Home / Romansa / 100 HARI CINTA / Awal pertemuan

Share

100 HARI CINTA
100 HARI CINTA
Author: Yuliyhana

Awal pertemuan

Author: Yuliyhana
last update Last Updated: 2021-05-16 10:11:44

Wanita dengan manik hitam segelap malam itu menatap ke arah pria paruh baya di hadapannya dengan mata membulat, ekspresi wajahnya menunjukkan ketidakpercayaan atas semua hal yang baru saja dia dengar. "Ayah!" teriak wanita itu, tak mampu menahan amarahnya lagi. "Demi seorang jal*ng, Ayah mengusir kami?!" Jarinya menunjuk ke arah seorang wanita muda yang memasang wajah ketakutan di belakang sang ayah.

Tentu saja itu hanya sebuah kepura-puraan. "Dasar rubah!" gumam Alvira yang masih bisa didengar oleh ayahnya.

"Alvira! Jaga ucapanmu!"

"Sudah, ayo kita pergi dari sini, tidak usah membuat tenaga kakak habis hanya gara-gara sampah seperti mereka!" Raka membawa kakak dan ibunya untuk menjauh dari rumah yang sejak kecil ia tinggali.

Alea tidak mampu berkata, hatinya begitu rapuh saat mengetahui orang yang dicintai sudah berhianat. Dengan mengeret koper ia meninggal rumah megah yang banyak kenangan di dalamnya. Mereka pergi tidak membawa apa-apa hanya pakaian yang boleh dibawa, semua fasilitas diambil kembali pada sang kepala keluarga. 

***

Semenjak perpisahan itu terjadi Alvira harus bekerja membantu sang ibu Alea mencari uang. Pada malam hari ia bekerja sebagai waiters di kafe milik sahabatnya. Jika pagi ia akan pergi kuliah, Menjadi mahasiswa di fakultas kedokteran yang sebentar lagi akan menyandang gelar S.ked. Sedangkan adiknya Raka baru saja duduk di bangku kuliah semester awal. Awalnya Raka menolak untuk melanjutkan pendidikannya karena biaya yang dibutuhkan akan sangat banyak, ia berencana untuk mencari kerja sesuai kemampuan dirinya untuk membantu ibu dan kakaknya.  Tapi Alvira tidak mengizinkannya, Alvira terus membujuk Raka agar melanjutkan pendidikannya soal biaya biar menjadi tanggung jawabnya. Setelah Alvira dan ibunya terus mendesak dirinya akhirnya Raka pun menurutinya untuk melanjutkan pendidikannya dengan memgambil jurusan bisnis dan manajemen. Dengan impian dirinya akan menjadi pembisnis yang berhasil seperti ayahnya yang sudah tidak diketahui kabarnya lagi.

“Hai, ngelamun aja lo?” seru Vita saat melihat Alvira duduk di bangku kantin sambil menatap kosong gelas yang ada di depannya.

“Apaan sih lo kagetin aja,”seru Alvira.

“Mikirin apa sih calon ibu dokter?” tanya Vita sambil menyenggol lengan Alvira yang dibuatnya bertumpu pada wajahnya.

“Apaan sih lo, lo juga calon dokter kali," jawab Alvira yang tidak terima dengan pernyataan Vita.

“Lo nggak makan?” tanya Vita yang melihat di meja Alvira hanya ada segelas minuman berwarna kuning.

“Enggak gua masih kenyang," balas Alvira masih banyak diam sambil mengaduk-aduk minuman berwarna kuning di depannya,

“Yakin masih kenyang, temani gua makan yuk kita pergi ke kafe yang ada diujung sana. Masih ada waktu satu jam lagi bukan untuk ketemu sama pak dosen,"desak Vita sambil mengoyang-goyang kan lengan Alvira.

“Gua udah kenyang Vit, elo aja deh," tolak Alvira dengan suara lembut.

“Ayolah temani gua, masa lo tega biarkan gua makan sendiri entar gua diculik sama cowok ganteng gimana?” Vita memohon agar Alvira mau menemani diri nya. Vita tau kalau Alvira bukannya kenyang dia hanya menghemat pengeluaran saja karena Alvira harus memikirkan Raka dan ibunya.

Vita terus merengek untuk minta ditemani makan siang. Pada akhirnya Alvira menyetujui, karena Vita terlihat seperti anak  kecil yang minta di belikan perman. Dengan menggunakan mobil milik Vita mereka menuju kafe Pinky yang jaraknya tidak jauh dari kampus mereka.

“Elo mau makan apa?” tawar Vita. Begitu sampai di kafe dan keduanya sudah duduk di bangku pojokan kafe tersebut.

“Jangan bilang kalau loe sudah kenyang ya, ayo pesan gua bayarin kok. Lo tenang aja,” sambung Vita lagi sambil melihat daftar menu makananya.

“Bukannya gitu tapi--?"

“Udah ayo pesan nggak ada tapi-tapian," timpal Vita.

Karena menunggu Alvira yang lama banget mikirnya akhirnya Vita yang memesan dua menu makanan.

“Lo kenapa sih?” selidik Vita.

“Ada masalah, kalau ada tuh cerita ke gua siapa tau gua bisa bantu jangan dipendam sendiri.”

“Gua mikirin nasib kuliah nih, apa gua bisa nyandang gelar dokter nantinya. Usaha kue nyokap akhir-akhir ini terjadi penurunan. Kalau ngandalin gaji gua di kafe mah, nggak bakal cukup." adu Alvira lesu.

“Elo semangat dong, gua yakin lo bakal jadi dokter muda. Soal biaya nanti gua bantu, Lo tenang aja ya," sahut Vita.

“Kenapa enggak kasih tau bokap lo aja, gua yakin bokap lo mau bantu biayanya,” lanjut Vita memberi saran.

“Gua takut diusir lagi, lo tau sendiri kan istrinya gimana?” lirih Alvira yang sudah menyandarkan punggungnya di sandaran kursi.

“Gua kapok ah ke sana lagi, malas gua cari ribut.” 

“Ya udah nggak usah dipikirin dulu, kita makan dulu yok dah lapar nih,” ajak Vita karena cacing dalam perutnya dari tadi sudah memanggil minta diisi.

Vita memperhatikan Alvira yang begitu lahap dengan makanannya betul saja dugaannya tadi kalau sebenarnya Alvira juga lapar. Mereka makan saling diam tidak ada obrolan yang terjadi keduanya fokus pada makanan dan pikirannya masing masing.

Selesai makan keduanya kembali ke kampus karena jam masuk sebentar lagi. “Sebentar lagi kita koas nih lo senang nggak akhirnya kita bisa bantu-bantu di rumah sakit nih,” seru Vita sambil matanya fokus pada jalanan.

“Gua sebenarnya senang sih malah udah nggak sabar banget, tapi apa tabungan gua cukup yah?” lirih Alvira kembali mengingat keuangannya yang semakin menipis.

“Lo tenang aja, kalau bokap lo nggak mau kasih uang. Biar gua yang bantu," jawab Vita penuh keyakinan. Vita membelokkan mobilnya memasuki pelataran kampus. Keduanya berjalan menuju ruang dosen. Saat menaiki anak tangga Alvira tidak sengaja menabrak seseorang hingga buku yang berada ditangannya jatuh berserakan.

“Lo nggak liat apa?” cerca Alvira.

“Maaf gua nggak sengaja, gua buru-buru,” ucapnya sambil memungut buku milik Alvira.

“Walau buru-buru mata tuh dipake,” teriak Alvira sambil menunjuk matanya.

“Kan gua juga udah minta maaf, ni buku lo,” ucapnya sambil menyerahkan buku milik Alvira dan berlalu pergi.

“Ih ngeselin banget sih tuh orang, main pergi aja," sambil menatap kepergian orang tersebut menjauh darinya.

“Udah dong, dia juga tadi udah minta maaf kan," ucap Vita sambil menarik lengan Alvira.

“Iya tapi tuh cowok ngeselin banget. Lo tau nggak siapa dia?” tanya Alvira yang masih penasaran dengan penabrak.

Vita mengangkat kedua bahunya sambil melangkah menuju ruang dosen, tangannya masih menarik lengan Alvira.

***

Daffin Mallory adalah pewaris tunggal kerjaaan bisnis milik sang papi Ahmad Mallory. Menjadi anak tunggal yang mengharuskan Daffin meneruskan bisnis keluarganya. Beruntung dirinya juga mempunyai otak yang sangat cerdas jadi tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mempelajari kerjaan bisnis papinya.

Menjadi seorang CEO yang mempunyai beberapa bisnis membuat Daffin belum memiliki kekasih hati. Hari-harinya disibukkan dengan kerja dan kerja. Seperti hari ini ia harus datang ke kampus untuk melakukan meeting. Kampus yang cukup terkenal di kotanya itu adalah milik keluarga Mallory.

Saat ia buru-buru dengan tidak sengaja ia menabrak seorang mahasiswa. Walau sudah meminta maaf namun dirinya masih saja mendapat perlakuan ketus. Tidak ingin terus berdebat membuat ia langsung melangkahkan kaki kembali ke pakiran.

Daffin akan melakukan pertemuan lagi dengan relasi bisnisnya untuk membicarakan kerja sama yang akan mereka lakukan. Di mobil sudah ada pak Budi sebagai sopir pribadinya dan Reiki sebagai assistennya. Setelah pertemuannya di kampus tadi Reiki langsung beranjak dan menuju mobil lebih dulu dari Daffin. Mobil yang Daffin tumpangi sudah melintasi jalan raya menuju restoran untuk pertemuannya itu. Daffin tampak serius dengan MacBook yang ada di pangkuannya. Sebelum bertemu relasinya tersebut Daffin mempelajari kerja sama yang akan dilakukannya.

Daffin begitu teliti dengan mengamati setiap tulisan yang di layar itu. Pak Budi membelokkan mobilnya saat tujuannya telah  sampai.

Restoran yang dipilih mereka berada di mall ternama di Jakarta. Daffin melangkahkan kaki memasuki area resto dan menuju ruang VIP berada, Reiki berjalan di samping Daffin seperti assisten yang lain, Reiki siap siaga membantu Daffin.

BERSAMBUNG....

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
UlfSanita
Penasaran sama perjuangannya Alvira. Lanju, Thor.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • 100 HARI CINTA   Undangan Makan Malam

    Belum sempat Daffin menjawab panggilan teleponnya suara Alvira dari dalam kamarnya menghentikan pergerakkan tangannya. Kini kakinya melangkah dengan cepat menuju kamar mereka.“Ada apa?” tanya Daffin begitu pintu kayu berwarna putih itu berhasil di bukanya.Terlihat Alvira sedang berdiri di atas ranjang sambil kedua tangannya menahan batrobe matanya mengintari lantai.Daffin jalan mendekat,” Kenapa?” tanyanya lagi.“I-itu ada kecoa besar,” lirih Alvira, membuat Daffin langsung melebarkan senyumnya.“Sama kecoa aja takut. Di mana?” tanya Daffin, dengan posisi yang menunduk mencari keberadaan kecoa yang dibilang oleh wanita tercintanya.“Ada di situ tadi, coba cari di sana,” balas Alvira menunjukkan letak di mana ia bertemu dengan kecoa itu.Alvira menunjuk lantai bawah dekat kamar mandi mereka. Daffin masih berusaha mencarinya.“Apa bibi nggak membersihkan ini apartemen? Kenapa ada kecoa masuk,” gumam Daffin, tanpa mengalihkan perhatiannya dari lantai.“Nah itu dia!”seru Daffin begitu

  • 100 HARI CINTA   Keberhasilan Reiki

    Panggilan video call masuk di ponsel Daffin. Nama sang mami tercinta tertera di layar pipih itu.“Mami,” ujar Daffin kepada Alvira.“Ya, udah angkat.”Dengan santainya Alvira menyuruh Daffin menjawab panggilan tersebut. Tanpa sadar jika mereka saat ini hanya menggunakan batrobe saja.“Panggilan video call,” ujar Daffin lagi.Seketika Alvira menepuk keningnya mendengar ucapan dari Daffin. Matanya langsung tertuju pada tubuhnya yang hanya berbalut batrobe saja.“Kamu aja yang jawab, bilang aja habis mandi,” usul Alvira.Akhirnya Daffin menggeser icon hijaunya, setelah panggilan itu tidak mau berhenti.“Iya mi,” sapa Daffin begitu terlihat jelas wajah Shela dilayar pipih itu.“Hey, Alvira mana? Mami kangen nih sama dia,” sahut Shela.“Lagi di kamar mandi mi.”“Bagaimana pengobatannya mi?” tanya Daffin lagi.“Lancar Fin, kamu katanya sama Alvira mau ke sini?” terdengar suara sang papi yang berada di sebelah sang istri tercinta.“Maaf mi, Pi, sepertinya kami nggak bisa ke sana soalnya Alvi

  • 100 HARI CINTA   Menghajar Alvira

    Daffin mengerjapkan matanya saat cahaya matahari dari bilik tirai itu mengganggu tidur nyenyaknya. Perlahan ia membuka matanya. Saat mata itu berhasil dibuka, pertama kali yang ia lihat adalah wajah sang istri yang kini tengah berada di dadanya.Kedua sudut bibirnya langsung mengembangkan senyuman yang begitu lebar. Setelah pertempuran semalam yang di lakukan hingga beronde-ronde. Membuat Alvira susah sekali membuka matanya. Hingga saat ini dirinya masih tertidur begitu nyenyaknya di dada Daffin berselimutkan kain tebal yang menutup kedua tubuh mereka yang tidak menggunakan apapun.Daffin bergerak secara pelan, bibirnya kini menyentuh kening Alvira.“Terima kasih atas semua yang kamu berikan saat ini, aku merasa ini adalah hal yang begitu sangat bahagia buatku,” ungkap Daffin pelan sambil memandangi wajah Alvira yang tampak begitu cantik dan natural.Terlihat Alvira mulai bergerak pelan. Namun, ternyata matanya masih tertutup rapat, dan ia hanya berpindah posisi tidur saja yang semak

  • 100 HARI CINTA   Malam Panjang

    “Kalau mau bicara soal kerjaan besok saja gua lagi sibuk,” ungkap Daffin lagi dan langsung mematikan sambungan teleponnya. Kemudian ia mematikan ponselnya agar tidak ada lagi yang mengganggu kegiatan malamnya ini.Di seberang sana Reiki yang tadi menelepon bosnya itu sekedar ingin memberitahukan jika mereka besok akan ada pertemuan penting dengan salah satu klien dari luar negeri. Namun, belum sempat Reiki memberitahu sambungan telepon itu sudah diputus Daffin.“Huuft.”Hembusan nafas Reiki terdengar begitu berat. Susah menghadapi sang bos yang moodnya berubah-rubah dan ia sampai saat ini tidak mengetahui sela-nya.Reiki yang masih bingung dengan pertemuan besok apakah akan berlangsung apa tidak. Berbeda dengan Daffin yang kini telah kembali melakukan aktivitas panasnya.Alvira yang tadi duduk di atas meja mini bar telah ia turunkan dan digedongnya diletakkan di sofa living room. Sofa yang mempunyai ukuran hanya

  • 100 HARI CINTA   Menghabiskan Malam Bersama

    Alvira sudah menyelesaikan mandinya, selama setengah jam ia berada di dalam kamar mandi berendam. Dengan senyum yang lebar ia keluar dan menuju lemari pakaian yang di maksud oleh Daffin tadi.Tubuhnya saat ini terasa sangat begitu segar. Alvira juga sudah memantapkan hatinya jika ia akan menyerahkan semuanya malam ini untuk suaminya tercinta. Makanya ia merendam tubuhnya selain menghilangkan pegal, ia juga ingin agar tubuhnya wangi saat bersama Daffin. Langkahnya ia urungkan menuju lemari, kini Alvira malah duduk di meja rias, ia ingin sedikit mengaplikasikan make up naturalnya dan memberikan semprotan parfum di daerah-daerah tertentu. Tidak lupa ia mengeringkan rambutnya juga.Sudah siap, Alvira ingin mengambil piyama yang katanya Daffin berada di dalam lemari. Namun, saat Alvira buka pintu lemari itu matanya membulat sempurna melihat baju-baju yang bergantung di sana sungguh ia tidak berpikir sampai ke arah sana.“Astaga ini semua?” gumamnya pelan.

  • 100 HARI CINTA   Daffin Mengajak Ke Villa

    Saat ini Alvira tengah bersiap untuk pulang karena jam dinasnya telah usai. Sambil merapikan peralatan dan meja kerjanya matanya melirik ponsel yang berada di atas meja. Takut suaminya menghubungi dirinya.“Sudah mau pulang?” tanya Vita yang tiba-tiba muncul di balik pintu.“Iya, emangnya kenapa?” tanya Alvira.“Enggak paa sih, gua mau ajak keliling bentar. Bisa nggak?”“Em?”Alvira menyahut sambil memicingkan manik matanya merasa aneh dengan permintaan sahabatnya itu.“Biasa aja kali lihatnya nggak usah gitu amat kenapa? Salah gua mau ajak hangout bentar?” celetuk Vita lagi dengan mengibaskan satu tangannya di depan Alvira.“Enggak apa sih, heran aja!” sahut Alvira.“Sudah yuk, keluar,” ajak Alvira lagi sambil meneteskan tasnya keluar ruangan.“Beneran nih nggak bisa?” tanya Vita lagi ingin memastikan.Alvira lan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status