Chapter: Bab 134. SiapaTubuh Reno menegang, reflek seketika. Ia memutar kepala perlahan, sorot matanya yang lelah langsung mengeras.Sosok itu—hanya beberapa meter jauhnya—berdiri diam. Siluet yang terserap pekat oleh kabut panas, sesekali tertelan oleh kilatan jingga dari sisa api yang masih merayap. Sebagian wajahnya tersorot, dan itu cukup.Wajah yang dikenalnya.Terlalu dikenal.Air asin bercampur jelaga menetes dari rambut sosok itu, menodai jaket kulit yang kini compang-camping, seolah baru saja diseret keluar dari perut reruntuhan. Namun yang membuat napas Reno tersangkut adalah tatapan mata itu—sepasang iris yang kosong, tak lagi membawa gejolak kebencian maupun harapan, hanya kehampaan yang dingin, sepi, seperti laut dalam di tengah malam.“…Kau…” Reno mencoba berbicara, tapi tenggorokannya tercekat, serak karena asap. “Mustahil… kau seharusnya…”“—mati?” Sosok itu memotong, suaranya pelan, senyumnya tipis, lebih menyerupai ejekan lembut daripada sapaan. “Sayangnya, dunia tak semurah itu, Reno.”Ia
Last Updated: 2025-10-26
Chapter: Bab 133. Neraka Dalam Gudang“Nara!” teriak Reno, suaranya bukan lagi teriakan pertempuran, melainkan jeritan putus asa seorang pelindung.Tak ada jawaban—hanya gemuruh api yang memakan kayu, desis nyala yang seolah mengejek, dan napas Reno sendiri yang terasa tajam dan menyesakkan di tenggorokan.Ia menerjang ke dalam kepulan asap, bau hangus memedihkan mata dan bensin menusuk hidungnya. Panas itu terasa menghanguskan harapan, bukan sekadar membakar kulit. Setiap langkahnya adalah pertaruhan, sepatu berdecit di lantai yang retak, yang sudah mulai menyerah pada amukan api.Di dekat tumpukan peti, ia melihat Nara. Kursi rodanya terguling, lambang ketidakberdayaan yang menyayat, tubuhnya setengah jatuh. Selimut yang menutupi adalah satu-satunya pelindung yang kini tinggal abu di sisi tubuhnya. Reno tanpa berpikir meraih tubuh itu, mengangkatnya dalam pelukan protektif, merasakan bobot ringan dan rapuh yang harus ia selamatkan.“Tahan, Nar—tahanlah sebentar,” bisiknya, lebih kepada dirinya sendiri, mencari kekuatan
Last Updated: 2025-10-20
Chapter: Bab 132. ApiSuara ombak menghantam batu karang di kejauhan, kini terdengar lebih dekat, seperti detak jam yang memperingatkan waktu yang hampir habis. Angin laut yang dingin membawa aroma asin, bercampur anyir karat dan samar bau darah. Dita baru saja mengunci rapat pintu besi gudang tua itu, dan bunyi klik yang mematikan itu terasa seperti pukulan ke dada Reno. Di luar, hujan rintik telah berubah menjadi gerimis yang menusuk, memantulkan cahaya kuning pucat dari lampu mobil yang menyala redup, menciptakan ilusi suram.Reno terhuyung dan berlutut di tanah lumpur. Bukan hanya karena kelelahan fisik, tetapi karena beban kegagalan yang menindihnya. Napasnya tersengal, seperti paru-parunya penuh air dingin. Jari-jarinya yang gemetar memegang pistol, benda dingin yang kini terasa tidak berguna.Di belakangnya, Rayan merintih, suaranya tercekat oleh rasa sakit yang dalam. Ia bersandar di pohon pinus yang basah, darahnya menetes, menciptakan noda gelap yang dengan cepat diserap oleh tanah liat. Udara di
Last Updated: 2025-10-13
Chapter: Bab 131. Gema yang MenghinaTok… tok… tok.Suara ketukan itu datang begitu pelan, tapi energinya cukup untuk membekukan darah di pembuluh nadi Reno. Dunia terasa terdistorsi. Angin malam seolah menahan napasnya, dan derik jangkrik menghilang total. Yang tersisa hanyalah denting halus dari kuku Dita yang menyentuh permukaan logam mobil, sebuah ritme yang dingin yang mengumumkan kedatangan kematian.Reno memejamkan mata, hanya sepersekian detik, memaksa paru-parunya untuk mengingat cara bernapas yang benar. Di sebelahnya, Rayan menatap dengan mata kosong, kulit wajahnya pucat pasi. Ia tak hanya takut; ia merasa bodoh. Mereka berdua baru saja menyadari bahwa bersembunyi di bagasi mobil hanyalah pindah dari satu kandang ke perut binatang buas yang sudah kenyang—dan binatang itu tahu persis di mana mereka berada.Langkah kaki Dita terdengar semakin dekat. Setiap injakan tumitnya yang rapi beradu dengan tanah lembap, menciptakan gema yang menghina di keheningan malam. Ia tidak terburu-buru, dan justru ketenangan yang
Last Updated: 2025-10-10
Chapter: Bab 130. Udara Malam Seketika MambekuMobil melaju membelah malam, menembus jalan pesisir yang sepi dan lembap. Hujan baru saja usai, menyisakan embun tebal di kaca jendela dan aroma asin laut yang terasa menusuk. Di dalam bagasi yang gelap, Reno dan Rayan nyaris tak berani bernapas, menahan diri untuk tidak mengeluarkan suara sekecil apa pun. Suara mesin mobil, derit roda yang melewati genangan air, dan detak jantung mereka sendiri berpadu menjadi satu kesunyian yang mencekam.Reno berusaha keras menatap melalui celah sempit di penutup bagasi. Ia hanya bisa melihat pantulan samar cahaya lampu jalan yang sesekali menyinari kursi belakang—siluet tempat Dita dan Nara duduk. Setiap detik terasa seperti jam. Pikirannya berlari kencang, menyadari bahwa salah perhitungan sekecil apa pun bisa menjadi akhir hidupnya.Dari earset kecil yang terpasang di telinganya, suara Phantom terdengar lirih, hampir seperti bisikan dari dimensi lain.“Kau masih hidup, Reno?”Reno menjawab dengan suara tercekat, “Masih. Kami di bagasi. Mobil ber
Last Updated: 2025-10-09
Chapter: Bab 129. Nafas Dalam GelapLangit di atas pelabuhan tampak muram dan lelah, sisa warna oranye senja telah tenggelam sepenuhnya di antara garis ombak dan siluet kapal-kapal besar yang berderet pasrah. Angin laut membawa campuran aroma asin dan bau oli yang kental, menciptakan atmosfer berat yang menekan. Di ujung dermaga, sebuah kapal pribadi dengan lambung hitam berkilat diam-diam menurunkan tangga logamnya. Di sana, Dita berdiri tegak, terbungkus mantel panjang gelap yang menyembunyikan hampir seluruh dirinya. Dengan tangan yang terlihat mantap, ia mendorong kursi roda yang diduduki Nara, kepala perempuan itu terkulai lemah di bahunya, seolah seluruh energinya telah habis.Wajah Dita nyaris tanpa ekspresi, sebuah topeng sempurna, tapi matanya tak pernah diam, tajam dan waspada seperti elang yang tengah menilai setiap jengkal situasi. Ia merasakan keganjilan malam itu. Angin terasa terlalu hening, jumlah pekerja pelabuhan terlalu minim, dan udara di sekitarnya seolah menahan napas. Namun, Dita berusaha keras me
Last Updated: 2025-10-09
Chapter: Bab 25. Keheningan Yang MengancamCahaya kuning yang remang dari lampu di sisi ranjang memantul lembut pada dinding kamar hotel. Udara terasa hangat, sedikit membebani—seolah baru saja menahan terlalu banyak napas dan emosi.Arion masih duduk di tepi ranjang, dengan punggung yang sedikit membungkuk dan rambut yang tidak tertata. Di belakangnya, Naya berbaring, setengah tubuhnya diselimuti seprai putih.Keheningan merayap dan bertahan lama. Hanya terdengar suara detak jarum jam yang memecah kesunyian panjang di antara mereka.Naya akhirnya bersuara pelan, nyaris berupa gumaman."Apa sekarang kamu sudah plong?"Arion tidak langsung menjawab. Pandangannya kosong, tertuju ke jendela, di mana tirai bergoyang pelan tersentuh hembusan pendingin ruangan."Aku tidak tahu," jawabnya pada akhirnya. "Mungkin justru semakin kalut."Naya bangkit, duduk di belakangnya. Ujung jarinya menyentuh punggung Arion, sebuah sentuhan yang sangat perlahan—seolah ingin memastikan keberadaan sesuatu yang nyata."Kalut karena aku, atau karena dir
Last Updated: 2025-10-27
Chapter: Bab 24. Que Sera SeraUap hangat dari kamar mandi merayap keluar, memenuhi udara kamar hotel dengan aroma sabun dan lembap.Arion masih duduk di tepi ranjang, ponsel tergenggam di tangannya. Pesan dari Shana masih terpampang di layar — pendek, sederhana, tapi menohok di hati.“Kakak kapan pulang? Kopi buatan aku udah dingin.”Ia menatap kalimat itu lama. Setiap huruf terasa seperti beban yang menekan dada. Ada kehangatan di situ — kehangatan yang justru membuatnya semakin sulit bernapas.Pintu kamar mandi terbuka. Naya keluar, mengenakan jubah putih hotel, rambutnya masih basah meneteskan air.Ia berjalan perlahan ke arah Arion, tanpa bicara. Setiap langkahnya terdengar jelas di antara dengung pendingin ruangan.“Masih kepikiran, ya?” suara Naya tenang tapi menusuk.Arion menatapnya sekilas, lalu meletakkan ponselnya di meja. “Nggak, cuma… mikir sesuatu.”Naya tersenyum samar, tapi matanya tajam. “Sesuatu, atau seseorang?”Arion tidak menjawab. Ia tahu, dalam setiap jeda, dalam setiap diam, Naya bisa memba
Last Updated: 2025-10-27
Chapter: Bab 23. Tak TerelakkanSuara “bip” pelan terdengar saat kartu kunci disentuhkan ke pintu.Lampu indikator hijau menyala, diikuti suara mekanis kunci terbuka.Arion mendorong pintu dengan gerakan yang tidak hanya malas, tapi ragu-ragu. Tubuhnya terasa berat, seolah setiap otot menolak masuk ke ruangan itu.Kamar hotel itu tenang. Aroma pengharum ruangan yang lembut, khas hotel bintang empat, menyeruak, bercampur dengan udara dingin yang tajam dari pendingin ruangan yang sudah menyala.Naya masuk lebih dulu, bergerak cepat dan familiar. Ia melepas jaket kulitnya, melemparkannya ke sofa, dan meletakkan koper kecilnya dengan hentakan samar di sudut ruangan.Ia berputar, menatap Arion yang masih berdiri mematung di depan ambang pintu, seperti ada medan magnet yang menahannya di luar.“Masuklah, Rion. Kamu berdiri di situ kayak patung lilin yang takut mencair.”Arion menutup pintu pelan, sebuah penutupan yang terdengar final. Ia tidak menjawab. Matanya berkeliling panik, mencari objek netral untuk dijadikan fokus
Last Updated: 2025-10-23
Chapter: Bayangan di BandaraMalam turun perlahan, bukan lagi selimut tebal, melainkan tirai kelabu yang perlahan menelan sisa-sisa cahaya kota. Lampu-lampu jalan memantul lemah di aspal yang baru saja diguyur hujan, menciptakan jejak yang seolah tak berujung.Arion berdiri di depan jendela, memandangi kilau air yang mulai surut, tapi pikirannya justru semakin kusut. Di luar, tetesan terakhir hujan jatuh dengan suara tik-tik yang ritmis, seperti detak jam yang menghitung mundur.Pesan di ponselnya masih menyala di layar, dengan cahaya yang terasa menusuk mata:“Aku sudah di bandara. Jemput aku.”Satu kalimat yang sederhana — sebuah palu yang menghantam dinding pertahanan yang telah ia bangun mati-matian. Rasanya seperti membuka paksa kotak Pandora yang seharusnya tetap terkunci rapat.Arion menatap layar itu lama, seolah dengan kekuatan tatapannya ia bisa membuat pesan itu menguap menjadi debu. “Kenapa harus sekarang…” gumamnya, suaranya tercekat dan terasa asing di telinganya sendiri.Ia memejamkan mata, menekan
Last Updated: 2025-10-23
Chapter: Bab 21Pagi di apartemen itu terasa lebih berat dari biasanya. Bukan sekadar sunyi, tapi terasa sesak, seolah udara pun ikut menahan napas. Tirai jendela masih tertutup setengah, menyaring cahaya matahari yang berusaha keras menembus awan.Shana duduk tegak di meja makan, memutar-mutar sendok di tangannya tanpa selera. Di hadapannya, semangkuk bubur ayam yang sudah dingin. Aroma rempahnya tak mampu menarik perhatiannya. Ia belum menyentuhnya sama sekali, seolah perutnya pun ikut-ikutan menolak menerima apa pun.Suara pintu terbuka pelan di belakangnya, nyaris tanpa bunyi, membuat punggung Shana menegang lalu perlahan menoleh.Arion muncul di ambang pintu. Wajahnya terlihat letih, dengan kantung mata tipis yang tak bisa disembunyikan. Rambutnya sedikit basah, dan jaket kulit hitamnya masih meneteskan sisa air hujan, meninggalkan jejak gelap di lantai kayu.“Kakak baru pulang?” tanya Shana, suaranya pelan dan berusaha keras terdengar datar, seolah hanya menanyakan hal rutin.Arion mengangguk s
Last Updated: 2025-10-21
Chapter: Bab. 20Ponsel Shana bergetar di atas meja. Layar menyala, menampilkan nama yang sudah terlalu akrab dan membawa beban harapan. Arion. “Sha, aku nggak tahu apa yang kamu dengar. Tapi tolong… jangan percaya siapa pun dulu. Aku bakal pulang malam ini. Kita bicara.” Shana membaca pesan itu berulang kali. Ada kelegaan yang samar—setidaknya Arion belum menghilang. Namun, kalimat itu juga terasa penuh perhitungan, seperti langkah yang diatur untuk menghindari jebakan emosi, bukan penjelasan murni.Ia meletakkan ponsel itu dengan hati-hati, seperti menaruh benda rapuh. Menatap hujan yang kini hanya tersisa gerimis halus, gerimis yang terasa seperti jeda yang panjang. Waktu berjalan lambat, seolah menuntut kesabaran yang tak ia miliki.Dan akhirnya, suara langkah terdengar di depan pintu. Langkah yang dikenalnya, langkah yang membawa serta semua kegelisahannya. Shana refleks menoleh.Ketika pintu terbuka, Arion berdiri di sana—basah, kelelahan, tetapi tatapannya membawa ketenangan yang dipaksakan. Ke
Last Updated: 2025-10-20