tadi berdiri di belakang Saras berusaha menguatkan Saras dengan rangkulan. Sama halnya dengan Saras, Bi Minah tidak begitu paham mengapa Nyonya begitu membenci menantunya.

"Saya tidak akan pernah membiarkan harta Bagas jatuh ke tangan kamu! Saya tidak rela, lahir batin tidak rela melihat putra kesayangan saya harus bertanggung jawab atas anak orang lain! Sungguh keluarga mu sangat licik!"

Memaki penuh amarah, Tante Erna meneteskan air mata. "Saya menyesal membiarkan Bagas menikahi kakak kamu yang sudah mengandung bayi pria lain! Sampai kapan pun, saya tidak akan pernah merestui pernikahan kalian berdua."

"Tidak sudi, saya menganggap kamu sebagai menantu saya." Tambah Tante Erna yang pergi begitu saja.

Saras syok mendengar perkataan Tante Erna. Tubuhnya yang lemas luruh ke lantai. Bi Minah senantiasa merangkul Saras.

Sama halnya dengan Saras, Bi Minah pun terkejut mendengar ucapan Nyonya Erna. Selama bekerja pada Pak Bagas, Bi Minah memang tidak pernah bertemu dengan almarhum istri pertama Pak Bagas. Setiap pulang ke rumah, Pak Bagas selalu sendirian. Tidak pernah pulang bersama almarhum istri pertamanya.

"Mbak Laras... Sudah hamil saat menikah?"

"Jadi Jasmine? Bukan anak Pak Bagas?"

"Apa-aapa yang tidak aku ketahui? Rahasia apa yang Mbak Laras sembunyikan?"

Saras syok parah, namun begitu Bi Minah tetap menemani Saras. Tak kalah syoknya, Bi Minah pun tidak tahu menahu terkait permasalahan rumah tangga majikannya. Melihat Saras yang begitu terpukul, Bi Minah yakin jika Saras menjadi orang yang amat sangat terluka disini.

"Saya antar ke kamar Bu Saras." Kata Bi Minah.

Saras menggeleng, "Papa Mama..."

Dengan tatapan kosong, Saras menatap Bi Minah. "Papa sama Mama pasti tau masalah ini kan, Bi? Gak mungkin mereka nggak tau!"

"Pak Bagas. Iya, Pak Bagas juga pasti tau masalah ini. Tapi kenapa? Kenapa Pak Bagas tidak mengatakan apapun pada Saras?" Tanya Saras yang saat ini terlihat kalut.

Lantas Saras memegang tangan Bi Minah, "Bi, Bi Minah tau tentang hal ini kan, Bi?"

Bi Minah menggeleng, "Saya tidak tau Bu Saras. Karena Pak Bagas selalu datang ke rumah ini sendirian. Saya mengira, jika Pak Bagas dan istri tinggal bersama Nyonya dirumah utama."

"Selain itu, apa yang Bi Minah ketahui? Katakan padaku, Bi. Katakan!"

Saras mulai merasakan gejolak emosi yang tak karuan, "Bi... Sepertinya Tante Erna mengada-ada. Mungkin, karena Tante Erna tidak menyukai Mbak Laras. Jadinya Tante Erna menuduh Mbak Laras."

"Saras yakin, Mbak Laras tidak akan berbuat hal semacam itu. Saras kenal betul sama Mbak Laras. Mbak Laras itu perempuan baik Bi."

Bi Minah mengangguk, "Iya Bu Saras. Saya percaya."

Dengan kondisi berantakan, Saras bangkit dari lantai. "Saras mau ke rumah Papa Mama."

"Saras mau tanya langsung sama mereka."

"Bu Saras!"

Mengabaikan panggilan Bi Minah, Saras segera pergi menuju rumah orang tuanya. Tak ada yang ia bawa kecuali handphone dalam genggaman tangannya. Sungguh dirinya butuh jawaban dari segala teka-teki fakta yang mengejutkan.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pernikahan Turun Ranjang   7. Jasmine Bukan Anak Pak Bagas?

    "Bu Saras," Suara Bi Minah memanggil Saras yang tengah asyik bersantai di halaman belakang bersama Jasmine. Bayi mungil itu nampak anteng dalam gendongan Saras, sesekali senyum manis terpatri di wajahnya. "Nyonya ada di ruang tamu, Bu." "Tante Erna disini?" tanya Saras pada dirinya sendiri. Bi Minah yang mendengar pertanyaan lirih itu menjawab, "Iya Bu Saras, nyariin Bu Saras." Saras mengangguk, memberikan Jasmine pada pengasuhnya. "Titip Jasmine ya, Sus." "Aman Bu Saras." Kemudian, Saras bersama Bi Minah berjalan menuju ruang tamu. Jantungnya berdebar kencang, dari yang Saras ketahui, Tante Erna menentang pernikahan turun ranjang ini. Bahkan, kemarin saat akad pun Tante Erna tidak datang. Pak Bagas hanya ditemani oleh Om Ardi saja. "Tolong bawakan camilan ya, Bi. Berikan jamuan terbaik untuk Mamanya Pak Bagas." kata Saras. "Baik Bu." Dengan langkah tegas, Saras berjalan sendirian menemui Tante Erna. Siluet perempuan paruh baya itu nampak dari kejauhan. Tengah

  • Pernikahan Turun Ranjang   6. Anak Mas Rehan dan Saras?

    "Selamat pagi Bu, pasti Ibu istrinya Pak Bagas ya?" sapaan terdengar saat Saras menginjak lantai dapur. Saras melihat seorang wanita paruh baya yang tengah memasak. Sepertinya, itu ART yang dikatakan Pak Bagas kemarin. Kebetulan kemarin Saras tiba dirumah ini menjelang malam, jadi Saras belum sempat bertemu ART yang di maksud Pak Bagas. "Pagi juga, iya, saya Saras." Saras membalas sapaan dari wanita paruh baya dan bersalaman. "Saya Bi Minah, panggil begitu saja, Bu." kata ART bernama Minah tersebut. Saras mengangguk, "Iya Bi Minah, tapi jangan panggil Bu dong. Saya kan masih muda, masa di panggil Ibu sih?" Bi Minah tertawa, "Loh, kan memang Bu Saras sudah menikah sama Pak Bagas."

  • Pernikahan Turun Ranjang   5. Bertemu Baby Jasmine

    Sesuai perjanjian, hari ini Saras mengikuti Mas Rehan untuk tinggal bersama dirumah pribadi suaminya. Rumah yang dulu ditempati mendiang Mbak Laras dan Mas Rehan. Kini, Saras tempati. Rumah pribadi Mas Rehan tidak begitu besar, namun berlantai dua. Pertama kali masuk Saras disambut dengan ruang tamu yang terlihat klasik dengan kursi kayu yang di plitur. Vas bunga, lukisan alam, serta permadani menjadi pelengkap. Semakin melangkah masuk, Saras melihat dapur dengan segala perlengkapan memasak. Dapurnya sangat bersih dan rapi. Di meja makan terdapat aneka buah yang sangat lebih dari cukup untuk dua orang. Sepintas, rumah ini sangat jauh dari kata kotor. Melihat Saras yang mengamati rumahnya, Rehan berkata, "Jika kamu tidak suka dengan desain rumah ini, kamu bisa merubahnya. Merombak sesuai keinginan mu. Aku tidak masalah." Saras mengangkat alis, "Yakin? Selera Mas Rehan beda sama selera ku." "Rumah ini adalah tempat tinggal kamu sekarang, dengan merombaknya sesuai selera kamu

  • Pernikahan Turun Ranjang   4. Jaminan Harta KDRT

    Apa yang diharapkan dengan sebuah pernikahan terpaksa? Keharmonisan?Atau justru kehancuran?Itulah yang saat ini ada di pikiran Saras. Kemana muara dari pernikahan yang ia dan suaminya jalani? Benarkan menuju sebuah kebahagiaan atau kesengsaraan?Baru beberapa jam menikah saja Saras mendapat sebuah tamparan, tak akan pernah Saras sangka jika Mas Rehan dengan begitu mudahnya main tangan. Saras jadi menduga-duga jika Mbak Laras meninggal karena tertekan hidup bersama Mas Rehan. Mengingat profesi Mas Rehan sebagai dosen, sangat disayangkan dengan sikapnya yang kasar. Apa sebelum ini Mbak Laras juga merasakan diperlakukan kasar oleh Mas Rehan?Jika benar, Saras tidak akan membiarkan keponakannya diasuh oleh bapaknya. Saras akan melindungi keponakannya dari bapaknya sendiri. Meski bingung dengan jalan pernikahannya, namun Saras akan bertahan demi keponakannya. "Semua ini demi Jasmin, aku gak mau Jasmin diasuh sama bapaknya yang kasar. Kalau bisa, aku akan cari bukti buat gugat cerai Ma

  • Pernikahan Turun Ranjang   3. Suami Bekas Mbak Laras

    "Saya terima nikah dan kawinnya Saras Zafnia Gutomo dengan mas kawin berupa uang tunai sepuluh juta rupiah dibayar tunai!" "Bagaimana para saksi? Sah?""Sah!" "Alhamdulillah.""Hari ini, kalian sudah sah sebagai sepasang suami dan istri. Menjalani ibadah terlama sepanjang usia." Ucap bapak penghulu, kemudian memberikan dua buku nikah. "Ini, buku berwarna merah untuk suami. Warna hijau untuk istri. Silahkan, bisa disimpan dengan baik."Kedua buku itu disimpan oleh Mas Rehan. Saras menatap dalam diam. Acara pernikahan yang terpaksa Saras jalani, akan kah Saras sanggup? Rasanya mustahil. "Saya berharap, buku ini akan kembali ke KUA sebagai syarat menjalankan ibadah di tanah suci. Jangan sampai ke Pengadilan Agama." Mas Rehan tersenyum, "Insya Allah, kami minta doanya, Pak." Setelah akad, diadakan sesi foto bersama keluarga inti. Bahkan, Saras tidak sempat mengundang teman kampusnya, SMA nya, atau teman Saras yang lain. Acara hanya berlangsung sebentar, sebelum jam dua belas siang p

  • Pernikahan Turun Ranjang   2. Kabur dari Akad?

    Pernikahan turun ranjang, orang menyebutnya begitu. Pernikahan yang terjadi ketika suami atau istri menikah dengan adik atau kakak iparnya sendiri karena suami atau istrinya sudah meninggal. Bagi orang awam, istilah pernikahan turun ranjang adalah hal yang jarang terjadi. Biasanya karena polemik masalah internal keluarga, pernikahan turun ranjang dapat terjadi. Banyak hal dan alasan di balik terjadinya pernikahan turun ranjang. Bahkan, alasan tersebut terdengar tidak masuk akal. Namun, inilah fakta yang terjadi. Saras mengalaminya sendiri. Hari ini, tepat satu bulan setelah perdebatan yang tiada jalan keluar untuk Saras. Perempuan itu terpaksa menikah dengan mas iparnya sendiri. Tanpa cinta, tanpa resepsi, tanpa sahabatnya, bahkan tanpa impian pernikahan yang selama ini Saras inginkan. Malam setelah acara tahlilan empat puluh hari meninggalnya mendiang Mbak Saras, besok paginya acara akad digelar. Pernikahan yang sama sekali tidak pernah Saras inginkan. Rasanya Saras sangat frusta

  • Pernikahan Turun Ranjang   1. Menikahi Kakak Ipar

    "Mas Rehan akan menikahi kamu sebagai pengganti mendiang Mbak Laras." Kalimat dari Papa membuat tubuh Saras membeku. Tatapan terkejut tak bisa ia sembunyikan, dirinya sungguh terkejut mendengar ucapan dari Papa. Pasukan oksigen seolah menghilang, membuat dadanya sesak teramat sangat. "Maksud Papa apa? Menikah? Sama Mas Rehan?" Masih basah kuburan Mbak-nya, kini Papa memintanya menikah dengan Mas iparnya sendiri. Dimana pikiran sehat Papanya?! Saras benar-benar tak bisa menerima ucapan Papanya. "Nak..." Suara Mama memanggil, mendekati tubuh Saras yang mematung terkejut. Disentuhnya pundak Saras, "Semua ini demi kebaikan kita semua." Saras menoleh, "Maksud Mama? Mama setuju Saras dan Mas Rehan menikah?" Mama mengangguk mantap, "Mama yakin, Mas Rehan bisa menjaga kamu sama seperti mendiang Mbak Laras." Mendengar hal tersebut membuat Saras naik pitam, "Ma! Saras bukan Mbak Laras! Saras ya Saras! Jangan samakan kami, Ma!" "Nak, kamu salah paham." "Salah paham gimana maksud Mama?

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status