Share

Chapter 13

     Ming Shi menatap pemuda yang baru saja berdebat dengannya itu menghilang di balik pintu, wajahnya berkeriut tidak senang. 

     Bahkan sekarang, anak ingusan itu, yang pula berstatus jauh lebih rendah darinya, pun berani memprotesnya? Padahal ia sudah muak melayani komentar-komentar sok itu. Ia bekerja keras memikirkan yang terbaik buat bangsanya, dan ia sebagai pemimpin tentu saja tahu apa yang terbaik bagi negeri yang dipimpinnya. Tapi, mengapa protes-protes itu tetap saja ada? Bahkan, bukan hanya Chang saja yang melancarkan aksi perlawanan. Banyak negeri-negeri vassal lainnya yang turut memberontak, walaupun masih tidak separah Chang.

     Mengapa sulit sekali untuk membimbing mereka - orang-orang rendahan itu - untuk bisa mengerti akan jalan yang benar?

     Iapun teringat akan kata-kata salah seorang leluhurnya, “Bila kau tidak bisa menuntut sesuatu dengan kebaikan, maka gunakanlah kekerasan untuk membelenggu sesuatu itu.”

     Aku sudah melakukan cara-cara halus, namun kalian sendirilah yang mencari gara-gara. Jangan salahkan aku bila memakai cara ini...

     “Nak, Ibu ingin membicarakan sesuatu denganmu.”

     Ming Shi menoleh. Ibunya, Ibu Suri Mei telah duduk di salah satu kursi di dekatnya. Ia lantas buru-buru memberi hormat, “Saya tak menduga Ibunda akan berkunjung kemari.”

     “Duduklah, Nak. Ibu ingin membicarakan perihal pernikahanmu.”

     Ming Shi tertegun. Ia tidak segera duduk.

     “Ibunda, berapa kali saya katakan, saya masih muda. Saya bisa menikah kapan saja saya  butuhkan. Tetapi pemerintahan, lain lagi kondisinya. Saya tak bisa mengabaikannya begitu saja. Pula, saya memiliki sebuah angan-angan besar. Menciptakan persatuan dunia di bawah panji negeri Han. Tetapi, dengan adanya saya harus mengurusi keluarga, maka semua itu akan jadi kacau balau dan gagallah sudah cita-cita saya.”

     Ibu Suri menghela nafas panjang. “Aku tahu kau selalu punya banyak dalih. Sudahlah. Kau pilih saja sesukamu.”

     “Maksud Ibu?...” Ming Shi kontan merasakan ada sesuatu yang tidak beres.

     “Ada lebih dari enam ratus puteri bangsawan berkumpul di Aula Shun-fang, siap untuk kaupilih sebagai calon permaisurimu.”

     Ming Shi terkejut setengah mati. “Tidak mungkin!!!”

     “Kau ini benar-benar aneh, Ming Shi! Mana ada seorang pria mengeluh saat diberikan banyak wanita cantik kepadanya.” Ibu Suri geleng-geleng kepala.

     Sang kaisar muda mendesah. Sepertinya Ibu Suri mengira ada yang tidak normal dengan jiwa prianya. Ini berbahaya. Ia toh pria sejati, bukan homoseksual. “Oh, tentu saja saya sangat senang dengan pemberian Ibunda. Baiklah kalau begitu, saya akan menaruh mereka semua di Istana Belakang.”

     Ibu Suri mendelik tidak senang, “Kau!? Bahkan kau lebih gila dari ayahmu?!?”

     “Aaahh Ibunda ini bagaimana? Begini salah, begitu juga salah Sudahlah! Saya akan pergi ke Aula Shun-Fang. Nanti baru kita bicarakan lagi.”

***

     Terhenyak juga Ming Shi melihat begitu banyak wanita cantik berdiri di hadapannya. Kesemuanya keturunan darah biru, cantik pula anggun memukau, serta berpenampilan halus dan memikat. Begitu memikatnya hingga Ming Shi hampir tergoda melaksanakan niat isengnya tadi, menaruh mereka semua di Istana Belakang-nya.

     Ibu Suri mulai mengenalkan beberapa wanita pilihannya.

     “Yang berdiri di depanmu ini adalah Putri Le-chang dari Tse-Kuan.” Sang putri berwajah aristokrat dan kelihatan sangat terpelajar. Ia membungkuk hormat dengan gaya anggun. “Di sebelahnya adalah Putri Qin-mai dari Song.” Seorang puteri dengan lekuk tubuh indah memukau, kelihatan jelas bahwa puteri itu pandai menari. “Putri Zhen-yan, puteri Jenderal senior Wei.” Gadis dengan garis wajah yang persis dengan ayahnya, keras dan berwibawa. “Putri Sangmu dari Sutta.”  Gadis berkulit cokelat gelap dan senyum memukau. “Putri Svetlana dari Tukhestan.” Gadis dengan rambut pirang keemasan serta bermata hijau kebiruan itu menatapnya dalam, kemudian membungkuk memberi hormat. Ming Shi memandangnya. Ada sesuatu dari gadis itu yang amat menarik perhatiannya, dan ini bukanlah soal penampilan. Semua orang tahu bangsa Tukhestan adalah bangsa dengan kulit terang, berambut cokelat ataupun pirang cerah pula bermata biru ataupun hijau. Ming Shi seringkali bertemu dengan para pemimpin dari bangsa ini, jadi melihat bangsa Tukhestan bukanlah hal baru baginya. Namun, bertemu dengan seseorang yang memancarkan aura misterius seperti Puteri Svetlana itu, Ming Shi baru pertama kali merasakannya.

     Betapapun, rasa ingin tahu berbeda sekali artinya dengan ingin menikah. Namun sepertinya Ibu Suri salah paham menilai kondisi tersebut. “Bagaimana, kau sudah menentukan pilihanmu?”

     Ming Shi berbalik menatap ibunya. “Terima kasih banyak Ibunda, telah memberikan saya wanita cantik sebanyak ini. Ya, mereka sangatlah cantik memukau, dan amat menawan hati saya. Karenanya, saya ingin menaruh mereka semua ke Istana Belakang...” Melihat gelagat Ibu Suri yang ingin memprotes, iapun mengeraskan suaranya, “ ... tapi bukan sebagai isteri sah. Saya menginginkan mereka memberi saya kepuasan hanya untuk sehari semalam, titik.”

     Seluruh puteri yang ada di sana terhenyak mendengar kata-kata Ming Shi, betapapun mereka tidak berani mengeluarkan kata-kata bersifat memprotes, dan hanya menunduk dalam diam. Ibu Suri, sebaliknya, berseru, “Aku menyuruhmu mencari isteri, bukan mencari pelacur!”

     “Justru itu, yang saya inginkan sekarang adalah pelacur, bukan isteri,” Ming Shi menjawab seenaknya.

     Ibu Suri menarik nafas. Betapa sulitnya ia berbicara dengan anaknya yang satu ini. “Baiklah... sesukamulah. Taruhlah mereka semua di Istana Belakang, toh kaisar memang memiliki hak untuk itu. Tetapi minimal, pilihlah salah satu dari mereka sebagai pendamping hidupmu.”

     Ming Shi bingung sekali mengapa ibunya tidak bisa memahami keinginannya yang sebenarnya, dan tanpa bosan selalu menyuruhnya melakukan hal yang sama. Berkali-kali ia berdalih dan mengelak, namun sang Ibu masih tetap mengulangi perintah yang itu-itu lagi. Dengan jengah ia memanglingkan wajah ke arah jendela. Secara kebetulan ia melihat Yan Cheng beserta Yan Xu tengah berjalan menuju aula tengah. Pemuda itu datang untuk mendiskusikan urusan ketatanegaraan seperti yang diperintahkan Ming Shi kemarin. Ming Shi termangu. Akhir-akhir ini rasanya sering sekali ia bertemu pandang dengan Yan Xu. 

     Dan saat itulah, ide tersebut begitu saja muncul. 

     “Ibunda,” Ming Shi berbalik memandang Ibu Suri. “Saya telah menentukan pilihan saya.”

     Ibu Suri pada mulanya tidak mempercayai pendengarannya. “Betulkah itu, Nak?!”

     “Ya. Saya berniat menjadikan Ming Yan Xu, adik Raja Ming Yan Cheng, sebagai permaisuri.”

     Kembali keterkejutan melanda Ibu Suri, “Ming Yan Xu?!? Apakah anak itu terlalu kekecilan bagimu? Ibu dengar usianya baru lima belas tahun, kalian berbeda sangat jauh. Makanya Ibu tidak mengikutsertakannya dalam seleksi ini.”

     “Inilah keputusan saya. Tolong Ibunda jangan memprotes lagi.”

     “Baiklah... Ibu menghargai keputusanmu...” Ibu Suri lalu memanggil salah seorang dayang, “Perintahkan Ming Yan Cheng dan Ming Yan Xu untuk segera menghadap ke Paviliun Chun-lue, sekarang juga.”

***

     Yan Xu dan Yan Cheng benar-benar terkejut mendengar kabar berita ini, walaupun dengan alasan yang berbeda. Yan Xu diam-diam merasa senang sekali. Sebaliknya Yan Cheng amat terpukul. Pernikahan adiknya dengan Ming Shi adalah hal yang paling tidak diharapkannya terjadi dalam hidupnya. 

     Ah. Sudahlah, batinnya kelu. Ia mencoba menghibur diri sendiri. Menjadi permaisuri toh jauh lebih baik daripada gundik. Apalagi Han Ming Shi bebas memerintah seenaknya. Sudah bagus ia memilih Yan Xu sebagai permaisurinya. Bagaimanapun, aku harus berterima kasih padanya. Dan, memintanya menjaga Yan Xu baik-baik.

     “Aku sungguh sangat bahagia, Puteri Yan Xu. Akhirnya puteraku memilih pendamping hidupnya dan ibu pewaris keturunannya, hal yang kuharapkan sejak lama. Dan, ia memilihmu. Puteri Yan Xu, kau benar-benar puteri yang istimewa.”

     “Terima kasih atas pujian Anda, Paduka Ibu Suri. Saya pun merasa tersanjung diberi kehormatan untuk menjadi permaisuri Kaisar Han,” Yan Xu menjawab sopan. Sebenarnya, Ibu Suri sangat menyukainya. Yan Xu keturunan keluarga kerajaan, berparas cantik pula terpelajar dan anggun. Satu-satunya hal yang dianggap cacat adalah perbedaan usianya dengan puteranya yang terlalu jauh. Tapi mau bagaimana lagi, batinnya pasrah. Inilah pilihan puteraku yang keras kepala itu.

     Ibu Suri pula mengirimkan lamaran resmi kepada pihak orangtua mempelai wanita, dalam hal ini adalah Ibu Suri Yin selaku pihak orangtua yang masih hidup. Wanita itu juga merasakan kegembiraan yang sama dengan Ibu Suri Mei, bahagia karena puterinya yang keras kepala itu akhirnya bisa mendapatkan jodoh yang baik, pula sebagai Permaisuri negara yang sangat berkuasa dan bukan sekadar gundik murahan. Sangat sesuai dengan keinginan yang dulu pernah Yan Xu utarakan padanya. Pihak istana kini menjadi sangat sibuk dalam mempersiapkan segala sesuatu untuk merayakan pernikahan agung tersebut.

     Dan, ketika pada akhirnya pernikahan itu dilaksanakan, Yan Xu merasa amat bahagia, bisa bersanding dengan pria pujaannya.

     Sayang, yang diharapkan Ming Shi justru adalah sebaliknya. Ia menginginkan seorang gadis kecil menjadi pasangan hidupnya adalah karena mengira gadis tersebut tidak mengerti arti “cinta” dan dengan demikian tidak akan mengganggunya mengejar ambisinya. Apalagi terdapat perbedaan usia yang sangat jauh di antara mereka berdua, Ming Shi mengira dirinya yang jauh lebih tua ketimbang Yan Xu akan membuat sang putri tidak menyukainya. Bahkan, semakin Yan Xu tidak mencintainya, semakin kesampaianlah harapan Ming Shi itu. Bagaimanapun, takdir tidak membolehkan keinginannya terwujud.

     Pada akhirnya, pernikahan tersebut tidak membawa kebaikan seperti yang diharapkan keduanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status