Liontin berusia 22 tahun. Bercerita pada kekasihnya Sandrian,berusia 25 tahun kalau dia sering merasa aneh dengan kelakuan ibunya. Hampir setiap malam dia mendengar suara aneh dalam kamar ibunya. Seperti suara desahan. Tapi setiap kali dia ingin mengecek apa yang terjadi. Kakaknya Wulan selalu marah -marah padanya. Ya. Dirumah itu dia memang selalu diperlakukan tidak baik. Hanya Bi Siti, sang ART dan adiknya Anggun, yang selalu menyayangi dirinya. Ayah mereka sudah meninggal dunia saat dia berusia tiga tahun. Ada apa dengan Ibu mereka. Bu Santy, itulah nama Ibu mereka. Ikuti terus kisah mereka ya beb???
Lihat lebih banyak“Ohhh… Hhhhh… shhh…”
Suara itu kembali masuk memenuhi indera pendengar Liontin, saat gadis berusia 22 tahun itu menginjakkan kakinya ke dalam rumah. Gadis yang baru saja pulang kuliah itu mengerutkan keningnya dan menajamkan pendengarannya agar bisa mendengar lebih jelas lagi suara aneh itu. “Dari kamar mama lagi? Sebenarnya apa yang sedang mama lakukan?” gumamnya sambil mendekati pintu kamar sang ibunda. “Oouh… hhhh… in.. Ini nik… nikmat sekali Sa… yang. Le… lebih keras lag… lagi. Lebih dalam lagi. Hhhh…” Kini terdengar suara ibunya berbicara dengan suara tersengal -sengal. Kriet… kriet… kriet… Suara deritan ranjang bersahut -sahutan dengan suara desahan dan erangan itu. Karena tak bisa memendam rasa penasaran, Liontin mengangkat tangannya dan mengetuk pintu kamar ibunya. “Ma! Mama!!!” panggil Liontin dengan nada pelan. Suara desahan dan deritan ranjang itu pun seketika menghilang. Tapi tak ada jawaban. “Mama. Ini Liontin Ma. Mama ada di dalam kan?” Tetap tak ada jawaban. “Ma. Lion tahu kalau mama ada di dalam. Sebenarnya mama lagi ngapain dan sedang sama siapa di dalam? Kenap…” “Woi!!! Ngapain kamu berdiri di depan kamar mama?” Terdengar suara seseorang dari arah belakang membuat Liontin langsung menghentikan ucapannya. “Kak Wulan. Aku mendengar su…” “Suara aneh itu lagi? Astaga Liontin. Kamu ini kenapa sih? Kamu selalu bicara yang tidak jelas. Aku tidak mendengar suara apa -apa di dalam. Tapi kamu?” “Tapi itu memang benar adanya Kak. Bahkan baru saja tadi aku mendengar suara itu lagi. Suara des…” “Stop Lion. Kamu selalu saja membuat cerita yang tidak benar. Heran deh aku sama kamu. Dia itu ibu kita loh. Tapi kamu ngomongnya nggak pakai mikir dulu.” “Kak Wulan. Ak…” Wulan mencekal lengan Liontin dengan keras, membuat Liontin merintih kesakitan. “Aw… sakit kak. Lepasin.” “Ayo. Daripada kamu ngomong nggak jelas. Mendingan kamu siapkan makan siang buat kakak. Kakak baru pulang syuting. Kakak capek. Cepat.” Wulan menarik -narik tangan Liontin dan mendorong tubuhnya ke dapur sehingga gadis itu terjerembab ke lantai dapur. Bi Situ yang sedang memasak terkejut melihat Liontin terjatuh tak jauh dari kakinya. Dia lalu berjongkok di hadapan Liontin dan membantu gadis itu untuk berdiri. “Non Liontin nggak apa -apa kan? Nggak ada yang terluka?” “Halah. Lebay. Hanya begitu saja luka. Ayo cepat buatkan aku makan siang. Nasi goreng plus telur mata sapi. Jangan lupa. Susu coklat panasnya.” Wulan lalu segera berlalu dari depan pintu dapur. Bu Siti mengelus lutut Liontin yang terlihat sedikit memerah. “Sakit ya Non? Kalau begitu Non duduk saja di sini. Biark bibi yang buatkan makan siang Non Wulan.” “Eitsss…” Wulan kembali menghadap ke dapur. “Bibi tidak boleh membantunya. Kalau bibi ketahuan membantu Liontin, makan bi Siti akan aku pecat. Paham?” “I.. Iya Non Wulan. Bibi paham.” Wulan lalu bergegas meninggalkan ruangan. Bi Siti menatap wajah Liontin dengan raut wajah sedih. “Maafkan Bi Siti ya Non. Bibi tidak bisa membantu Non.” “Iya Bi. Liontin nggak apa -apa kok. Lion juga tak ingin bibi dipecat. Kalau bibi pergi, lalu siapa yang nanti akan temani Liontin di sini. Oya, di mana bawang merah dan bawang putihnya? Bibi cukup tunjukkan tempatnya biar Lion ambil sendiri.” “Ada di rak yang sebelah kanan Non.” Liontin meletakkan begitu saja tas kuliahnya di atas meja lalu mengambil bawang dan mulai mengupasnya dengan perlahan -lahan. “Hati -hati kalau motongnya Non. Nanti terluka.” “Iya Bi. Oya, apa bibi pernah mendengar sesuatu dari dalam kamar mama?” “Suara aneh itu ya Non? Hmmm… bibi nggak dengar apa- apa?” “Hah? Benar bibi nggak dengar? Yakin?” “Iya Non. Bibi nggak dengar apa -apa.” “Kalau bibi nggak dengar apa -apa kenapa tadi bibi bisa tahu suara aneh? Padahal Liontin nggak ngomong suara aneh tadi.” “Oh hmmmm itu…” Bi Siti terlihat salah tingkah. “Hmmm itu.. Tadi bibi nggak sengaja mendengar pembicaraan Non Liontin sama Non Wulan. Maaf.” “Iya Bi. Nggak apa- apa.” Liontin lalu melanjutkan pekerjaannya, menyiapkan makan siang kakaknya. Dia yakin Bi Siti pasti juga pasti mendengarnya. Tapi bi Siti tak berani bicara karena setatus dia cuma ART di rumah berlantai dua itu. Bahkan mungkin saja Bi Siti tahu sesuatu tapi tak berani menceritakannya pada Liontin karena mungkin diancam. Saat mau mengantarkan makanan untuk Wulan, terlihat seorang pemuda seusia Wulan sedang berada di ruang tamu ditemani oleh Wulan dan Mama Santy. “Nak Bob. Ini putri keduaku namanya Liontin. Dan Liontin. Ini Nak Bobby. Dia yang sudah banyak membantu Wulan hingga bisa mendapatkan peran utama di di film Seksi Girl yang akan segera tayang di bioskop.” Mama Santy bicara panjang lebar. “Ah ibu bisa saja. Aku hanya sedikit mengarahkan saja. Memang pada dasarnya Wulan memang orangnya cantik dan pandai. Aktingnya memang maksimal banget. Aku yang sudah banyak garam pun rasanya kalah saing deh dengan dia. Aku yakin sebentar lagi Wulan bakal jadi artis terfavorit di tahun ini. Bakal ada banyak fansnya. Apalagi ibu juga pandai ngelobi seperti ini.” Wulan dan Mama Santy terlihat begitu tersanjung dipuja seperti itu. Sementara itu Liontin merasa sedikit risih melihat mama Santy dan Bobby agak sedikit berbeda cara saling bertatapannya. “Oya, kalau begitu aku ke kamar dulu Ma. Permisi Kak Bobby. Kak Wulan.” “Iya. Silahkan cantik.” jawab Bobby sambil tersenyum ramah. Liontin langsung bergegas menuju kamarnya yang berada di lantai atas. Masih terdengar suara tawa Mama Santy, Wulan dan Bobby di bawah sana. “Pantas saja putri -putri ibu pada cantik -cantik. Ternyata menurun dari sang ibunda sendiri. Sudah cantik, bodi oke, supel pula.” “Ah… nak Bobby bisa saja. Oya, kamu juga belum bertemu putri bungsu ku. Namanya Anggun. Dia bahkan paling cantik dari semua -semuanya. Kalau Liontin mah kecil.” Begitulah suara -suara yang masih tertangkap telinga Liontin sebelum semakin jauh naik ke atas. *** *** *** Setelah berganti pakaian Liontin langsung melemparkan diri ke atas ranjang empuknya. Ingin turun untuk makan siang tapi malas karena kalau turun berarti dia harus bertemu lagi dengan pemuda bernama Bobby itu. Tok..tok..tok.. “Non Liontin.” Terdengar suara pintu diketuk dari luar disusul suara Bi Siti memanggil namanya. Kriet… Liontin bergegas membuka pintu untuk perempuan bertubuh gempal. “Maaf Non, mengganggu. Bibi hanya mau mengantar tas Non yang ketinggalan di dapur.” Bi Siti menyerahkan tas berwarna tosca itu pada Liontin. “Oh iya Bi. Makasih.” “Sama -sama Non. Tapi apa Non nggak mau makan siang dulu?” “Nanti saja Bi. Liontin mau istirahat sebentar.” “Iya Non. Kalau Non mau makan siang, nanti panggil bibi saja. Biar bibi siapkan.” “Iya Bi. Sekali lagi makasih.” Begitu bi Siti pergi, Liontin kembali menutup pintu kamarnya. Bersambung.“Kalian sudah Cin?” tanya Monica pada Yocin, bodyguard kepercayaannya itu.“Sudah Non.”“Lalu mana Sarina?” kali ini Axel yang bertanya.“Kak Sarina pergi tuan. Sama Kak Arqiles. Katanya mau nonton pasar malam.”“Kok kamu nggak ikut Cin?”“Nggak deh Non, orang lagi pacaran. Buat apa aku ikut.”“Kenapa nggak ajak kak Aditya saja. Aku lihat sendiri tadi ada yang sering lirik lirik sama si alias mata tebal.” ujar Monica menggoda Yocin.“Tuan. Non Monica. Aku nggak lirik lirik kak Aditya kok. Aku cuma sedang mikir saja. Kok bisa ya Tuan Lijong punya teman di Indonesia.” elak Yocin dengan wajah bersemu merah.“Perasaan kita tidak menyebut nama orang loh. Kok ada yang merasa.” kikik Monica sambil menatap wajah Axel.“Rupanya ada yang diam diam jatuh cinta pandangan pertama nih.” Axel pun ikut menggoda bodyguard kepercayaan istrinya itu, membuat gadis itu semakin merona merah wajahnya.Keduanya tertawa melihat wajah Yocin yang semakin salah tingkah karena mereka.“Ehhh tapi… kamu merasa ngga
Hmmm… jadi Om Pilipz sudah tahu siapa itu Liontin? Lalu Om ingin Liontin gimana?” tanya Mama Clara begitu melihat om Pilipz tidak melanjutkan ucapannya.“Iya. Aku tahu siapa dia. Dan aku ingin dia… segera pergi dari tempat ini. Aku tidak ingin anak itu menginjakkan kakinya lagi di dekat makam putriku Lidya.”“Tapi Kek. Aku ini putri mama Lidya. Aku…”“Stop Liontin. Sejak putriku tiada, kamu bukan siapa-siapanya. Dan satu hal lagi, jangan pernah panggil aku kakek karena kamu bukan cucuku.”“Tapi Kek. Sebenci apapun kakek sama Liontin, tetap saja Liontin itu cucu kakek.”“Tidak ada seperti itu Nak Rian. Tidak ada dalam kamus hidupku punya cucu seperti dia. Aku alergi punya cucu yang dalam tubuhnya mengalir darah miskin.”“Astaga Om Pilipz. Aku nggak nyangka sama sekali kalau om bisa setega itu pada darah daging om sendiri.”“Cukup. Kalau Nak Clara masih ingin tetap di sini, usir anak itu. Tapi kalau tidak, segera pergi juga dari tempat ini. Pilihannya ada di tangan kamu, pilih sahabat
Kalian berdua cepat ke toko bunga. Beli bunga lili dan tulip sebanyak-banyaknya. Mama kamu suka bunga lili dan tulip.” ucap mama Clara pada Liontin dan Sandrian setelah makan.Melihat Mama Clara mengeluarkan dompetnya, Sandrian menahan tangan ibunya.“Tidak usah Ma. Sandrian punya kok.”Mama Clara tersenyum dan membelai pipi putra keduanya itu.“Uhmmmm anak mama nih. Sudah cakep, baik hati lagi.“Ah mama bisa saja.”“Ya sudah. Kalian cepat beli bunganya. Sore ini juga kita akan ke sana. Ke makam ibumu.”“Kata Anggun dia ingin ikut berziarah ke makam mama. Kami boleh menjemputnya sekarang?”“Boleh dong sayang.” jawab Mama Clara sambil mencubit pipi gadis cantik kesayangan putra nya itu.Keduanya lalu bergegas menuju toko bunga langganan mama Clara.Tak ingin terkena macet di jalanan Sandrian memilih menggunakan motor saja.“Bagaimana dengan Anggun ya Sayang?”“Sudah aku chat Ian. Dia akan menunggu kita di toko.”“Kalau begitu kita langsung ke sana.”*** *** ***“Mau ke mana Anggun?” ta
Sandrian sangat merasa gelisah karena Liontin belum juga tiba.Apalagi saat menelpon tadi dia mendengar suara Liontin sedikit sengau. Terdengar ada isak disela pembicaraan mereka.“Oh my God My Sweetheart. Kenapa kamu terlalu lama tiba? Ada apa dengan dirimu Sayang?” gumamnya sambil mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana jeansnya, hendak menelepon kekasihnya itu.Tapi baru saja dia mencari nomor kontak Liontin, gadis itu sudah datang.Berlari ke arahnya dan memeluknya erat sambil menangis.Tak banyak tanya Sandrian membalas pelukan itu dan mengelus lembut kepalanya.Terlalu banyak pertanyaan bergelayutan di otaknya tapi dia harus menunggu pacarnya itu tenang dulu.Beberapa saat kemudian tangis Liontin mulai redah.Terlihat dia sedikit lebih tenang.Sandrian menatap wajah Liontin yang sangat kuyu.Matanya sembab dan memerah. Sepertinya dia sudah terlalu banyak menangis.“Temukan aku orang itu Ian.” ucap Liontin sebelum Sandrian bertanya.“Orang itu? Siapa?”“Yang memberi foto it
Pagi itu, seperti biasanya Liontin membantu Bibi Siti memuat sarapan.Tiba-tiba saja dia teringat sesuatu, dia lalu bergegas ke kamarnya dan tak lama kemudian dia kembali sambil membawa ponselnya.“Hmmm… bibi kenal orang ini?”katanya sambil terlihat masih sibuk dengan ponselnya itu.“Siapa Non? Laki-laki atau perempuan?”“Perempuan Bi. Ini.”Liontin memberikan ponselnya pada Bibi Siti dan ART berbadan sedikit gempal itu menerimanya dengan hati -hati.Takut benda pipih itu terjatuh dari tangannya dan rusak.Mata Bibi Siti langsung membulat saat menatap ponsel Liontin.Dadanya sedikit terlihat turun naik.“Non. Eh… non dapat poto dari mana? Siapa yang memberi poto ini pada Non?”“Dari Sandrian Bi. Hmmm kenapa? Apa bibi kenal orang itu? Siapa ya Bi?”Bukannya menjawab pertanyaan Liontin, bi Siti malah mendekap erat ponsel Liontin sambil memejamkan matanya.Air matanya lolos begitu saja.“Kenapa Bibi menangis? Apa ini putri Bibi?” tanya Liontin pelan.Bibi Siti membuka matanya dan menata
Melihat wajah Bobby yang terlihat begitu shock, hati Mama Santy bersorak girang.‘Yes!!! Cemburu juga dirimu kan? Sakitnya tuh dari hati tembus ke jantung kan Bobby Sayang? Nah itu juga yang aku rasakan.’Dengan sedikit berjinjit Mama Santy memberikan satu kecupan manis di pipi Pak Dion, membuat mata Bobby terbelalak.“Astaga Nak Bobby. Kenapa wajahnya memerah? Malu ya lihat Tante ehhh salah calon mantu mesraan seperti ini?”“Hmmm tidak Tante. Tapi maaf… boleh aku bicara sama Pak Dion. Sebentar saja.”Pak Dion menatap wajah Mama Santy seolah -olah sedang meminta izin dulu.“Iya Sayang. Tapi jangan lama -lama.” kata Mama Santy pada Pak Dion dengan manja.Bobby membalikkan badannya dan melangkah lebih dulu ke teras.Pak Dion pun mengikuti langkah Bobby setelah mengecup mesra punggung tangan kanan mama Santy.“Ada apa Bob? Aku lihat sejak Dek Santy mengumumkan kalau kita sudah jadian, sikap kamu aneh. Kenapa?”“Bukan aku yang aneh tapi bapak yang aneh. Bapak tidak seperti biasanya. Bapa
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen