Tidak pernah terbayangkan, kehidupan sempurna Alana Diandaru hancur dalam sekejap mata. Di hari kematian sang kakek, Alana justru mengetahui kebenaran pahit, suami yang paling dia cintai telah mengkhianatinya, keluarga yang dia percaya menusuknya dari belakang, dan harta warisan peninggalan kakeknya nyaris dirampas tanpa ampun. Alana tidak akan tinggal diam. Air mata dan darah adalah harga yang siap dia pertaruhkan demi membalas segala luka dan rasa sakitnya!
View More“Pak, apa pemakamannya bisa ditunda dulu?” Alana meringis tertahan di ujung kalimatnya pada seseorang di seberang telepon.
“Tapi, Bu, semua orang sudah hadir dan peti mayat sudah siap dimasukkan.”
Alana tidak langsung menjawab. Situasinya sulit tetapi dia harus bisa berpikir cepat dan cermat.
“Apa Ken–maksud saya Pak Kendrik, sudah ada di sana?” Alana kembali bertanya.
“Sudah. Sedari tadi beliau sudah ada di sini. Pak Kendrik juga terus bertanya kapan ibu sampai.”
Alana menggigit bibir bawah, kembali berpikir perihal keputusan apa yang harus segera diambil.
Beberapa detik kemudian, Alana menutup mata dalam-dalam agar dapat mengatur napas dengan baik.
“Begini, mobil saya mengalami kecelakaan dan anak saya terluka, ambulans sudah menuju ke sini. Tolong atur saja pemakaman Kakek saya dengan Kendrik.”
“Apa, Bu? Kecelakaan?!”
“Ssstt. Jangan ribut! Jangan buat suasana pemakaman Kakek kacau. Saya percayakan ini pada kamu. Bisa?”
“Tentu. Ibu bisa mengandalkan saya!”
Alana mengakhiri perbincangan dengan salah satu anak buah keluarganya.
Alana membuang napas panjang seraya menahan perih di beberapa bagian tubuhnya yang terluka lalu menatap sendu putranya yang terpejam di pangkuan.
Alana ingin menjerit, dia ingin mengumpat, meneriakkan berbagai sumpah serapah atas kejadian pahit yang terus bertubi-tubi terjadi pada dirinya.
“Tenang Alana. Tenang ….” Suara lirihnya bergetar.
Dengan harapan terakhir, dia kembali mencoba menghubungi Lukas–sang suami.
Nihil. Nomor Lukas masih tidak aktif, pesan teks yang Alana kirimkan juga masih centang satu.
Alana pikir, suaminya sungguh tengah kesakitan akibat terpuruk atas meninggalnya kakek Bramanta yang sangat Lukas sayangi.
*
“Kakek tua itu sekarang sudah di alam baka. Ayo segera ceraikan istrimu yang bodoh itu, Lukas!”
Yasmin mengalungkan kedua tangannya di leher lelaki jangkung yang nampak berwajah lusuh dengan rambut masai.
Pria yang mengenakan setelan serba hitam itu terlihat acak-acakan, tidak seperti biasanya.
“Wajahmu kenapa malah mendung seperti ini? Apa aku kurang memberimu dukungan?” Yasmin tertawa kecil, setengah menggoda pria yang justru melepaskan diri saat hendak dipeluk olehnya.
Lukas menyugar rambut seraya membuang napas kasar. Dia berjalan ke arah jendela kamar tidur yang tidak lain adalah kamarnya bersama sang istri.
Wanita yang mengenakan mini dress berwarna merah terang itu tidak menyerah, dia kembali menghampiri Lukas dan memeluknya dari belakang.
“Baby … kamu kenapa? Ini adalah hari kemenangan kita.”
Lukas tidak menyahut. Dia menatap ke luar jendela, memandang langit kelabu yang kian gelap, seakan siap menumpahkan air bah dari atas sana.
Apa yang Yasmin katakan memang benar, seharusnya saat ini Lukas sedang merayakan keberhasilannya melenyapkan satu-satunya orang yang selama ini menjadi penghalang bagi dirinya untuk mendapatkan seluruh aset kekayaan keluarga Diandaru, termasuk mengakusisi Golden Stone Corp.
Anehnya, Lukas justru malah merasa ada sesuatu yang salah. Bayangan wajah sendu sang istri yang tidak bisa merelakan kematian kakeknya seakan terus menghantui Lukas.
Merasa diabaikan, padahal dirinya terus mengoceh tanpa henti, akhirnya Yasmin merajuk.
Yasmin menghentak kaki lalu menghempaskan tubuh rampingnya ke atas ranjang.
“Aku bisa saja pergi ke club lalu mengencani pria-pria muda yang karismatik di luar sana. Tapi, bodohnya aku tetap setia padamu, Lukas.”
Lukas menutup kedua matanya dalam-dalam, lantas memijat keningnya yang terasa semakin pening. Sejurus kemudian dia mendekat pada si wanita.
“Aku juga bisa melakukan hal yang sama. Terlebih sekarang aku adalah pemilik perusahaan Batu Mulia terkemuka.” Lukas tersenyum miring. Dia sudah duduk di samping ranjang.
Yasmin mendelik kesal. “Lalu, apalagi yang kamu tunggu?”
Lukas mengedikkan bahu. “Entahlah, aku juga bingung kenapa selama ini aku tidak pernah bisa berpaling darimu.”
Kali ini Yasmin tersenyum penuh arti, dia merasa di atas angin. Lukas selalu berhasil membuat dirinya seolah menjadi satu-satunya wanita yang paling dicintai.
Lukas mencondongkan tubuh, salah satu tangannya mengusap rambut Yasmin.
Bertahun-tahun keduanya menjalin hubungan di belakang Alana dan Kakek Bramanta. Sekalipun demikian, hubungan keduanya sudah diketahui dan didukung penuh oleh keluarga Lukas.
“Kapan kamu akan menikahiku, Lukas?” Yasmin bertanya lirih.
Lidah Lukas tiba-tiba kelu. Lagi-lagi bayangan wajah cantik istrinya yang selalu bersikap manis dan manja padanya berkelebat di ingatan.
“Atau … aku perlu menyingkirkan dulu istrimu yang payah itu?”
Lukas menggeleng. “Aku akan melakukannya sendiri.”
Untuk kesekian kalinya Yasmin tersenyum penuh kemenangan.
Selanjutnya, suara-suara aneh penuh keintiman menguasai suasana.
Sedangkan, di balik pintu kamar, Alana terpaku. Dia mendengar semua pembicaraan dari dalam kamarnya. Otaknya membeku dan seluruh bagian tubuhnya seperti tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Kedua mata Alana sembab. Wajahnya kuyu dan kacau. Luka-luka di tubuhnya sudah tertutup perban, tetapi kini justru hatinya terluka teramat dalam.
Alana pulang tergesa-gesa setelah memastikan putranya mendapat penanganan karena ingin mengabari Lukas bahwa putra semata wayang mereka saat ini berada di rumah sakit sebab mobil yang mereka tumpangi mengalami kecelakaan saat dalam perjalanan menuju pemakaman.
Lukas yang beralasan sakit kepala dan tidak bisa beranjak dari tempat tidur ternyata malah bersenang-senang dengan wanita lain di saat Alana sedang benar-benar terpuruk.
Alana berharap apa yang sedang menimpa dirinya saat ini adalah mimpi buruk semata.
Sampai akhirnya, setelah beberapa saat mematung di tempat, Alana mulai tersadar bahwa semua itu nyata adanya.
Dunianya runtuh, hatinya hancur berkeping-keping. Segala kebahagiaan dalam hidupnya sudah ikut terkubur bersama dengan mayat sang kakek yang hari ini disemayamkan.
Air mata Alana menetes tanpa terasa. Dengan cepat dia mengusap kasar pipinya dengan punggung tangan yang masih gemetar. Alana tersenyum getir.
Baru saja dia berniat untuk beranjak dari posisinya, suara pecahan kaca terdengar nyaring tepat di belakangnya.
Alana mendapati seorang wanita yang tidak dia kenal gelagapan seperti tengah tertangkap basah melakukan tindak kriminal, wanita itu tidak berani menatap Alana, dia buru-buru berjongkok lalu memungut serpihan gelas kaca yang berceceran, berbaur dengan botol minuman alkohol yang juga turut menumpahkan isinya tanpa sisa.
Alana tersenyum kecil. Dia berpangku tangan tanpa sedikitpun melepaskan pandangan dari wanita yang tidak berdaya itu.
Tatapan penuh intimidasi Alana seakan menghunus si wanita.
Alana ingin bertanya banyak hal. Tapi dia tahu sekarang bukan waktu yang tepat.
“Jangan bilang pada Lukas, wanita di dalam sana, atau siapa pun bahwa saya sudah pulang. Kalau berani buka mulut, saya pastikan kamu tidak akan bisa hidup lebih lama di muka bumi!” tegas Alana dengan tatapan tajam. Tidak lupa, dia mengamati tanda pengenal si wanita yang tergantung di lehernya.
Alana lantas bergerak cepat namun hati-hati ke kamar putranya yang bersebelahan dengan kamarnya bersama Lukas.
Benar saja, Lukas keluar dari kamar. Dia mendesah panjang penuh kekesalan.
“Apa yang terjadi?”
“Ma-maaf, Pak. Tangan sa-saya … tangan saya tadi tiba-tiba kram,” jawab si wanita terbata-bata.
Lukas mengerutkan kening. Jawaban asisten pribadi Yasmin terdengar aneh baginya.
“Hah, ada-ada saja! Cepat bereskan kekacauan itu!” geram Lukas. Dia berkacak pinggang dengan bertelanjang dada.
Lukas sudah memegang knop pintu untuk kembali masuk, tetapi dia menyadari ada sesuatu yang sepertinya disembunyikan oleh si wanita.
Lukas kembali menatapnya, kali ini jauh lebih serius, dia melangkah lebar untuk mendekat.
Pria itu membungkuk. Dengan suara pelan dia memastikan.
“Apa yang kamu sembunyikan?”
“A-ada … ada ….” Wanita itu memandang ke arah kamar putra Lukas. Dia nampak sedang menimbang-nimbang keputusan.
“Cepat katakan ada apa?!” desak Lukas tidak sabaran. “Kamu mulai berani bertingkah, hah?!”
Wanita itu menggeleng. Dia akhirnya mengangkat wajahnya.
“Ada yang sudah tahu perihal hubungan Bapak dan Bu Yasmin.”
“Apa? Siapa? Bicara yang jelas!”
“Dia ….”
Apartemen di perbatasan Jakarta–Bandung pagi itu terasa dingin. Dari balik jendela, orang-orang yang menghabiskan akhir pekan terlihat berjalan santai di sekitar jalan utama yang lengang oleh kendaraan bermotor.Alana duduk di sofa tunggal, tubuhnya tegak sambil berpangku tangan. Pandangan matanya menyapu ketiga anak SMA yang selama ini menjadi tim kecilnya, Ibnu, Resti, dan Aris.Ibnu sibuk menatap layar laptop, seolah sedang berusaha menyembunyikan sesuatu. Resti duduk santai menunggu Alana membuka pertemuan. Sementara Aris, si paling pendiam, menunduk sembari memainkan flashdisk di tangannya.Alana berdeham pelan memecah kesunyian.“Bagaimana? Apakah ada temuan baru dari file-file di dalam laptop dan komputer kakek Bramanta?”Ibnu menelan ludah, dia berusaha untuk tampak biasa saja. “Hmm... sejauh ini, datanya masih acak. Banyak folder kosong atau sudah dihapus. Belum ada yang benar-benar mencurigakan.”Alana menyipitkan mata. Ada nada ragu di balik jawaban itu, seolah Ibnu sedang
Di tempat persembunyian, Ibu Kendrik menangis tertahan sambil gemetar ketakutan saat melihat rumah mereka terbakar hebat. “Ayah, bagaimana ini? Kendrik di dalam... Kendrik...” Aryadi yang sedari tadi mengamati keadaan sekitar tengah berpikir keras untuk bisa masuk ke dalam rumah mereka guna menyelamatkan Kendrik. Tangan Aryadi yang semula menggenggam erat tangan Ines mulai terlepas perlahan. “Kendrik pasti baik-baik saja. Aku akan masuk ke dalam. Kamu tetap bersembunyi. Kamu bisa, kan?” Ines menggeleng cepat, air mata kian merebak di wajahnya. Posisi Ines sungguh sulit. Di satu sisi, dia khawatir terhadap Kendrik, di sisi lain, jika Aryadi memaksakan diri masuk, maka tidak menutup kemungkinan bahwa kedua orang yang amat Ines cintai bisa terluka bahkan kehilangan nyawa. Belum sempat Aryadi mengambil tindakan, sosok bertubuh tinggi penuh jelaga berlari dari samping rumah. “KENDRIK!” teriak Ines. Kendrik terseok-seok. Napasnya tersengal dengan wajah kotor. Aryadi segera menyergap d
Kendrik terduduk lemas di kursi, napasnya berat. Matanya terus saja tertuju pada nama-nama yang tercantum di laporan audit tahun 2021. R.N. Aryadi—nama ayahnya.Tubuh Kendrik gemetar. Keringat dingin membasahi pelipisnya meski AC menyala dingin. Tangannya menelusuri setiap angka dan catatan transaksi ilegal yang mana di sana tertera penggelapan dana, manipulasi pembukuan, dan penyamaran aset perusahaan yang ditransfer ke rekening luar negeri atas nama-nama anonim. Tapi Kendrik tahu, salah satunya adalah milik sang ayah. “Tidak mungkin Ayah …,” bisiknya lirih. Kendrik masih belum bisa menerima.Namun angka-angka itu tidak mungkin berdusta.Suasana hening terasa begitu menyesakkan. Kendrik menutup laptopnya dengan kasar. Dia berjalan mondar-mandir, rambut ikalnya basah oleh keringat. Perasaan bersalah dan kecewa membelitnya seperti tali tidak kasat mata.Ayahnya terlibat. Itu berarti semua yang terjadi bukan hanya ulah Lukas seorang diri.Kendrik terduduk lagi, kini di lantai, bersanda
Berdasarkan hasil rapat, dewan direksi dan para pemegang saham setuju untuk melakukan pemungutan suara guna menentukan siapa yang berhak menduduki posisi CEO di perusahaan Golden Stone Corporation.Lukas sempat menampik keputusan tersebut karena CEO sebelumnya, yang tidak lain adalah Kakek Bramanta sudah memberinya mandat dengan menjadi CEO pengganti, yang mana hal tersebut sudah membuktikan bahwa Lukas layak dan berhak berada di posisinya saat ini.Akan tetapi, jajaran direksi mematahkan alibi Lukas dengan mengatakan bahwa mereka memiliki hak untuk memilih siapa yang akan menjadi pimpinan di perusahaan.Alana puas, dia pulang dengan satu kemenangan di tangan. Dua Minggu lagi Alana dan Lukas sama-sama akan melakukan presentasi di depan orang-orang yang memiliki kendali di perusahaan.Mereka akan bertarung menentukan siapa yang memang layak menjadi penerus perusahaan batu mulya tersebut.Sayangnya, Alana masih memiliki PR yang tidak kalah penting, dia masih belum bisa meyakinkan Ketua
[Aku menemukan invoice yang agak mencurigakan. Cepatlah datang ke sini.] Membaca pesan lanjutan dari Alana, Kendrik menelan ludah, dia lalu menyalakan mesin mobil dan beranjak dari sana. Entah mengapa perasaannya tiba-tiba menjadi tidak enak.Beberapa waktu kemudian, Kendrik tiba di sebuah apartemen yang terletak di dekat perbatasan antara kota Jakarta dan Bandung.Seorang wanita muda membukakan pintu. Sejenak, lelaki itu termangu melihat wajah seorang gadis yang cukup menarik perhatiannya. Gadis dengan perawakan mungil, kulit kuning langsat, berwajah manis dengan hidung bangir dan bibir tipis.“Silakan masuk, Pak. Anda pasti Pak Kendrik, kan?” Si gadis membuat Kendrik tersadar.“Ehem.” Kendrik berdeham. “Iya, saya Kendrik. Terima kasih.” Pria itu mengatakannya sambil melangkah masuk.Begitu masuk ke ruangan utama, Kendrik melihat Alana duduk terpekur di depan komputer. Alana tampak serius dengan dua orang pemuda yang juga sedang fokus menatap layar laptop masing-masing.“Ternyata d
Setelah sambungan telepon terputus Lukas mengirimkan lokasi sebuah rumah sakit. Alana memberitahu ke mana tujuan mereka saat ini pada pria yang duduk di kursi kemudi.Setengah jam kemudian, Alana sampai. Dia menggendong Nathan yang masih mengantuk. Lukas ada di luar, sepertinya dia tidak sabar menunggu Alana. Begitu mereka bertemu, Lukas langsung memeluk Alana berikut putranya.Alana mematung. Dia sampai harus menahan napas karena Lukas memeluknya begitu erat.Merasa terhimpit, Nathan bangun. Dia mengucek mata dengan punggung tangan. Lukas merenggangkan pelukan. Dia mengecup pipi Nathan, lalu Alana. Sialnya, Alana refleks menjauhkan wajahnya.Lukas mengernyitkan kening. “Kenapa?”Lidah Alana kelu. Bodoh, pikir Alana. Dia mestinya bersikap biasa saja, bahkan seharusnya dia sedikit berakting dengan pura-pura khawatir karena Lukas tiba-tiba memintanya datang ke sana.Nathan turun dari gendongan ibunya. “Siapa yang masuk rumah sakit, sayang?” Alana mengalihkan pembicaraan.Lukas membuan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments