Share

Chapter 5

     He Xian memang teramat sering melewati dan memandang Istana Chang Le, namun sama sekali tidak pernah terbayang olehnya ia akan mendapat kesempatan memasukinya. Ia memang selalu penasaran dengan bagian dalamnya. Betapa tercegangnya ia saat menyaksikan kemegahan istana bagian dalam masih melebihi luarnya. Dan sebentar lagi, ia akan menemui sang pemilik istana megah ini. Sang Kaisar Negara Ming.

     Seorang kasim datang menghampiri. "Tuan-tuan, silakan. Hamba akan mengantar ke Aula Utama."

     Perdana Menteri menepuk pundak He Xian. "Tenang sajalah, jangan gugup begitu."

     "Aku tidak gugup kok!" He Xian cepat-cepat menukas. Padahal hatinya berkata sebaliknya.

     Mereka mengikuti si kasim penunjuk jalan membawa ke aula di mana para pembesar lainnya telah berada. Tiba di sana, He Xian lebih keder lagi. Bukan karena ia mendapatkan para pembesar kerajaan - yang padahal selama ini selalu ia lecehkan - menatap tajam ke arahnya, namun karena sebentar lagi, untuk pertama kali dalam hidupnya berhadapan langsung dengan sang Kaisar.

     "Yang Mulia Kaisar dan Ibu Suri tiba!"

     Saat melihat Kaisar, rasa keder He Xian segera lenyap. Memang benar apa yang dikatakan Perdana Menteri, sang Kaisar masih sangat muda. Dan wajahnya itu, terlalu polos dan lugu. Persis anak kecil. Dia sih, ketimbang jadi Kepala  Negara, lebih pantas menjadi pangeran kecil, batin He Xian dalam hati. 

     "Hormat kepada Yang Mulia Kaisar. Hormat kepada Yang Mulia Ibu Suri." Perdana Menteri Zhan menghormat takzim. "Hamba memberanikan diri melaporkan, telah membawa Sun He Xian ke hadapan Anda."

     Kaisar menatap He Xian dengan saksama. "Kakak ini kelihatannya sangat menyenangkan." Lalu ia melempar senyum ke arah He Xian. Saking kagetnya He Xian nyaris terjatuh.

     "Te...terima kasih atas pujian Yang Mulia..."

     "Akan menjabat dalam hal apakah Kak He Xian ini?"

     "Dia masih belum mengenal tata cara pemerintahan, karenanya sementara ia akan menjadi asisten saya. Nanti bila dia sudah cukup terlatih, kita baru akan memberinya tugas yang lebih besar."

     "Kau harus bersyukur, Tuan Sun. Perdana Menteri Zhan amat jarang memercayai pemula untuk menjadi asisten pribadinya," Ibu Suri ikut menimpali.

     "Saya percaya, Tuan Sun memiliki talenta untuk bisa memakmurkan pula memajukan negeri kita ini." Setelah berkata begitu, Perdana Menteri menarik diri - dan juga He Xian - masuk ke deretan pembesar kerajaan.

     Seorang pejabat dari teras kiri berganti keluar dari barisan. Dari pakaiannya, dapat ditebak bahwa ia berpangkat militer. "Lapor Yang Mulia, para vassal menyatakan terang-terangan pemberontakan mereka terhadap negeri kita. Saya khawatir, bila keadaan tidak membaik, Han akan punya kesempatan menyerang kita. Sekarang pun kami memperoleh laporan tentara Han telah berada tepat di luar perbatasan kita..."

     Tiba-tiba seorang prajurit menerobos masuk. Sekujur tubuhnya berlumuran darah. Dengan tergopoh-gopoh ia berlutut. 

     "Yang Mulia... Kabar buruk! Pasukan Han... Pasukan Han telah memasuki kota!"

     Aula langsung geger. Sedetik kemudian, semua orang sudah berlarian dengan panik. Kaisar dan Ibu Suri tampak sangat panik. Saking paniknya, mereka tidak tahu harus melakukan apa. Jenderal militer yang barusan memberi laporan segera berlari ke arah mereka. "Yang Mulia, ikutlah saya!"

     Sambil berlari, He Xian menoleh ke arah Perdana Menteri, "Kakek, kenapa semua jadi panik begini?!..."

     "Pasukan Han terkenal dengan serangan kilatnya. Sekarang mereka telah memasuki kota, berarti hanya dalam hitungan menit mereka akan segera tiba ke sini. Jadi kesempatan kita melarikan diri hanya dalam hitungan menit."

     "Ba... bagaimana dengan ayah dan ibu saya?!"

     "Kau anak yang sangat berbakti. Tenang saja, pasukan Han tidak pernah membuang waktu menyerang rakyat. Itulah sebabnya mereka bisa tiba dengan sangat cepat mengepung istana musuhnya. Yang jauh lebih perlu dikhawatirkan adalah kita para pembesar istana.  Han lebih tertarik menyandera kita."

     He Xian bisa merasakan bulu romanya kontan berdiri tegang.

     Mereka telah berhasil melarikan diri sampai ke pintu gerbang istana. Namun, ternyata pasukan Han telah mengepung seluruh jalan keluar. Tidak ada celah sedikitpun bagi mereka untuk melarikan diri.

     Melihat seluruh pembesar bahkan termasuk Kaisar dan Ibu Suri nampak pucat dan ketakutan, dan menyadari bahwa nyawa mereka sekarang berada dalam genggaman pasukan Han yang sekarang menggiring mereka entah kemana, hati He Xian dipenuhi penyesalan yang amat sangat. Bukan begini yang diinginkannya. Ia bersedia menjadi pejabat dan mengabdikan dirinya untuk negara, adalah untuk memberikan kebahagiaan untuk banyak orang. Bukan untuk mati konyol seperti sekarang ini. Kalau ia mati konyol, bagaimana ia bisa mewujudkan impiannya yang baru saja lahir kemarin itu?

     "Kau menyesali pilihanmu?"

     He Xian tak mampu menjawab langsung pertanyaan sang Perdana Menteri. "Aku... tidak tahu."

     "Kau telah memberikan kebahagiaan pada orang lain, Nak. Dengan berada di sini, kau telah turut membela sang Kaisar, memberitahunya ia tidak sendirian melawan semua ini. Dan kau juga telah membuatku bahagia, kau bersedia menuruti permintaanku dan menemaniku di sini."

     "Aku... membuat kakek bahagia???"

     "Daripada berjalan sendirian, aku merasa jauh lebih bahagia dengan adanya kau menemaniku."

     Sesuatu bergetar aneh dalam dada He Xian, baru pertama kalinya ia merasakan itu. Ia buru-buru memalingkan muka, menatap arah lainnya. Dilihatnya Kaisar menggenggam erat tangan seorang gadis perempuan kecil yang usianya He Xian taksir tidak akan lebih dari lima belas tahun. 

     "Jangan takut, Dik Yan Xu. Ada ibu dan kakak di sampingmu," sang Kaisar menenangkan adiknya.

     "Yan Cheng, menurutmu tidak mungkin kan, orang Han melecehkan Yan Xu?..."

     Wajah Kaisar tampak muram. "Aku... tak berani memastikan, Ibunda."

     "Kudengar mereka selalu berbuat tak senonoh terhadap puteri kerajaan tawanan, menjadikan mereka gundik dari pembesar-pembesar tua Han. Oh bila itu sampai menimpa Yan Xu dia masih lima belas tahun..."

     "Ibunda jangan khawatir. Aku akan berusaha sekuat tenaga untuk melindungi Adik Yan Xu," hibur Kaisar.

     Benar-benar Kaisar yang patut diacungi jempol. Aku saja yang lebih tua darinya malah ketakutan dan sibuk menyesali diri. Ia malah masih bersikap tegar, bahkan berjanji melindungi adiknya.

     "Semua diam! Jangan ada yang bicara lagi! Kami akan membacakan titah Kaisar Wen Xing!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status