Chapter: Bab 34. Butuh UangTavira menggelung lutut di sudut ruangan, tangisnya tertahan di balik tangan yang menutupi wajah. Isakannya pecah berulang, menggema di kamar ganti sempit yang kini seolah jadi tempat perlindungan sekaligus penjara baginya.Pintu dikunci dari dalam oleh Tavira. Tak seorang pun boleh masuk.Ketukan datang silih berganti. Suara panik, marah, bahkan umpatan terdengar dari luar. Salah satunya adalah suara Rian yang kini tanpa ragu menyebutnya tidak profesional, bersumpah takkan pernah bekerja sama lagi.Bagus. Tavira juga tidak mau bertemu atau bahkan berhubungan dengannya lagi.Pemotretan ini adalah jebakan. Alih-alih seni, yang terjadi lebih mirip pelecehan terselubung.Tavira menunggu di sana, membatu. Menolak mendengar suara-suara di luar, menolak menyadari kenyataan yang baru saja terjadi.Lalu... ketukan baru menggema. Lebih keras. Lebih tegas. Seperti gemuruh badai yang datang menyapu.“Tavira, ini aku. Buka pintunya!”Suara
Last Updated: 2025-09-06
Chapter: Bab 33. Tubuhku Bukan Milik Siapa-siapaTavira tidak mau melanjutkan pemotretan ini. Tidak dengan tema malam pertama yang diusung hari ini. Bukan dengan lingerie tipis yang hampir tak menutupi apa-apa. Bukan di atas ranjang hotel, bersama model pria nyaris telanjang yang bahkan tidak ia kenal namanya.Namun tubuhnya ditarik paksa oleh Rian, si fotografer yang juga kepala proyek hari itu.Make-up telah selesai. Busana pun telah dikenakan. Tak ada alasan untuk menunda, katanya.Langkah kaki Tavira terasa berat, namun semua mata tertuju padanya. Para kru sibuk di sekeliling set. Kamera siap. Lampu menyala terang.Dan di tengahnya, ada sebuah ranjang putih yang menunggu seperti panggung untuk sebuah pertunjukan murahan.Tavira duduk di tepi ranjang. Tubuhnya kaku. Matanya berlari ke sekeliling ruangan, tapi tak ada tempat untuk lari.Rian melangkah ke depan, dengan clipboard di tangan dan suara tegas yang mengiris telinga."Temanya jelas, malam pertama. Foto pasangan. Penuh gai
Last Updated: 2025-09-05
Chapter: Bab 32. Malam Pertama di HotelSeharusnya Tavira mendengarkan nalurinya dan pulang saja sejak masih berdiri di luar hotel.Tapi saat Rian berbalik tanpa berkata apa-apa, tubuhnya justru bergerak mengikuti pria itu. Entah karena rasa tak enak, atau karena bayang-bayang profesionalitas yang ia tanamkan sejak kemarin.Dalam benaknya, Tavira sedang bertempur. Ia bisa saja berhenti sekarang, menelepon Dhiya dan bilang kalau dirinya tidak nyaman dengan proyek ini. Bukankah ia tidak benar-benar mengenal Rian? Tapi langkah kakinya tak kunjung berhenti.Rian berjalan cepat menuju lift, dan Tavira mengekor dalam diam. Mereka masuk ke dalam, dan Rian menekan tombol 11. Katanya, kamar yang digunakan sebagai studio berada di lantai sebelas.Suasana lift hening. Tavira berdiri di pojok, kedua tangan menyilang di depan dada, mencoba meredakan gelisah yang terus mendera.TING!Pintu terbuka di lantai lima. Seorang wanita masuk. Dan betapa kagetnya Tavira saat menyadari siapa yang berdiri
Last Updated: 2025-09-05
Chapter: Bab 31. Hotel Bintang LimaAkhir pekan yang dijanjikan tiba.Tanpa memberi tahu Darian atau siapa pun di rumah, Tavira bersiap untuk pemotretan hari ini.Darian memang sedang libur dan ada di rumah, tapi Tavira sudah terbiasa bersikap seolah suaminya itu tak pernah benar-benar hadir dalam hidupnya.Maka saat ia melangkah keluar rumah, tidak ada satu pun percakapan yang terjadi di antara mereka. Seolah-olah keberangkatan Tavira bukanlah sesuatu yang penting untuk disadari.Sopir sempat bersiap di halaman, tapi Tavira menolaknya. Ia memilih memesan taksi daring dan pergi sendirian. Seperti dulu, sebelum hidupnya berubah. Ia ingin hari ini menjadi miliknya sendiri. Tanpa gelar istri siapa pun, tanpa kesan istri orang kaya.Tavira tiba lebih dulu di titik pertemuan yang sudah disepakati semalam, yaitu dekat pedagang ikan hias yang biasa jadi tempat janjian dengan Dhiya.Dia menunggu dengan gelisah sambil sesekali mengecek jam tangan. Tepat waktu. Bahkan lima menit lebih a
Last Updated: 2025-09-04
Chapter: Bab 30. Titik BalikUcapan Darian malam itu terus terngiang di kepala Tavira.“Aku gak menyukaimu.”Kalimat pendek, tapi cukup untuk mengaduk perasaannya hingga ke dasar.Semakin Tavira mengingatnya, semakin ia merasa sebal, pahit, malu, sekaligus marah. Ia bahkan ingin tertawa miris setiap kali menyadari bahwa dirinya benar-benar jatuh cinta pada pria sebeku itu.Untuk pertama kalinya sejak tinggal di rumah itu, Tavira mengunci pintu kamarnya rapat-rapat. Ia tak ingin bertemu siapa pun. Tidak juga dengan pelayan. Apalagi dengan Darian.Ia hanya berguling-guling di atas kasur, menatap langit-langit kosong, merenungi betapa menyedihkan dirinya dalam urusan asmara. Padahal sudah bertekad berhenti berharap pada Darian, tapi tetap saja perasaan tak bisa dikendalikan semudah itu.Terlebih, mereka tinggal serumah.Melupakan seseorang yang ada di satu atap bukanlah hal sederhana. Bagaimana mungkin hati bisa pura-pura mati jika keberadaan orang itu teru
Last Updated: 2025-09-04
Chapter: Bab 29. Perang DinginPagi datang terlalu cepat bagi Tavira.Matahari belum benar-benar menampakkan diri, tapi bayangan pohon di halaman sudah mulai menari di balik tirai tipis kamar.Di ranjang, Tavira masih terbaring membelakangi sofa, matanya terbuka tapi kosong. Pandangannya tertuju pada pola garis-garis halus di sarung bantal.Ia tak tahu apakah sempat tertidur atau hanya menutup mata semalaman. Yang pasti, dadanya masih sesak.Darian belum bangun. Napasnya terdengar pelan dan teratur dari arah sofa. Tavira perlahan duduk, memastikan tak menimbulkan suara. Ia melangkah ke kamar mandi, mencuci wajah yang masih terasa lengket oleh sisa tangis semalam.Tak ada air mata pagi ini. Tapi bukan berarti ia baik-baik saja.Tavira keluar kamar, masih memastikan tidak menimbulkan suara yang membuat Darian terbangun.Ia menuju ke ruang makan. Tangis semalam membuat perutnya lapar.Di ruang makan, Bunda sudah lebih dulu duduk sambil menyeruput teh. Piyama sa
Last Updated: 2025-09-03
Chapter: 195. My Happy Ending"Aku menunggumu datang, Nara."Aku terlena dengan desis suaranya. Seperti membuaiku dari kekalutan. Memberiku semangat sebab sempat terpuruk mendengar tangisnya.Viana memundurkan kepalanya hingga kami jadi saling bertatapan.Aku lupa, Viana memang seindah ini sebelumnya. Wajahnya, senyumnya, cara ia melirikku. Dia wanita yang punya kesempurnaan mutlak."Aku mau minta maaf, sudah merepotkanmu hari itu," sambung Viana."Merepotkan apa?""Kamu. Sampai sengaja menghiburku ke luar rumah demi membuatku gak sesak lagi berada di dalam sini."Aku belum menemukan inti dari perkataannya. Atau kemana arah pembicaraan ini akan berlangsung."Waktu itu aku sangat down. Aku benar-benar gak bisa berpikir dengan tepat. Aku juga gak ingat pernah berteriak pada semua orang tentangmu ataupun tentang Riga."Mendengar nama itu disebut lagi, spontan aku seperti diingatkan, kalau Viana bukan milikku, tapi Riga. Meski Riga sudah meningg
Last Updated: 2024-05-31
Chapter: 194. Menunggumu"Aku ingin kembali pada Viana. Apa aku salah?"Yenan mendorong kerahku hingga belakang kepalaku membentur tanah."Tentu saja kamu salah, bedebah! Kamu sudah mempermainkan perasaan Seya," teriak Yenan.Yenan bangkit dari menindih badanku. Ia mengacak rambutnya, seolah kehilangan akal."Sialan! Kalau tahu akhirnya akan begini, harusnya aku gak membiarkanmu dekat dengan Seya." Yenan meracau.Aku sama sekali tak beranjak dari tanah. Langit bisa kupandangi dari posisiku. Juga dingin dari jalanan yang mulai menghasilkan embun pagi."Pergi kamu, Nara! Aku akan menghancurkanmu kalau sampai menunjukkan wajahmu lagi di depan Seya."Bagiku, itu seperti isyarat bahwa ia menyerah terhadapku. Sebab, memintaku tetap berada di sini, kembali pada Seya, hanya akan memberikan luka padanya.Yenan memilih untuk membenciku dengan caranya.Aku beranjak dari tanah. Memandangi Yenan yang sedang memunggungiku lengkap dengan kepalan tangan yang te
Last Updated: 2024-05-30
Chapter: 193. KeputusanNamun, rupanya di rumahku ada seseorang.Seya.Ia berdiri menghadapku dengan wajah cemas dan kantung mata menghitam. Kutebak, ia juga tak tidur malam kemarin.“Nara!” suaranya terdengar serak. “Aku mencemaskanmu.”Seya mendekat. “Apa yang terjadi dengan ponselmu, kenapa gak menjawab teleponku. Aku hanya ingin tahu kabarmu. Aku cemas terjadi sesuatu dengan Nara.”Aku sudah menduga Seya akan begini. Hanya saja aku tidak menyangka akan terjadi secepat ini, di rumahku, tepat setelah aku kembali.Saat di perjalanan, aku sudah memikirkan ini matang-matang. Aku harus memilih Seya dan Viana. Dan pilihanku jatuh pada Viana.“Seya, ada yang mau kukatakan padamu,” potongku. Mengabaikan kalimatnya barusan.Wajah Seya tegang. Ia tidak pernah melakukan itu sebelumnya. Senyum yang kemarin jadi ciri khasnya seolah raib hanya lewat kalimatku barusan.“Jangan katakan! Aku tahu apa yang
Last Updated: 2024-05-29
Chapter: 192. Kembali"Viana, kamu mau pergi denganku?"Viana memandangiku dengan tatapan kuyu. Aku tahu ia masih terpengaruh obat bius. Ia juga masih lemas efek berontak siang tadi.Tapi sungguh, di dalam rumah ini terasa sangat menyesakkan. Aku ingin memberi Viana angin segar agar ia lepas dari stress yang membuatnya ingin terus berteriak.Kuraih jaket yang menggantung dekat rak. Kupakaikan pada Viana. Lalu membantunya turun dari kasur dan menggandengnya berjalan keluar kamar.Orang-orang masih terlelap tidur. Aku dan Viana leluasa jalan mengendap-endap sampai ke luar rumah. Sekilas aku melihat jam dinding menunjukkan pukul 1 dini hari. Malam akan sangat dingin di luar, maka kurapatkan jaket yang dikenakan Viana.Jejeran bunga tanda berduka masih berada memenuhi jalanan. Viana menoleh ke arah itu. Sambil menahan gemetaran di bibirnya. Kupegang erat tangannya, berjalan ke arah sebaliknya yang jauh dari karangan bunga.Jalan dan jalan. Tak ada yang kami ucapkan.
Last Updated: 2024-05-28
Chapter: 191. Stres dan Trauma“Mana Nara?”Otomatis aku beringsut ke kamar Viana begitu mendengar namaku disebut. Cyan juga mengekor tak jauh dariku.Viana nampak sedang ditenangkan oleh kakak iparnya. Ia mengamuk seperti saat tadi pagi. Kali ini ia meneriakkan namaku. Seolah kehilangan akal. Itu bukan seperti Viana yang kukenal.“Nara, mana Nara? Jangan ceraikan aku. Aku gak mau cerai dari Nara,” teriak Viana.Cerai?“Nara!”Lagi, Viana berteriak. Aku yang saat itu di pintu hanya bisa menatapnya. Viana menolehku. Tatapan kami bersirobok. Dan secepat kilat, Viana berlari ke arahku. Memeluk tubuhku. Di hadapan orang-orang, ia melingkarkan tangannya di perutku, kepalanya membenam di dadaku."Kumohon, jangan ceraikan aku. Aku gak mau berpisah denganmu. Jangan pergi!"Semua membisu. Terutama aku.Aku sempat mendengar kalau orang yang memiliki stres akut, ingatannya bisa kembali pada saat trauma terberatnya.Bisa
Last Updated: 2024-05-27
Chapter: 190. HarusnyaSaat itulah, aku menghampiri Viana. Mengambil alih kanan dan kiri tubuhnya. Mencengkeram pergelangan tangannya. Dan menariknya masuk ke tubuhku.“Ssst, diamlah Viana!”Viana belum sadar benar siapa yang memeluknya ini. Ia memukuli punggungku dan masih saja berteriak. Lagi, aku memeluknya makin erat. Tidak peduli dia memukul seberapa keras, atau ia menggigit bahuku demi minta kulepaskan.“Viana, ini aku. Nara!”Saat itu, barulah Viana berhenti. Mata kami bertautan. Kupandangi kedalaman matanya yang terlihat sangat nelangsa. Ada ribuan kalimat sedih yang kutangkap dari sorot matanya.Entah sudah berapa lama Viana mengamuk seperti ini, hanya saja kulihat ia cukup lelah. Napasnya naik turun, kedua tangannya juga melemas ketika kutangkap.“Na-ra?”Viana sukses menyebutkan namaku dengan bibirnya yang bergetar. Dan tak lama, Viana kehilangan keseimbangan. Ia pingsan. Aku menangkap kepalanya sebelum jatuh k
Last Updated: 2024-05-26