Hidup berdampingan dengan makhluk tak kasat mata atau hantu dan sejenisnya itu sudah hal biasa, karena memang kita tak jauh dari itu. Di sekeliling kita pun ada, mereka berkeliaran dimana-mana. Apalagi menghuni sebuah rumah yang memang rumah itu sudah menjadi rumah tetap dari makhluk tak kasat mata.
Percaya atau tidak, di dunia ini manusia hidup berdampingan dengan mahluk lainnya yang tak kasat mata. Mereka sering kali disebut makhluk astral atau halus. Secara kasat mata, makhluk-makhluk itu memang tidak terlihat. Namun, mereka bisa saja benar-benar ada di sekitar kita.
Mereka berada di sekeliling kita, bahka mereka bisa saja tertarik pada kita, atau secara alami tubuh kita menarik mereka. Sadar tidak sadar, mereka bisa saja mengikuti kita. Lalu bagaimana rumah yang ditinggali Aluna dan Alena? Sebenarnya ada apa dengan rumah itu? Misteri belum terpecahkan. Namun tanda-tanda sudah mulai bermunculan.
Suatu malam, Bagas ya
Sepulangnya dari tempat saudara Revan, si kembar tampak semakin gelisah. Kedua gadis itu tampak memikirkan apa yang dikatakan oleh pamannya Revan. Mencari jasad? Ya, jasad orang yang sudah mati. Apalagi korban pembunuhan. "Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan. Nanti kita akan mencarinya bersama-sama!" kata Revan sambil menyalakan mesin mobil guna memanasi mesinnya. Aluna mengangguk. "Maaf, aku jadi sering merepotkanmu!" kata Aluna. "Tak masalah!" jawab Revan tersenyum. Semilir angin di pagi hari bertiup menerbangkan anak rambut Aluna yang duduk di teras menemani Revan yang sedang memanasi mesin mobil. Setelah memanasi mesin mobil, Revan berjalan mengambil selang dan menariknya mendekat pada mobilnya. "Kau mau mencuci mobil?" tanya Aluna, Revan pun menganggukkan kepalanya. "Mau membantu?" Revan tersenyum pada Aluna.
Aluna dan Revan tampak resah gelisah tak menentu. Mereka berdua merasakan detak jantung tak karuan menunggu kabar yang akan disampaikan oleh Dokter kepada mereka berdua. Dua Dokter yang menangani Alena dan Bagas masih diam. "Bagaimana keadaan mereka berdua, Dok?" Akhirnya Aluna membuka suara lagi. "Berdoa saja, mereka berdua bisa melewati masa kritis malam ini." "Kami sudah berusaha semaksimal mungkin menangani kedua pasien. Kami tetap akan siaga memantau perkembangannya." Revan menggenggam erat bahu Aluna, agar dia bisa tabah menghadapi cobaan ini. Aiptu Anang pun mendekati salah satu Dokter. "Dok, apa ada indikasi kedua pasien dalam keadaan mabuk?" pertanyaan Aiptu Anang mengalihkan atensi semua yang ada disitu. "Pasien tidak mabuk sama sekali!" "Terima kasih, Dok!" Aiptu Anang kembali duduk. Hal ini membuat Revan curiga. "Apa ka
Bayangan wanita muda dengan baju warna merah masih membuat Aluna penasaran. Siapa dia? Kenapa dia selalu muncul dalam pikiran Aluna. Apakah wanita itu ada hubungannya dengan rumah ini? Banyak pertanyaan yang berkecamuk dalam benak Aluna. Keduanya pun masih berusaha untuk mencari tahu segala hal tentang rumah tersebut. Siang itu, Aiptu Anang sudah menyambangi rumah kediaman si kembar. Kali ini, Anang memang berniat untuk mengungkap kejadian yang belum terpecahkan hingga pada akhirnya kasus dinyatakan di tutup. Revan membukakan pintu ketika dia mendengarkan suara ketukan. Tampak seorang polisi muda dan tampan berdiri. Revan mempersilakan Aiptu Anang masuk ke dalam. "Silakan masuk, Pak!" "Terima kasih!" Aiptu Anang langsung duduk di karpet ruang tengah. Dia tampak menyapukan pandangannya di setiap sudut ruangan. "Benar-benar
Aluna dan Revan mengerutkan alis dan sedikit kaget membaca nama-nama yang tertera di belakang foto kusam tersebut. Di bagian belakang tertera juga sebuah alamat yang sudah tidak bisa di baca. Revan dan Aluna saling pandang. "Apa hubungannya pak Hadi dan pak Handoko dengan Saraswati? Lalu siapa pria yang satunya ini?" ucap Revan. "Haris!" lirih Aluna, "Tunggu sebentar!" sambung Aluna. Gadis itu langsung meraih sebuah hiasan yang sudah terbelah menjadi beberapa pecahan. Aluna menyatukan hiasan yang terbuat dari kayu dan sudah pecah terbelah menjadi beberapa. Ketika Aluna menyatukan hiasan kayu itu, terbaca-lah nama yang tertulis di hiasan kayu tersebut. "Haris-Saras!" ucap Aluna dan Revan. "Aku benar-benar tak mengerti ada apa di balik misteri semua ini. Hantu itu, Handoko, Hadi, Haris, dan kecelakaan yang menimpa Alena dan Bagas. Apa semuanya ada kaitannya dengan misteri rumah ini?" Al
Aiptu Anang mengelilingi rumah pak Hadi. Dia seperti mempunyai firasat buruk di rumah itu. Saat kakinya melangkah menuju belakang rumah, kedua lubang hidungnya menangkap bau. Aiptu Anang terus menelusurinya hingga bau tersebut benar-benar menusuk hidungnya. "Bau apa ini?" "Pak Anang, Anda dimana?" teriak Revan. "Aku disini, Van!" Aiptu Anang berteriak menyahut teriakan Revan. Revan berlari menghampiri Aiptu Anang yang berdiri di belakang rumah pak Hadi. Aluna pun menyusul keduanya. Dia berhenti sejenak, mendadak hidungnya menangkap sesuatu yang sangat menyengat. "Bau apa ini?" ucap Aluna sambil menutup hidungnya, "kenapa baunya sangat menyengat sekali!" "Kau juga menciumnya, Lun?" ujar Revan. "Tentu saja, baunya sampai sini!" tegas Aluna. "Aku pikir ada yang aneh dengan rumah pak Hadi!" tutur Aiptu Anang.
Rumah keluarga Hadi sangat ramai. Para tetangga berdatangan untuk melihat langsung. Aluna pun masih tidak menyangka akan kejadian tersebut. Walaupun Aluna termasuk baru mengenal pak Hadi, tapi pria itu adalah pria yang sangat baik. Ada kerusakan di rumah mereka pun hanya pak Hadi yang membantu mereka. Kenapa mereka harus dibunuh? Apa karena pak Hadi dan keluarga mengetahui sesuatu tentang kejadian pembunuhan Saraswati, jadi dengan menyingkirkan pak Hadi dan keluarganya, pelaku akan aman. Mungkin iya, mungkin juga tidak. Lalu apa motiv dari ini semua? Itulah tugas polisi untuk memecahkan kasus ini. Empat korban sekaligus ditemukan dalam satu lokasi. Semua tidak menyangka kepergian keluarga Hadi sangat tragis. Para tetangga pun tidak menyangka kalau terjadi pembunuhan. Semua begitu tampak rapi, sehingga orang tidak ada yang tahu. Atau mungkin karena jarak rumah ke rumah agak begitu jauh? Tapi semua sudah berlalu. Keluarga yang dikenal sang
Revan menatap air yang cepat terserap di lantai. Dia terlihat aneh dengan keadaan itu. Bagaimana mungkin? Batinnya. Revan terus menerus memperhatikannya. Air tumpahan dari botol tersebut dengan begitu cepat meresap ke dalam. Seperti memang ada cela dibaliknya. Kemudian Revan menggetok lantai tersebut, membandingkan dengan lantai lainnya yang jaraknya tak begitu jauh dari tempatnya jongkok. "Lun! Coba lihat ini!" panggil Revan. Aluna segera menghampiri Revan. "Apa ini?" tanya Aluna. "Sangat aneh!" "Atau jangan-jangan!?" Keduanya langsung saling pandang. Entah mereka memikirkan hal yang sama atau tidak. "Kau sependapat denganku 'kan, Lun?" Revan menatap Aluna. "Emm, aku sependapat. Mungkin memang ada sesuatu di bawah sana!" balas Aluna. "Biar aku periksa!" Revan meraba-raba lantai tersebut
Beberapa hari sebelumnya, "Bagaimana keadaan Alena?!" tanya tante Nita yang terlihat sangat khawatir. Tante Nita yang mendengarkan kabar berita tentang kecelakaan salah satu keponakannya langsung mengambil keputusan untuk pulang, padahal kerjaannya belum selesai. "Bagaimana ini bisa terjadi?" Tante Nita terlihat sangat shock. "Ma-maaf Tante, aku tidak bisa menjaga Alena!" balas Aluna. "Ini bukan kesalahanmu, Lun. Semua sudah jalan-Nya. Tante cuma shock, bagaimana ini bisa terjadi. Tante pikir kalian berdua!" Tante Nita berjalan mendekati Aluna dan memeluknya. Pintu ruangan terbuka, sosok pemuda dengan seragam lengkap memasuki ruangan. Sosok pemuda yang tak lain adalah Dokter yang merawat Alena dan Bagas. "Selamat siang, Nyonya!" sapa Dokter Rama. "Siang, Dok. Bagaimana keadaan mereka berdua?" tanya tante Nita. "An