Hasrat Kakak Tiri

Hasrat Kakak Tiri

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-09-30
Oleh:  Gibran DangumaosBaru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
5Bab
11Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Apa jadinya kalau adik tiri yang seharusnya jadi keluarga… justru berubah jadi godaan terbesar? Arion, mahasiswa semester akhir yang hidupnya selalu rapi dan teratur, mendadak kehilangan kedamaian ketika ayahnya menyuruhnya menerima adik tirinya tinggal bersama di apartemennya. Shana—adik tiri yang baru setahun di bawahnya. Ia adalah kebalikan dari dirinya- berisik, spontan, dan seenaknya. Awalnya Arion hanya berusaha menjaga jarak. Namun ada satu kebiasaan aneh Shana yang membuat segalanya rumit—ia sering berjalan dalam tidur dan tanpa sadar masuk ke kamar Arion hampir setiap malam. "Kamu sadar nggak, Shana... kalau setiap kali kamu masuk ke kamarku, aku harus berjuang mati-matian buat nggak menarikmu lebih dekat?" WARNING 21+

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab 1. Benteng yang Hancur

Apartemen itu selalu sunyi. Bagi Arion, keheningan adalah sebuah kemewahan yang ia bangun dengan keringat dan pengorbanan. Suara yang mengisi ruangan hanyalah dengungan pendingin ruangan, irama konstan dari ketukan halus keyboard, dan gemericik air hujan yang memantul di kaca jendela, seolah alam pun ikut menenangkan dunianya. 

Arion duduk tegak di depan meja belajarnya, menatap layar laptop dengan mata yang nyaris tak berkedip. Cahaya putih kebiruan dari layar itu menerangi wajahnya yang kaku, menyorot garis rahang yang keras dan bibir yang terkatup rapat. 

Di sekelilingnya, ruangan tampak begitu bersih, rapi, nyaris steril dari barang-barang yang tidak perlu. Buku-buku tersusun rapi di rak, disusun berdasarkan subjek dan ukuran, pakaian dilipat sempurna di lemari, dan setiap perabot tertata dengan jarak yang pas. Tidak ada satu pun yang mengganggu harmoni.

Inilah dunianya. Sebuah benteng pribadi yang ia bangun dengan susah payah, batu demi batu, jauh dari kebisingan, jauh dari drama, dan jauh dari kata "keluarga" yang baginya sudah kehilangan maknanya. Keluarga baginya hanyalah janji rapuh, sebuah ikatan yang mudah retak hanya karena ego dan pengkhianatan. Ia telah memutuskan hubungan itu sejak lama, atau setidaknya, ia mencoba.

Ketika akhirnya kedamaian yang ia cintai itu pecah saat layar ponselnya menyala, memancarkan nama yang sudah lama tak ingin ia lihat. Nama itu seperti bel peringatan, sebuah pengingat akan masa lalu yang ingin ia kubur dalam-dalam. 

Arion menarik napas panjang, jari-jarinya sempat ragu sebelum menyentuh tombol hijau, seolah menunda detik-detik kehancuran yang akan datang.

"Ya?" suaranya datar, tanpa emosi, sebuah perisai yang selalu ia gunakan saat berbicara dengan pria itu.

"Arion, Ayah titip adik kamu, ya. Dia tinggal sama kamu," suara ayahnya terdengar santai, seolah mengumumkan sesuatu yang sepele. Tidak ada nada meminta maaf, tidak ada penjelasan, hanya perintah.

Alis Arion mengerut. "Adik?" suaranya meninggi, sebuah tanda bahwa perisainya mulai retak. "Memangnya aku punya adik?"

"Namanya Shana, itu adik tiri kamu," jawaban itu meluncur tanpa jeda, seakan-akan sudah dipikirkan jauh-jauh hari. "Besok sore dia sampai di apartemenmu. Ayah rasa urusan kuliah dan keamanannya lebih terjamin kalau dia sama kamu."

Arion berdiri dari kursinya, tangannya mengepal di sisi tubuh. "Kenapa harus di apartemenku? Bukankah ayah bisa menyewakan tempat lain?"

"Itu lho, adik kamu kan masuk kampus di dekat situ. Pokoknya jagain baik-baik," sahut sang ayah, menghindari semua pertanyaan Arion. Setelah itu, telepon terputus begitu saja. Tanpa basa-basi. Tanpa ucapan selamat tinggal.

Arion menatap layar ponselnya yang kini gelap, rahangnya mengeras, urat di lehernya menegang. Ia ingin membanting benda itu ke lantai, menghancurkannya berkeping-keping, sama seperti hatinya yang dulu dihancurkan. 

Kata-kata ayahnya berputar di kepala. 

Dadanya terasa sesak, seolah ada beban berat yang menindih. Sejak kapan ia punya adik? Sejak kapan pernikahan kedua ayahnya jadi urusan yang harus ia tanggung? Baginya, semua itu hanya pengkhianatan. 

Janji keluarga yang rapuh, ikatan yang mudah retak. Dan sekarang, ia harus berbagi ruang dengan orang asing yang tiba-tiba dipanggilnya "adik." Menyebalkan. Sangat menyebalkan. Ia merasa seperti sebuah objek, alat yang digunakan ayahnya untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.

Keesokan harinya, bel pintu apartemen berbunyi. Arion baru saja menyeduh kopi, menikmati aroma pahit yang menenangkan, ketika terdengar suara ceria menyapanya.

"Hi Kak Arion! Aku Shana! Sementara ini aku tinggal di sini dulu ya. Aku janji gak akan ngerecokin kamu kok."

Pintu baru setengah terbuka, tapi gadis itu sudah mendorong masuk dengan semangat. Senyumnya lebar, matanya berbinar, seolah tidak ada dinding yang bisa menghentikannya. Sebelum Arion sempat mengucapkan sepatah kata pun, Shana sudah melangkah masuk dengan langkah ringan seperti angin. 

Tas besar jatuh di sofa dengan suara keras, jaket terlempar begitu saja ke sandaran kursi, seolah apartemen steril ini adalah rumah masa kecilnya. Shana lalu menyalakan TV tanpa ragu, memilih drama Korea dengan volume keras. Tawa cemprengnya segera memenuhi ruang tamu.

Arion hanya bisa berdiri mematung di ambang pintu, menatap kehancuran yang terjadi di depan matanya. Tornado. Begitulah kesan pertama yang terlintas di kepalanya. Sementara dirinya adalah hujan tenang yang dingin, gadis itu datang dengan badai, membawa kekacauan dan suara ke dalam bentengnya.

"Kak, ada kopi enggak?" suara Shana terdengar dari dapur. Ia sudah membuka-buka laci tanpa izin, seolah rumah itu miliknya sejak lahir.

Arion menunjuk ke arah rak atas tanpa menoleh. "Di situ." Jawabannya pendek, dingin, hanya sekadar formalitas.

Shana tidak menggubris nada itu. Ia terus berceloteh, tertawa sendiri melihat adegan drama. Bagi Arion, setiap suara itu seperti jarum yang menusuk-nusuk telinganya. Malam itu ia duduk lagi di meja belajarnya, mencoba fokus pada skripsi. Tapi suara TV, dentuman tawa, bahkan suara sendok yang jatuh dari dapur membuat pikirannya pecah berkeping-keping.

Ketika akhirnya Shana masuk ke kamar yang baru ia rapikan (dulu hanyalah gudang kecil), Arion masih bisa bernapas lega. Keheningan kembali. Ia menyandarkan kepala, memejamkan mata. "Setidaknya, malam ini aku bisa tidur," gumamnya.

Namun, pukul dua dini hari, Arion terbangun. Ada hawa dingin yang tiba-tiba menyeruak masuk serasa menusuk tulangnya. Gorden kamarnya terbuka, cahaya bulan menelusup masuk, menebar sinar pucat ke seluruh ruangan. Ia bangkit, berjalan ke jendela untuk menutup tirai. Tapi langkahnya terhenti. Ada perasaan aneh. Seperti ada kehadiran lain.

Dengan waspada, Arion menoleh. Matanya langsung melebar. Di atas kasurnya—ada Shana.

Gadis itu berbaring meringkuk, mengenakan piyama flanel biru dengan motif sederhana. Rambut panjangnya berantakan menutupi sebagian wajah. Napasnya teratur, bibirnya sedikit terbuka, wajahnya polos dalam tidur. Aroma sampo floral menguar lembut, menyatu dengan bantal Arion.

Arion terdiam. Bagaimana mungkin? Pintu kamarnya kan terkunci. Ia yakin tidak mungkin lupa.

Ia melangkah pelan mendekat, seperti predator yang mengintai mangsanya. Wajahnya tegang, matanya menyipit penuh curiga. Tapi sebelum ia sempat berpikir panjang, tubuh Shana bergeliat perlahan. Tangannya bergerak mencari sesuatu, meraba-raba bantal di sebelahnya. Dan tanpa sadar—jari-jarinya menyentuh tangan Arion.

Arion terperanjat. Sentuhan itu hangat, lembut. Sekilas saja, tapi cukup untuk membuat jantungnya berdegup keras. Ia buru-buru menarik tangannya, wajahnya menegang. "Ini… apa-apaan?" gumamnya pelan.

Ia menatap Shana lagi. Dalam tidur, wajah gadis itu tampak begitu tenang, seakan-akan dunia tidak pernah menyakitinya. Tidak ada yang tahu bahwa kehadirannya adalah sebuah masalah.

Arion mengguncang-guncang bahu Shana. "Bangun… Hey bangun!" Suaranya rendah tapi tegas.

Tidak ada respons. Ia mencoba lagi, kali ini lebih keras. Shana hanya menggerakkan kelopak mata, tapi tidak terbuka. Wajahnya justru terlihat gelisah, bibirnya bergetar pelan.

Tiba-tiba, Shana bangkit duduk. Matanya tetap terpejam, tubuhnya limbung. Tanpa aba-aba, ia menubruk dada Arion, bersandar erat seolah mencari perlindungan.

Pelukan itu mengejutkan Arion. Tubuh Shana yang kecil tapi hangat. Wajahnya menempel di leher Arion, napasnya lembut menyapu kulitnya. Aroma manis sampo yang masih segar menusuk indera. Arion membeku. Jantungnya berdetak makin kencang, keringat dingin mulai merebak di pelipisnya. Tangannya terkatup di udara, tidak tahu harus mendorong atau menahan.

"Jangan pergi…" suara lirih Shana terdengar, pecah dan bergetar. "Jangan tinggalin aku lagi."

Arion terdiam. Kata-kata itu menancap dalam, menusuk bagian terdalam yang sudah lama ia kunci rapat-rapat. Tangannya bergetar. Ia seharusnya menolak, melepaskan gadis itu, berteriak. Tapi yang keluar hanyalah napas berat yang tertahan.

Shana semakin erat memeluknya, kepalanya menempel di dada Arion. Jantungnya berdebar begitu kencang, seakan membongkar rahasia yang ia sembunyikan dari semua orang. Arion bisa merasakan setiap tarikan napas Shana, bisa mencium harum rambutnya yang menyusup terlalu dalam.

Lalu, tiba-tiba—Shana mengangkat wajahnya. Masih dengan mata terpejam, bibirnya hampir menyentuh rahang Arion. Hanya jarak sekian senti. Arion membeku. Tubuhnya menegang. 

Sebelum ia sempat berpikir lebih jauh, bibir Shana bergerak pelan, nyaris membisikkan sesuatu lagi.

"Jangan tinggalin aku…"

Arion terperangkap. Ia tidak bisa mundur, tidak bisa maju. Hanya bisa menatap wajah adik tirinya yang begitu dekat, sementara dunia di sekitarnya terasa hening. Lalu—suara pintu kamar klik pelan, seakan terkunci dari dalam.

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
5 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status