"Ipar adalah maut." Harusnya Hana sadar dengan pepatah itu. Namun, karena rasa sayangnya kepada Kalila, sang Adik kandung. Akhirnya Hana malah menggali kuburan sendiri, mengundang musuh dalam selimut di mahligai rumah tangganya bersama Aji. Pernikahan yang berjalan harmonis bertahun-tahun, akhirnya harus hancur karena pengkhianatan Aji dengan Kalila. Hana yang dinyatakan sakit karena TBC membuat perubahan dalam rumah tangga dirinya dan Aji. Siapa sangka, semua yang terjadi padanya karena ulah Kalila. “Aku bisa mengambil Mas Aji, dan kehidupan Kakak yang sempurna." Kalila adalah musuh dalam selimut untuk Hana. Seorang penjahat yang sesungguhnya.
view more"Ya Tuhan!"
Hana memekik dan langsung menutup mulut saat melihat pemandangan di depan mata. Untung saja dari yang ada di genggamannya tidak jatuh. Jantungnya berdetak sangat kencang melihat adegan yang menusuk relung hatinya.
Bagaimana tidak? Di depan sana, Kalila tengah berpelukan mesra dengan Aji, suaminya sendiri.
"Kenapa cemberut, hm?"
Suara Aji begitu lembut membuat hati Hana semakin remuk. Manik mata yang biasanya selalu sayu tiba-tiba saja membulat kala Aji mendaratkan ciuman di pipi Adik Hana.
"Aku kesal, Mas. Sampai kapan kita seperti ini? Capek tahu ngurusin Kak Hana. Apa gak sebaiknya kamu tinggalkan dia saja?"
Mata Hana berkaca-kaca. Kekagetan masih menguasai wanita itu. Tak menyangka jika Kalila mengatakan hal buruk.
"Entahlah. Aku akan pikirkan itu. Sementara, bersikaplah seperti biasanya. Oke?"
Hana menggelengkan kepala. Suaminya sudah punya niat untuk meninggalkannya. Ini perselingkuhan.
Kemesraan mereka semakin intim. Hati Hana panas bukan main. Wanita itu hendak menghampiri mereka, tetapi diurungkan.
Jika dia mengamuk pada mereka, pasti keduanya akan mencari alasan. Hana juga tidak bisa melawan dalam keadaan sakit seperti ini. Mungkin bisa-bisa dia dicelakai oleh keduanya.
Hana memejamkan mata dengan air mata berderai. Wanita itu pun terpaksa pergi dari sana, meninggalkan kemesraan dua orang itu.
Dengan lemas Hana berusaha kembali ke kamar. Padahal, awalnya wanita itu ingin menghampiri suaminya di ruang kerja. Dia mau memakaikan dasi pada Aji.
Sudah 3 bulan Hana sakit, divonis TBC. Tubuhnya begitu lemah, hingga dia tidak bisa mengerjakan tugasnya sebagai istri dan Ibu.
Hana menangis sesenggukan di dalam kamar. Dia mengingat betul kedatangan Kalila disambut baik karena ingin merawatnya sebagai seorang Adik. Hana tidak pernah mencurigai apa pun gerak-gerik mereka. Memberikan kepercayaan penuh pada keduanya.
Namun, ternyata ada bangkai busuk yang selama ini disembunyikan sang suami. Hana benar-benar sakit hati.
Dadanya terasa sesak mengingat kejadian tadi. Entah adegan apalagi yang sudah mereka lakukan, pastinya Hana tahu kalau ini sebuah pengkhianatan.
Suara ketukan pintu berhasil menghentikan tangisan Hana. Wanita itu segera menghapus jejak air mata. Jangan sampai Kalila atau Aji melihatnya menangis.
"Masuk."
Saat pintu dibuka, Hana menautkan alis. "Loh, Bi Asih?"
"Nyonya? Saya kira Nyonya tidur?" tanya Bi Asih, bingung.
Bukan hanya pertanyaan itu yang membuat Hana bingung. Tetapi, kehadiran ARTnya yang datang pagi sekali.
"Bi Asih, tumben datang pagi?"
"Iya, Nyonya. Kemarin Mbak Kalila bilang saya harus datang pagi, soalnya Mbak Kalila ada acara kampus dan akan menginap. Tuan Aji juga ada rapat ke luar kota. Jadi, saya ditugaskan menjaga Nyonya dan Non Nara sampai mereka pulang."
Hana tersentak. Lagi-lagi kabar mengejutkan. Dia bahkan tidak tahu kalau Aji dan Kalila ada acara. Ini semakin memperkuat jika dua orang itu pasti sedang pergi ke luar untuk bersenang-senang.
Hana kembali terisak sembari memegangi dadanya yang terasa sesak. Melihat itu, Bi Asih langsung panik.
"Nyonya, kenapa? Apa ada yang sakit?"
Hana menggelengkan kepala, tapi tangisannya semakin menjadi. Bi Asih yang semakin panik. Dia hendak menelepon seseorang, langsung dicegah oleh Hana.
"Bi, Mas Aji dan Kalila selingkuh," cetus Hana dengan suara bergetar.
***
Tangisan Hana begitu menyayat hati. Bi Asih yang mendengar cerita Hana hanya diam dengan tatapan iba. Wanita yang hampir sepuh itu mengusap pundak Hana, berusaha menenangkan majikannya.
"Saya benar-benar tidak menyangka kalau mereka berani main gila di belakang saya. Padahal, saya sedang sakit, tapi mereka tega sekali melakukan itu."
Bi Asih menganggukkan kepala. Wanita itu sebenarnya sudah punya firasat serupa kepada Aji dan Kalila, tetapi tidak berani bilang pada Hana. Takut malah jadi beban pikiran.
Namun, serapat apa pun bangkai disembunyikan, baunya akan tercium juga.
"Saya harus bagaimana, Bi? Saya ingin mengamuk, melampiaskan kemarahan saya pada mereka. Tetapi, keadaan tubuh yang lemah ini, pasti saya akan kalah."
Bi Asih merasa kasihan pada wanita itu. Di saat kesakitan, harusnya Hana dirawat dengan baik, bukan malah dicurangi seperti ini. Bi Asih pun akhirnya angkat suara. Dia harus membuka semua kebusukan Aji dan Kalila.
"Maaf, Nyonya. Sebenarnya saya juga punya firasat, apalagi melihat gelagat mereka di rumah. Cuma, saya takut menjadi beban pikiran untuk Nyonya."
Hana menoleh, kaget. "Maksud Bi Asih, gelagat seperti apa, Bi?"
Wanita yang hampir sepuh itu menceritakan kejadian janggal yang selama ini mengusik hatinya. Dari mulai kepulangan Kalila dan Aji yang selalu satu mobil, perlakukan Aji yang begitu lemah lembut dan kata-kata manis.
Belum lagi keduanya sering sekali keluar dari tempat kerja Aji dengan mimik wajah senang. Lebih parahnya, saat makan bersama, Bi Asih kerap kali melihat kaki Kalila yang sering mengelus kaki Aji di bawah meja makan.
Tangis Hana pecah. Kali ini suaranya melengking, menandakan ada kesakitan yang begitu menyayat di hatinya.
"Ya Tuhan! Mereka benar-benar berengsek! Kenapa ini bisa terjadi?!"
Hana mengamuk. Dia meremas rambutnya sendiri. Bi Asih langsung menenangkan Hana, memeluk tubuh lemah itu.
"Tenang, Nya. Istigfar."
"Kenapa ini terjadi kepadaku, Bi? Apa salahku pada mereka? Aku harus bagaimana, Bi. Aku tidak bisa melawan mereka. Bahkan, aku tidak punya bukti untuk menghukum mereka."
Mendengar kalimat terakhir yang dilontarkan
Hana, Bi Asih jadi teringat sesuatu. Sang wanita mengurai pelukan sembari berbicara serius."Tentang bukti, saya ingat sesuatu, Nyonya."
Tangisan Hana berangsur berhenti. "Benarkah, Bi? Apa itu?"
"Sebentar, Nya. Saya akan kembali."
Bi Asih tiba-tiba saja pergi dari sana. Tak lama kemudian, wanita itu kembali ke kamar Hana dengan tong sampah di tangannya.
Hana sempat menautkan alis, bingung dengan tingkah ART-nya ini.
"Kenapa Bi Asih bawa tempat sampah ke sini?"
Bi Asih tak langsung menjelaskan, tapi mengambil kertas-kertas yang ada di tong sampah itu.
"Nyonya, sejak Non Kalila pindah ke sini, saya sering melihat struk dan resi di tempat sampah dapur."
Hana langsung meraih kertas-kertas itu. Membaca satu-satu dari banyaknya tumpukan struk dan resi.
Dengan jelas, terpampang nama adiknya di resi transfer itu. Bahkan struk belanja dan barang branded pun ada.
"Ya Tuhan. Bi, apakah yang membuat semua ini Kalila?"
Bi Asih menggeleng. "Tidak, Nya. Dua-duanya membuang semua itu di tempat sampah dapur. Saya sempat heran, kenapa Tuan Aji dan Non Kalila tidak buang sampai di tempat sampai kamar saja? Ternyata ...."
"Ternyata untuk menutupi kebusukan mereka."
Hana tiba-tiba saja terdiam memandangi kertas di tangan. Ini sudah terlalu jauh. Hana sakit badan, sekarang sakit hati. Dia benar-benar kecewa dan marah.
Namun, wanita itu tidak bisa hanya diam, menangis dan meratapi ini. Hana harus memberi pelajaran pada mereka.
"Bi, bantu aku untuk membongkar perselingkuhan mereka. Mas Aji dan Kalila harus mendapat hukuman."
"Kok, kamu ngomong seperti itu sama suami sendiri? Kamu mencurigaiku?" tanya Aji, tiba-tiba saja malah benar-benar berbeda jauh dari sebelumnya. Saat Hana mengatakan tentang gaji dan keuangan, ini membuat Hana takut kalau Aji itu sebenarnya psikopat yang sedang menyamar jadi suaminya. Namun, sudah bertahun-tahun lamanya sampai Nara cukup besar, Aji baru memperlihatkan semua itu. "Em, mungkin perasaanku saja. Kamu akhir-akhir ini tidak seperti biasanyam kamu jauh berbeda dengan Mas Aji yang dulu, saat aku sakit. Apakah ini karena aku sembuh, jadi kamu berubah sikap?" tanya Hana dengan berani lagi. Dia tidak peduli apa yang akan terjadi hari ini, yang pasti wanita itu harus tahu sifat asli Aji seperti apa jika dirinya terus menekan emosi sang pria."Tidak seperti itu, Hana. Aku hanya kaget saja karena kamu tiba-tiba bilang kalau kamu tidak membutuhkanku. Bukankah itu adalah hal yang sangat sensitif jika didengar oleh seorang suami? Suami itu kan tugasnya mencari nafkah. Kamu seolah
Setelah menelepon Kalila, wanita itu pun bergegas untuk ke kamar. Dia tidak boleh membuat Aji curiga karena keberadaannya yang tiba-tiba saja menghilang di sekitaran rumah. Saat sampai sana, ternyata Aji sudah memakai piyama tidur."Kamu ke mana aja, Hana?dari tadi aku cariin," ucap Aji yang membuat Hana terdiam sebentar. Dalam hati merutuk dan ingun sekali membuat pria itu tak berdaya, tetapi bukan saatnya. Besok dia akan ungkap semuanya. "Iya, tadi aku lagi ke kamar Nara tapi ternyata anak itu nggak ada. Jadi aku cari di tempat Bi Asih. Dia ada di sana.""Oh, kukira kamu ke mana. Oh ya, besok aku akan berangkat pagi-pagi sekali untuk mencari pekerjaan. Kamu doakan aku agar bisa dapat pekerjaan baru dan kamu bisa melanjutkan pengobatan," ujar Aji sembari duduk di kasur. Hana masih berdiri di ambang pintu, lalu menutup pintu itu secara perlahan. Entah bagaimana membuat pria ini sadar kalau dirinya itu sudah tidak berarti lagi di rumah ini. Entah itu materi atau sosok suami dan Aya
"Pokoknya aku tidak mau tahu, cepat lakukan itu sebelum waktunya habis. Bisa-bisa aku sial sendiri, karena Kalila lebih dulu melaporkan semuanya pada Hana. Aku yakin, wanita itu menyimpan bukti-bukti tentangku. Pokoknya itu semua harus segera diatasi. Ini bukan hal yang bisa dimainkan lagi."Hana tidak bisa diam saja. Dia akan langsung bergerak cepat untuk menghubungi Kalila dan memindahkan adiknya ke tempat aman. Kalau satu rumah di sini takutnya akan terjadi sesuatu yang buruk kepada adiknya. Setidaknya sampai Aji benar-benar dihukum dia harus memastikan Kalila selamat tanpa ada luka sedikit pun.Terdengar suara langkah Aji yang mendekat, membuat Hana harus segera kembali meninggalkan tempat persembunyiannya. Dia memutar tubuhnya dan bersembunyi di balik patung yang ada di sana. Tentulah Aji tidak melihat keberadaannya. Wanita itu sampai menahan napas kala Aji berjalan melewatinya. Setelah sang suami benar-benar hilang di balik pandangan, wanita itu pun bisa menghela napas lega. D
Hana berusaha sebaik mungkin untuk tidak mengeluarkan suara. Dia tidak mau suaminya tahu keberadaan dirinya yang dari tadi sedang menguping. Pekatnya malam di taman belakang dan hanya diterangi oleh lampu-lampu kecil membuat Hana tidak bisa melihat dengan jelas di mana keberadaan suaminya. Wanita itu hanya melihat siluet Aji yang benar-benar di depan patung, saat ini dijadikan tempat sembunyi Hana. Dia akan berusaha mendengar sebaik mungkin apa yang sedang dilakukan Aji di telepon.Bagaimanapun wanita itu tidak mungkin membiarkan Aji menghilangkan nyawa Kalila. Meskipun wanita itu adalah orang yang sudah merusak rumah tangganya, tetapi Kalila tetaplah adiknya. Dia cukup memberikan hukuman yang setimpal untuk Kalila, tidak untuk dihilangkan lawannya. "Pokoknya aku tidak mau tahu, cari di mana Kalila berada. Jangan sampai dia memberikan bukti-bukti kepada Hana. Aku tidak mau kehilangan harta berhargaku." Hana masih terdiam dan Aji juga diam beberapa saat. Sepertinya tengah mendengark
Setelah makan malam usai, Aji memilih untuk membersihkan diri. Sementara Hana di kamar sedang berusaha untuk memantau Kalila dari kamera CCTV yang dipasang di kamar adiknya. Tampak Kalila sedang makan dengan tenang, benar-benar sesuai yang diinginkan oleh Hana. Dia sekarang dalam kebingungan. Apa yang harus dilakukan kepada adiknya? Sementara wanita itu masih memerlukan keterangan Kalila, dan juga bukti-bukti yang dipunya oleh adiknya. Saat sedang seperti ini, tiba-tiba Nara masuk. Kebetulan saat makan malam Nara disuapi oleh Bi Asih, ini dikarenakan takut ada pembicaraan orang dewasa yang mungkin akan memancing Nara berbicara jujur tentang apa pun yang seharusnya tidak diucapkan. Namanya juga anak-anak, bisa saja jujur. Jadi dia tidak boleh membuat Aji bertemu dengan Nara, takut gadis kecil itu mengatakan sesuatu yang tidak seharusnya. "Ibu-ibu, Ibu lagi ngapain? Kok aku nggak lihat Tante Kalila, ya?" tanya anak kecil itu sembari duduk di hadapan Hana. Sang wanita langsung hentik
"Baiklah, aku mengerti kalau masalah itu. Tetapi apakah uangmu memang sangat banyak sampai kamu berani mengatakan hal seperti itu?" Pertanyaan Aji membuat Hana terdiam. Harusnya wanita itu tidak boleh mengatakan hal demikian, yang ada Aji pasti akan mengorek semua informasi tentang keuangannya. Lebih menyakitkan lagi kalau sampai Aji juga mengambil apa yang harusnya menjadi milik Hana. "Ya, palingan aku akan menjual beberapa emas yang kamu beli." "Emas?" Wajah Aji terlihat sekali sinis, di sorot matanya membuat Hana yakin kalau pria itu memang tidak akan pernah ikhlas kalau dirinya bahagia. Entah apa yang sudah dilakukannya di masa lalu sampai mendapatkan jodoh seperti Aji. Dia bahkan tidak melihat sisi buruk dari suaminya selama bertahun-tahun menikah dengan sang pria. Namun, setelah semuanya terbongkar wanita itu sadar sudah menikahi seorang penjahat yang sangat menakutkan dan juga harus diwaspadai. "Kalau itu sama saja dengan bohong, berarti kamu tidak punya uang lain, kan?
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments