Seusai terapis pulang, Lian makan di ruang makan. Sofi dan Ine tadi membawakannya rendang dan makanan yang bisa dihangatkan. Kakinya sudah mendingan. Tidak sesakit kemarin, jadi ia bisa beraktivitas di dalam rumah meski masih harus memakai kruk.Lalu, Saga pulang dan memasuki rumah dengan diam. Lian bisa melihat lelaki itu berjalan menuju kamar dari pintu kaca ruang makan. Ia menyusulnya. Matanya mengedarkan pandangan dan menemukan lelaki itu terbaring di atas ranjang dengan separuh kaki masih menapak lantai. Satu tangannya menekan-nekan pangkal hidungnya.Ada begitu banyak alasan Lian bisa marah dengan Saga. Yang pertama, Saga lembur bahkan sampai tidak pulang ke rumah sementara ia sedang sakit. Yang kedua, Saga tidak membalas chatnya sejak semalam dan malah mengirim chat pada Rama untuk tinggal di rumah, menemani Lian. Yang ketiga ... foto yang ia temukan di sosial media Arana dan caption 'Finally, after 3 years' yang penuh tanda tanya itu.Hatinya tiba-tiba berubah haluan melihat k
"Lian tidak apa-apa Ibu. Hanya cedera sedikit, ini juga sudah enakan. Saga ada di rumah, dia sedang tidur." Lian menghela Ibu Mita masuk setelah melihat ada supir pribadi Ibu yang kini sedang mengobrol dengan satpam rumah depan."Sore-sore begini, Saga tidur? Kalau begitu biar Ibu bangunkan ya. Tidak elok tidur menjelang gelap."Lian dengan terbata duduk mendekat ke Ibu Mita. Ia menahan lengan Ibu dengan lembut."Saga baru pulang Bu dari kantor. Semalam dia lembur karena ada masalah. Jadi, biarkan dulu ya, Bu.""Lembur di kantor dan tidak pulang? Ya ampun. Istri baru sakit malah ditinggal kerja." Ibu Mita jadi kesal sendiri."Bu, Mas Saga kan bukan yang punya perusahaan, jadi wajar jika masih harus sesuai dengan perintah atasannya. Lian tidak apa-apa kok Bu, di rumah juga ada Kulu dan asisten pribadi Mas Saga yang diutus ke sini."Ibu Mita menipiskan bibirnya. "Saga sebenarnya bisa saja membuat perusahaannya sendiri. Ibu sudah bilang sejak dua tiga tahun lalu, tapi dia ngeyel tetap ma
Tiga kata lucu 'Kalian jangan khawatir'.Saga tertawa sumbang mendengar perkataan Ibu Mita yang kelewat santai itu. Bagaimana mungkin Ibunya datang ke rumah hanya untuk memberitahukan bahwa beliau ternyata mengidap kanker? Sudah stadium akhir pula dan bicara seolah penyakitnya itu hanyalah demam biasa? Anak mana yang bisa tidak khawatir mendengar hal tersebut?Lelucon apa ini?Saga menggeleng. Ia lantas menunduk dalam, mencoba mencerna kembali kata-kata informasi yang terlalu cepat itu. "Ibu ... " Sementara itu Lian tercenung dan memanggil lirih dengan mata berkaca-kaca.Air mata Lian lebih dulu tumpah daripada Saga yang terlihat kuat. Atau sebenarnya Saga hanya pura-pura kuat dan tidak mau membuat ibunya lebih khawatir. Diagnosis itu saja pasti sudah membuat Ibu sedih terlebih dahulu dan Saga tentu tidak mau menambah beban kesedihan ibu lagi dengan menatap anaknya yang cengeng."Sudah, sudah, Nak. Ibu tidak apa-apa. Jangan terlalu bersedih. Penyakit hanya sugesti. Ibu akan sembuh. I
Lian memenuhi pet food dispencer dengan makanan Kulu. Setelah memastikan kandangnya sudah bersih dan nyaman. Ia meraih Kulu dan mengelus serta menciuminya dengan gemas di gendongannya. Kakinya berjalan terbata tanpa kruk menuju sofa."Baik-baik di rumah ya, Kulu. Kalau mau makan sudah tersedia penuh, mau kamu habiskan juga tidak masalah sampai perutmu buncit," kata Lian."Serius tidak mau bawa Kulu sekalian?" tanya Saga yang sudah keluar ruang kerjanya dan membawa beberapa barang pentingnya.Sore ini, ia dan Saga akan menginap di rumah Ibu Mita sampai dua atau tiga hari ke depan. Mereka benar-benar meluangkan waktu untuk menemani Ibu Mita di rumah. Lalu akan pergi ke dokter bersama dua hari lagi.Lian sudah bilang pada Hana dan selama proses penyembuhan kakinya, ia bisa bebas dengan pekerjaan. Jadi tidak ada yang perlu ia pikirkan sekarang selain Ibu Mita. Sementara Saga, ia berusaha semaksimal mungkin untuk menghandle pekerjaannya dari rumah. Mungkin akan ke kantor, tapi tidak sampai
"Kemungkinannya sangat rendah. Namun, keajaiban bisa saja terjadi."Dokter Oknologi itu berujar kepada Saga. Lelaki itu sudah mempersiapkan andaikata kalimat ini akan disampaikan oleh sang dokter, tapi nyatanya tetap saja ia kaget dan tidak siap. Rahangnya mengeras dan matanya menatap satu titik ke arah dokumen hasil tes lab di atas meja dokter tersebut. Saat kembali menegakkan tubuh, dokter itu seperti memberikan satu cercah tatapan harapan yang tidak bisa Saga definisikan. Namun, Saga rasa, semua dokter akan melakukan itu untuk menyemangati pasien serta anggota keluarganya bukan?"Seberapa sering kemungkinan keajaibannya terjadi, Dok?" tanya Saga.Pertanyaan yang sebenarnya di luar dari keilmuan, tapi sejak tadi pun, Dokter sudah menjelaskan kanker yang ada di tubuh ibu Mita secara detail berdasarkan pemeriksaan fisik serta lab."Selama saya menjadi dokter Oknologi dua puluh lima tahun, keajaiban terjadi pada beberapa pasien saya. Bahkan yang sudah divonis hidupnya tinggal dua ming
Ternyata tidak butuh waktu lama untuk kaki Lian sembuh. Hari ini, kakinya lumayan lebih enak. Bisa untuk belajar berjalan tanpa kruk dan melakukan aktifitas. Meskipun masih di perban. Tentunya hanya bisa di dalam rumah saja karena ia tidak bekerja. Hana pun mewanti-wanti untuk Lian tetap di rumah sampai benar-benar sembuh total.Sejak pagi, Saga sudah berkutat dengan laptopnya di ruang kerja. Sesekali lelaki itu juga akan menelepon Bi Ratmi untuk menanyakan kabar Ibu Mita. Ya, Saga seprotektif itu kepada ibunya sekarang.Sementara Lian sudah menguasai dapur juga sejak pagi. Ia memasak beberapa menu makanan. Niatnya mau mengirim sekalian untuk Ibu Mita, tapi mengingat jarak rumah yang lumayan jauh, nanti makanannya keburu dingin. Akhirnya, Lian memesankan healthy food saja dan memasak cukup untuknya dan Saga sarapan.Lian membuat udang asam manis, soup dan capcay. Tangannya lihai memotong, meracik dan mengaduk di atas panci. Ia kesana-kemari dengan lincah untuk menyiapkan beberapa piri
Pada akhirnya Lian harus menghangatkan masakannya. Oh sungguh jadi kerja dua kali. Ini semua karena Saga yang mengajaknya mandi bersama dan jadi pagi terlama mereka.Di sisi lain, Lian memang tidak mau melewatkan kesempatan ini. Seperti kata Anggi. Namun, agaknya sekarang ia menyesal. Seberapa keras pun Lian merayu Saga untuk keluar di dalam, hasilnya tetap sama saja. Zonk! Saga mengeluarkan benih-benih itu di luar. Lian menatap nyalang melihat para benih yang disia-siakan di lantai dan terhempas terguyur air, lalu masuk ke saluran pembuangan itu.Astaga! Padahal untuk menjadi anak, cukup satu saja berlomba masuk ke dalam rahimnya dan menemukan si telur. Mubazir sekali bukan?Ya sudahlah. Hari masih panjang. Semoga saja nanti Saga khilaf dan lupa memakai pengaman atau berpikir mengeluarkannya di dalam. Lian harus optimis."Kenapa melamun?" tanya Saga yang ternyata sudah menghabiskan isi piringnya.Lian mengerjap dan memberikan Saga senyum manis. "Mau nambah tidak? Udangnya masih, Ma
"Jadi, apa dalam waktu dekat ini kamu akan berhenti?"Masih mengatur napas akibat cumbuan mereka, Lian langsung mengerti apa yang dimaksud Saga.Ia menggeleng. "Berproses. Aku masih ada kontrak dengan brand sampai dua atau tiga tahun mendatang. Jadi, mungkin aku akan mengurangi kerjaan ku saja mulai sekarang. Bagaimana?" Kedua alisnya naik ke atas bertanya."It's good. Tapi, kamu masih tiga puluhan something. Perjalananmu mungkin masih panjang kan? Kamu pasti mempunyai hal yang belum kamu capai selama ini. Lagipula, biasanya orang akan rehat dari pekerjaannya, minimal lima puluh tahun. Tidak apa-apa?"Satu-satunya hal yang ingin ia capai sekarang hanyalah mempunyai anak dan memimpikan hidup jadi ibu rumah tangga yang bahagia. Namun, Lian tidak bisa mengatakan itu langsung kepada Saga sekarang bukan? Ia takut merusak suasana ini. Suatu hari, ia akan mengutarakannya dengan gamblang."Siapa bilang Mas? Aku memulai semua ini bahkan lebih muda