Dominic berpura-pura tidak mendengar, ketika Anna mengatakan jika dia ingin membatalkan keputusannya. Pria itu berjalan dengan angkuh setelah memakai sepatu boots dan berniat untuk segera pulang. "Dom!""Apa?""Oke, baiklah. Aku berubah pikiran." Anna menghela napas dengan panjang. Sepertinya dia memang tidak akan bisa melepaskan diri dari Dominic dengan mudah. Sudut bibir Dominic tertarik sedikit. Dia tersenyum penuh kemenangan. Lihat, uang bisa melakukan apa pun, bahkan mengubah keputusan gadis teguh seperti Anna. "Kau yakin? Ini kesempatan terakhirmu. Setelah kau kembali lagi, maka kau tidak bisa mundur sesuka hati." Anna mengangguk dengan sedikit ragu. "Tapi dengan satu syarat.""Em, tidak ada syarat apa pun!" tegas Dominic. "Dom, hanya satu saja. Aku tidak akan meminta apa pun darimu, atau membantah perintahmu setelah ini."Dominic coba menimbang permintaan Anna. Ah, rasanya tidak masalah. Toh, dia memang butuh Anna sebagai koki pribadinya. "Baiklah. Apa syaratnya?" "Jang
"Kalian sedang bicara sesuatu yang serius?" Anna bertanya setelah mendengarkan percakapan ketiga pria yang tidak menyadari kedatangannya sejak tadi. "Eh, kau sudah datang?" Dominic bertanya heran. Dia sama sekali tidak dengar saat Anna masuk. Begitu juga dengan Harry dan Austin. Sepertinya mereka benar-benar khusyuk hingga tidak mendengar apa pun. Anna mengangguk dengan tersenyum kecil. "Akan kubuatkan sarapan. Tunggu sebentar."Setelah itu, Anna segera berlalu menuju dapur. Sedikit pikirannya tentang Dominic berubah. Apalagi saat mendengar jika pria itu akan menggunakan uang pribadinya untuk tetap menjaga Sky Crystal. Dominic ternyata tidak seburuk itu. Dominic, Harry, dan Austin kembali melanjutkan perbincangan mereka. Banyak yang harus mereka bahas dengan teliti kali ini. Sebelum ini, Dominic selalu bersikap apatis jika Austin melaporkan tentang keadaan resort. Namun, setelah beberapa hari tinggal dan melihat bagaimana orang-orang di Sky Crystal bekerja dengan setulus hati, p
"Aku ingin mandi dulu. Kau bisa periksa isi kulkas apa saja yang sudah habis," ungkap Dominic tiba-tiba. Pria itu segera berdiri, lantas pergi begitu saja meninggalkan Anna yang masih duduk dengan tatapan heran. Brak! Dominic menutup pintu kamarnya cukup kencang. Pria itu mengusap keringat yang membasahi tengkuk kepalanya. "Shit! Sialan!" Pria itu segera masuk ke dalam kamar mandi, dan melepaskan pakaiannya tanpa sisa. Entah mengapa sejak memperhatikan Anna tadi, melihat bagaimana gadis itu berpikir, hasratnya tiba-tiba saja membuncah. Suara air dingin mengguyur kepala Dominic terdengar cukup keras. Kabin ini tidak memiliki pengedap suara karena letaknya yang saling berjauhan satu sama lain. Dominic terus membasahi kepalanya sendiri tanpa peduli dengan tubuhnya sendiri yang menggigil kedinginan. Dia benar-benar gila karena mandi dengan air dingin, di musim dingin seperti ini. "Enyahkan pikiran kotormu itu, Dom! Ingat, dia gadis yang sudah menjatuhkan harga dirimu."Dominic teru
“Anna, kau mulai berani padaku, ya?” hardik Dominic dengan wajah kesal. Pria itu berusaha mengejar Anna yang terus berlari, dengan berjalan cukup cepat. Namun, Anna benar-benar lihai, gadis itu terus berlari sembari tertawa mengejek Dominic. Dominic tidak tahan lagi. Saat Anna lengah, pria itu segera mencekal tangan gadis itu dengan senyum penuh kemenangan. “Ah, kena kau!” “Baiklah. Sekarang lepaskan aku.” Anna berusaha melepaskan tangan Dominic, tetapi sepertinya pria itu sama sekali tidak mau. “Lepas, Dom!” “Tidak,” tolak Dominic dengan senyum mengejek. Dia segera menarik Anna dan menjatuhkannya di sofa. “Duduk!”Anna menuruti perintah Dominic. Melihat bagaimana kekesalan di wajahnya, Anna menjadi sedikit menyesal. Seharusnya dia tidak bermain-main bersama pria tua seperti Dominic. Dominic sama sekali tidak menyenangkan! Dominic berkacak pinggang dengan mata yang tidak lepas dari Anna. Uh, sungguh, gadis itu seperti anak-anak. Dia pikir Dominic bisa diajak bercanda dan berl
Pagi ini Dominic benar-benar tidak melupakan perkataannya. Dia membuat Anna membayar atas semua sikapnya malam tadi. Dominic tidak senang ketika Anna memanggilnya dengan sebutan Sir. Usianya tidak berbeda jauh dengan Austin dan juga Harry. Lantas mengapa dia merasa terlihat lebih tua dengan panggilan itu? “Setelah membuat sarapan, kau bersihkan kabin ini!” titah Dominic. Pria itu sama sekali tidak menatap dan duduk membelakangi Anna. Matanya hanya fokus pada tablet yang melampirkan laporan dari Adam. Sikapnya juga lebih dingin dari biasanya. “Tapi, itu bukan pekerjaanku,” tolak Anna. Dari awal pekerjaannya hanya memasak dan belanja saja. “Itu hukumanmu! Jangan membantahku lagi, atau aku akan menambah hukumanmu menjadi dua kali lipat." Anna menghentakkan kakinya dengan kesal. Rasanya dia ingin mencabik-cabik wajah Dominic sekarang juga. “Kau memakiku?” Dominic berbalik dengan tatapan datar. “Tidak!” “Aku bisa merasakannya. Setelah membersihkan kabin, kau temani aku belanja unt
"Hei, kau kenapa?" Dominic membalikkan tubuh Anna, dan menyentuh pundak gadis itu ketika mereka sudah berada di luar supermarket. Wajah Anna benar-benar kelihatan pucat, dengan tatapan matanya yang terlihat kosong. "Anna!" panggil Dominic dengan cukup kuat. Dia mengguncang bahu gadis itu hingga tersadar. "Lepas." Anna menurunkan tangan Dominic, kemudian berjalan tanpa arah meninggalkan pria itu begitu saja. Gadis itu berjalan dengan langkah terseok-seok. Kakinya benar-benar tidak berdaya, tetapi dia tidak bisa berdiam diri saja di depan Dominic. Anna tidak mau Dominic mengasihaninya nanti. Sementara itu, Dominic terlihat tidak mengerti sama sekali dengan sikap Anna. Sebenarnya apa yang sudah terjadi dengan gadis itu? "Anna!" teriak Dominic. Dia berlari menyusul Anna. Sepertinya gadis itu tidak baik-baik saja. Anna menekan dadanya yang terasa sakit. Napasnya terasa sesak hingga dia kesulitan bernapas. Gadis itu terus berjalan menjauhi Dominic. Dia tidak ingin Dominic melihatnya
Dominic benar-benar terkejut ketika melihat kondisi Anna. Gadis itu berbaring meringkuk di lantai toilet, dengan wajah pucat seperti tidak dialiri darah lagi. "Anna, kau kenapa?" tanya Dominic. Dia berjongkok dan menepuk pipi Anna yang sudah terasa dingin. Dominic terlihat panik. Pria itu segera memeriksa tubuh Anna, dan betapa terkejutnya dia ketika mendapati luka goresan di sepanjang tangan gadis itu. "Oh, shit! Kau mau coba bunuh diri?" Mata Dominic jelas memancarkan kekhawatiran, meski mulutnya terus saja mengumpat. Dia segera merogoh ponsel di dalam sakunya, dan menghubungi ambulans. Tidak butuh waktu lama, ambulans datang dan langsung membawa Anna ke rumah sakit. Dominic menginjak pedal gas mobilnya dengan kencang. Dia berusaha mengejar ambulans yang membawa Anna di depan sana. Berbagai macam jenis pertanyaan muncul di dalam benaknya. Kenapa Anna melakukan ini? Sosok Anna yang ceria, dan cerewet membuat Dominic sama sekali tidak mengerti, mengapa gadis itu bisa melakukan
"Aku ingin pulang!" Anna berusaha turun dari ranjang. Dia tidak sanggup melihat kemarahan yang terpancar jelas di wajah Dominic. "Kau tidak boleh pergi!" Dominic menyentuh bahu Anna, dan menyuruhnya untuk kembali duduk. "Dokter belum memperbolehkannya.""Aku baik-baik saja, Dom." Anna tersenyum tipis. Dia mencoba membuat Dominic lupa dengan pembahasan tadi. Anna tidak terlalu menyukainya. Dia tidak suka jika Dominic mengorek semua tentang kehidupannya yang menyedihkan. Anna tidak mau dikasihi dengan cara seperti itu. "Kau belum menjawab pertanyaanku tadi.""Aku tidak ingin melakukan apa pun," jawab Anna pada akhirnya. Suaranya terdengar lirih. "Jadi, kau ingin hidup seperti ini--""Aku baik-baik saja." Anna mendongakkan kepalanya, dan tersenyum lembut kepada Dominic. Tangannya menyentuh lengan pria itu. Dia berusaha menenangkan amarah Dominic yang sedang menggebu. Dan, sebenarnya Anna tidak tahu mengapa Dominic bisa semarah itu. Apa mungkin karena Anna hampir mati tadi? Ya, jela