Mulut Bagas menganga menatap cermin, matanya membulat sempurna. Ketika dia bisa menggerakkan tubuhnya, Bagas langsung bergeser ke samping. Dia berdiri dengan mengatur napasnya.
Bagas memberanikan diri kembali pada tempat semula. Namun, semua sudah hilang ketika dia kembali menatap cermin. Bagas menghela napas pelan, lalu dia melangkah menuju dapur.
Beberapa menit kemudian, dia kembali membawa nampan dengan berisi empat gelas teh hangat. Kembali dia melewati cermin kaca yang menempel di dinding, dia merasakan seperti ada seseorang yang mengawasinya.
Siapa dia? Dia tampak ingin mengatakan sesuatu. Tapi apa? 'Batin Bagas merenung disela-sela mereka bertiga sedang bercakap-cakap sambil menunggu Revan kembali.
Revan memarkirkan mobil di warung langganannya yang tak jauh dari kawasan perumahan elit.
"Eh, mas Revan," sapa Yanti. Wanita pemilik warteg.
Keadaan warteg sore
Samar-samar, Aluna mendengarkan sebuah suara yang memanggil-manggil namanya. Gadis itu seperti orang bingung mencari arah datangnya suara tersebut. Aluna menghentikan langkahnya, dia mematung terdiam. "Lun!" panggil Revan. "Kau dengar itu tidak?" balas Aluna. "Maksudmu mendengar apa?" Revan memasang telinga. "Ada suara memanggil-manggil namaku," sahutnya. "Aku tidak mendengar suara apa-apa!" jelas Revan. "Jangan ngaco, Lun!" Revan menarik tangan Aluna. Bersamaan dengan itu, pak Dakir dan pak Rusli muncul dari samping rumah si kembar. "Loh, pak Dakir dan pak Rusli dari mana?" tanya Bagas heran melihat kedua pria itu tiba-tiba muncul. "Eh, mas Bagas. Anu—ini, tadi kami mendengar sebuah teriakan yang berasal dari belakang rumah ini. Makanya, kami berdua langsung lari," jelas pak Dakir. "Suara minta tolong, Pak?" tany
Gelapnya malam semakin menjalar, menambah sunyi-nya malam itu. Alunan suara burung hantu mulai terdengar, memberi kesan tersendiri pada malam itu. Langit malam yang bercampur dengan mendung, tanpa cahaya rembulan ataupun bintang yang bertebaran di langit. Kilatan-kilatan cahaya mewarnai langit malam itu, rintik air hujan mulai jatuh satu persatu membasahi semua yang dia temui. Suasana di luar tampak mencekam, tak kala hujan deras yang disertai dengan kilatan-kilatan listrik yang menyambar-nyambar, seperti hendak menyetrum seseorang. Sedangkan di dalam sebuah kamar tampak seorang gadis terlihat sangat gelisah dalam tidurnya. Dia seperti sedang bermimpi buruk. Aluna melihat Alena sedang dibopong oleh seorang pria, lalu di duduknya pada sebuah kursi. Pria itu kemudian mengganti baju Alena dengan gaun berwarna merah. Setelah itu dia mengikat tubuh Alena pada kursi kayu tersebut. Aluna yang saat itu tak berdaya dan tak bisa menjerit ataupun b
Suasana menjadi sangat mistis di rumah si kembar. Kejadian demi kejadian mulai dirasakan oleh keempat pemuda-pemudi itu. Tak jarang dia mulai sering menampakan diri. Membuat si empunya rumah pingsan, kadang membuat orang-orang histeris seperti orang gila. Tahan hanya si empunya rumah, Bagas dan Revan saja sering dibuat kaget dan ketakutan.Kali ini Bagas dan Revan akan menjalankan misi mereka. Mereka pergi hanya berdua."Bagaimana?" tanya Bagas."Ayo, kita coba lagi!" Revan membenarkan tali sepatunya.Bagas dan Revan segera melangkah menuju tempat tujuan mereka. Sesampai di rumah pak Hadi, Revan dan Bagas mengerutkan alisnya."Kosong!""Lagi ...."Revan melangkah mendekati jendela rumah pak Hadi yang tertutup rapat oleh tirai. Revan mencari cela untuk mengintip ke dalam, tapi nihil tak dapat melihat keadaan di dalam."Bagaimana, V
Hidup berdampingan dengan makhluk tak kasat mata atau hantu dan sejenisnya itu sudah hal biasa, karena memang kita tak jauh dari itu. Di sekeliling kita pun ada, mereka berkeliaran dimana-mana. Apalagi menghuni sebuah rumah yang memang rumah itu sudah menjadi rumah tetap dari makhluk tak kasat mata. Percaya atau tidak, di dunia ini manusia hidup berdampingan dengan mahluk lainnya yang tak kasat mata. Mereka sering kali disebut makhluk astral atau halus. Secara kasat mata, makhluk-makhluk itu memang tidak terlihat. Namun, mereka bisa saja benar-benar ada di sekitar kita. Mereka berada di sekeliling kita, bahka mereka bisa saja tertarik pada kita, atau secara alami tubuh kita menarik mereka. Sadar tidak sadar, mereka bisa saja mengikuti kita. Lalu bagaimana rumah yang ditinggali Aluna dan Alena? Sebenarnya ada apa dengan rumah itu? Misteri belum terpecahkan. Namun tanda-tanda sudah mulai bermunculan. Suatu malam, Bagas ya
Sepulangnya dari tempat saudara Revan, si kembar tampak semakin gelisah. Kedua gadis itu tampak memikirkan apa yang dikatakan oleh pamannya Revan. Mencari jasad? Ya, jasad orang yang sudah mati. Apalagi korban pembunuhan. "Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan. Nanti kita akan mencarinya bersama-sama!" kata Revan sambil menyalakan mesin mobil guna memanasi mesinnya. Aluna mengangguk. "Maaf, aku jadi sering merepotkanmu!" kata Aluna. "Tak masalah!" jawab Revan tersenyum. Semilir angin di pagi hari bertiup menerbangkan anak rambut Aluna yang duduk di teras menemani Revan yang sedang memanasi mesin mobil. Setelah memanasi mesin mobil, Revan berjalan mengambil selang dan menariknya mendekat pada mobilnya. "Kau mau mencuci mobil?" tanya Aluna, Revan pun menganggukkan kepalanya. "Mau membantu?" Revan tersenyum pada Aluna.
Aluna dan Revan tampak resah gelisah tak menentu. Mereka berdua merasakan detak jantung tak karuan menunggu kabar yang akan disampaikan oleh Dokter kepada mereka berdua. Dua Dokter yang menangani Alena dan Bagas masih diam. "Bagaimana keadaan mereka berdua, Dok?" Akhirnya Aluna membuka suara lagi. "Berdoa saja, mereka berdua bisa melewati masa kritis malam ini." "Kami sudah berusaha semaksimal mungkin menangani kedua pasien. Kami tetap akan siaga memantau perkembangannya." Revan menggenggam erat bahu Aluna, agar dia bisa tabah menghadapi cobaan ini. Aiptu Anang pun mendekati salah satu Dokter. "Dok, apa ada indikasi kedua pasien dalam keadaan mabuk?" pertanyaan Aiptu Anang mengalihkan atensi semua yang ada disitu. "Pasien tidak mabuk sama sekali!" "Terima kasih, Dok!" Aiptu Anang kembali duduk. Hal ini membuat Revan curiga. "Apa ka
Bayangan wanita muda dengan baju warna merah masih membuat Aluna penasaran. Siapa dia? Kenapa dia selalu muncul dalam pikiran Aluna. Apakah wanita itu ada hubungannya dengan rumah ini? Banyak pertanyaan yang berkecamuk dalam benak Aluna. Keduanya pun masih berusaha untuk mencari tahu segala hal tentang rumah tersebut. Siang itu, Aiptu Anang sudah menyambangi rumah kediaman si kembar. Kali ini, Anang memang berniat untuk mengungkap kejadian yang belum terpecahkan hingga pada akhirnya kasus dinyatakan di tutup. Revan membukakan pintu ketika dia mendengarkan suara ketukan. Tampak seorang polisi muda dan tampan berdiri. Revan mempersilakan Aiptu Anang masuk ke dalam. "Silakan masuk, Pak!" "Terima kasih!" Aiptu Anang langsung duduk di karpet ruang tengah. Dia tampak menyapukan pandangannya di setiap sudut ruangan. "Benar-benar
Aluna dan Revan mengerutkan alis dan sedikit kaget membaca nama-nama yang tertera di belakang foto kusam tersebut. Di bagian belakang tertera juga sebuah alamat yang sudah tidak bisa di baca. Revan dan Aluna saling pandang. "Apa hubungannya pak Hadi dan pak Handoko dengan Saraswati? Lalu siapa pria yang satunya ini?" ucap Revan. "Haris!" lirih Aluna, "Tunggu sebentar!" sambung Aluna. Gadis itu langsung meraih sebuah hiasan yang sudah terbelah menjadi beberapa pecahan. Aluna menyatukan hiasan yang terbuat dari kayu dan sudah pecah terbelah menjadi beberapa. Ketika Aluna menyatukan hiasan kayu itu, terbaca-lah nama yang tertulis di hiasan kayu tersebut. "Haris-Saras!" ucap Aluna dan Revan. "Aku benar-benar tak mengerti ada apa di balik misteri semua ini. Hantu itu, Handoko, Hadi, Haris, dan kecelakaan yang menimpa Alena dan Bagas. Apa semuanya ada kaitannya dengan misteri rumah ini?" Al