Yan Cheng dan He Xian datang tepat pada waktunya.
“Apa yang kaulakukan, orang gila keparat?! Lepaskan adikku, atau kubunuh kau!” Yan Cheng berteriak marah.
Perdana Menteri Kang tampak beringas, “Hah! Kaukira siapa kau berani memerintahku! Kau hanyalah kaisar yang telah kehilangan kekuasaan! Kalian orang-orang Ming hanyalah para pecundang yang sudah kalah, yang hidup matinya tergantung dari belas kasihanku, dan karenanya harus tunduk padaku!”
“Perdana Menteri Kang, hentikan! Atau aku akan melaporkan pada Baginda!” He Xian ikut berseru.
“Hah, silakan saja! Aku tak takut! Kaisarpun tidak berani seenaknya terhadapku!”
“Betulkah demikian, Kang Qin Song?”
Suara itu membuat jantung Perdana Menteri Kang berdegup kencang. Ia mengangkat kepalanya, dan tampaklah Ming Shi berdiri tepat di hadapannya.
Ming Shi menudingkan jari telunjuknya.
“Perdana Menteri Kang, kau telah dengan semena-mena melecehkan kehormatan seorang putri kerajaan! Dosamu yang berat ini hanya pantas diganjar dengan hukuman mati!”
Perdana Menteri Kang pucat luar biasa. Ia menundukkan kepalanya, lalu dengan frustrasi ia mengepalkan tangannya, memukul tanah sekuat tenaga.
“Anak durhaka!!! Aku takkan pernah mengampunimu walau di akhirat sekalipun!”
Ming Shi tidak mengacuhkannya. Ia membalikkan tubuh, berjalan dalam diam. Di belakangnya, Yan Xu memandangnya dengan mata berbinar, tampak terpesona.
***
“Kaisar Han itu keren sekali! Aku benar-benar memujanya!”
Yan Cheng menatap adik perempuannya, “Kau sudah mengatakannya ada kira-kira sepuluh kali, Yan Xu.”
“Oh ya?...” Yan Xu menunduk, malu. Tetapi sebentar kemudian ia kembali menengadahkan wajahnya, dan ia dapat melihat ekspresi kakaknya nampak tidak senang. “Maafkan aku aku lupa dengan kenyataan bahwa ia telah menghancurkan negeri kita...”
“Kaisar Han Ming Shi itu mungkin dia memang benar-benar hebat dalam politik dan pemerintahan tetapi untuk bisa berbuat baik terhadap wanita, aku meragukannya. Entah mengapa aku punya perasaan seperti itu,” Yan Cheng menatap adiknya lekat-lekat. “Aku tahu ialah yang telah menyelamatkanmu, tapi tolong dengar saranku. Jangan terlalu memujanya, apalagi mendekatinya.”
“Kak, mungkin kau bisa berpikiran seperti itu karena dia telah menaklukkan negeri kita...” Yan Xu berkata sungguh-sungguh. “Kakak tenang saja. Aku tidak jatuh cinta padanya kok. Dan kalaupun aku benar-benar jatuh cinta padanya, aku akan berusaha untuk menghilangkan perasaan itu.”
Namun jauh di lubuk hati, gadis itu meragukan apakah ia benar dapat berhasil menepati janjinya itu. Sudah seminggu berlalu sejak kejadian itu, dan Yan Xu tidak pernah berhasil meredam perasaan kagumnya itu. Malah ia merasakan perasaan tersebut semakin lama malah semakin menjadi-jadi. Karena sudah tidak tahan lagi, ia pun mulai menyuarakannya keluar ke kakaknya, orang yang paling dekat dengannya.
Yan Cheng sangat menyayangi adiknya. Tentu saja ia senang bilamana adiknya bisa cepat mendapat jodoh, apalagi menikah. Namun ia sungguh tidak mengharapkan adiknya menyukai orang semacam Ming Shi. Walaupun Ming Shi adalah tipe pria paling sempurna bila dilihat dalam penampilan fisik, tetap saja penampilan luar bukanlah patokan yang benar untuk memilah baik tidaknya seseorang. Masalahnya, Yan Cheng sangsi apakah adiknya yang masih kecil dan lugu ini dapat mengerti akan kenyataan tersebut.
***
Tugas pertama He Xian adalah memadamkan pemberontakan yang terjadi di negara bagian Chang.
Tepat setelah Han berhasil menaklukkan Ming, Chang di bawah salah satu mantan gubernur negeri tersebut mengadakan pemberontakan, begitu besar hingga membuat pasukan pemerintah vassal kewalahan dan terpaksa meminta bantuan pada pemerintah pusat. Ming Shi yang menganggap hal ini kebetulan yang sangat baik untuk menguji kemampuan menteri barunya, dengan segera mengutusnya maju.
He Xian, di lain pihak, merasa waswas. Selama ini ia bisa berbuat seenaknya karena ia merasa aman. Tapi ia tahu kondisi sekarang sangatlah jauh berbeda. Apalagi bekerja di bawah perintah pemimpin seperti Ming Shi, ia harus semakin berhati-hati dalam bertindak. Cepat-cepat ia menenangkan dirinya sendiri, Aku melakukan ini untuk mendedikasikan diriku pada orang banyak, sehingga tidak perlu mempedulikan yang lainnya. Termasuk Kaisar Han.
Ia berangkat dengan membawa 5.000 pasukan. Ayah ibunya, Yan Cheng disertai Yan Xu bahkan Ming Shi sendiri turut mengantarnya.
“Nak, hati-hatilah. Jaga kesehatanmu selalu. Kami akan mendoakanmu agar kau baik-baik saja, dan berhasil menunaikan tugasmu dengan baik.” Ayahnya berkata. Sang ibu menggenggam tangannya erat-erat.
“Kak He Xian, kami doakan kakak semoga berhasil,” ujar Yan Cheng yang kemudian memberi kerlingan tanda ke arah Yan Xu gilirannya untuk berbicara sudah tiba. Betapa terkejutnya ketika ia menyadari sorot mata adiknya yang tidak terfokus, seakan tengah melamun. Pemuda itu kontan berseru, “Yan Xu!!!”
“Tuan Sun, perlihatkanlah kemampuanmu dan tunjukkan pada mereka adalah suatu kesalahan besar mereka mencoba melawanku,” Ming Shi menjabat tangannya. “Aku menunggu kabar baikmu.”
Menanggapi mereka semua, He Xian mengangguk, “Terima kasih. Aku akan baik-baik saja, dan akan kembali ke sini dengan membawa kemenangan.”
He Xian memacu kuda perangnya, dan ketika si kuda melangkah, seluruh bala tentaranya turut bergerak mengikutinya. Ia menegakkan kepalanya, menatap lurus cakrawala lembayung senja yang membentang di hadapannya. Ia mencengkeram tali kekang si kuda erat-erat, siap untuk maju menunaikan tugas.
Perjalanan ke Chang dimulai pada sore hari karena jarak tempuh mereka cukup jauh. Mereka baru bisa sampai ke Chang pada pagi hari keesokan harinya. Melewatkan malam, mereka menggelar tenda di sebuah hutan teduh dalam daerah perbatasan antara Chang dan Han.
Sementara para tentara bersantai dan mengistirahatkan tenaga mereka, He Xian membentangkan peta Chang, mempelajarinya. Ia tidak tahu banyak tentang Chang. Yang diketahuinya hanyalah, negara itu mempunyai budaya dan kesenian yang sangat indah. Seni tari dan seni musik mereka, terutama yang berhubungan erat dengan mistik dan religi, keindahannya tak dapat diungkap dengan kata-kata. Dan rakyat Chang telah berhasil mempertahankan budaya itu selama ribuan tahun. Keindahan seni budaya itulah yang banyak menarik turis dari negeri lain untuk datang ke Chang. He Xian sendiri bahkan berniat untuk menyaksikan tarian Chang yang termashyur itu, tentu saja ketika ia berhasil menyelesaikan tugas! Namun selain keindahan seni budayanya, He Xian tidak tahu apa-apa lagi tentang negara itu. Karena itulah sekarang ia tengah mencari daerah-daerah strategis di Chang yang bisa ia jadikan basis penyerangan. Dari peta, ia berhasil mendapatkan beberapa, namun me
Kemudian, ia tersenyum. “Karena kita punya nasib yang sama, sama-sama sebagai kaum terjajah, bagaimana jika kalian membantu kami?” tanyanya santai. “Tentu, jika Anda ingin turut bergabung melawan Han, kami akan dengan senang hati siap membantu Anda.” “Oh, bukan untuk itu. Aku tetap setia pada Han.” Seluruh pemberontak menggerung keras. He Xian tersenyum semakin lebar. “Jika kalian tidak bersedia, aku juga tidak akan memaksa. Karena itu, izinkan aku tetap menjalankan kewajibanku sebagai wakil Han.” He Xian berpaling ke arah Sersan Zhen, “Kira-kira, apakah mereka sudah selesai?” “Kurang lebih, Tuan.” “Bagus,” Ia kembali menoleh ke arah Tuan Li dan lainnya. “Silakan kalian pergi keluar dan lihat, apa yang sedang terjadi.” Para pemberontak kelihat
Ming Shi menatap pemuda yang baru saja berdebat dengannya itu menghilang di balik pintu, wajahnya berkeriut tidak senang. Bahkan sekarang, anak ingusan itu, yang pula berstatus jauh lebih rendah darinya, pun berani memprotesnya? Padahal ia sudah muak melayani komentar-komentar sok itu. Ia bekerja keras memikirkan yang terbaik buat bangsanya, dan ia sebagai pemimpin tentu saja tahu apa yang terbaik bagi negeri yang dipimpinnya. Tapi, mengapa protes-protes itu tetap saja ada? Bahkan, bukan hanya Chang saja yang melancarkan aksi perlawanan. Banyak negeri-negeri vassal lainnya yang turut memberontak, walaupun masih tidak separah Chang. Mengapa sulit sekali untuk membimbing mereka - orang-orang rendahan itu - untuk bisa mengerti akan jalan yang benar? Iapun teringat akan kata-kata salah seorang leluhurnya, “Bila kau tidak bisa menuntut sesuatu dengan kebaikan, maka gunakanlah kek
Masih ada tiga negara yang belum berhasil dikuasai Han. Yeong-Shan, Khanate dan Qi. Ming Shi memastikan ambisinya harus dapat terwujud. Ia harus menguasai ketiga negara itu. Target pertamanya adalah Yeong-Shan. Ia membicarakannya dalam rapat kerajaan. “Sudah tiba waktunya kita mengerahkan pasukan menaklukkan Yeong-Shan. Ada yang mempunyai usul mengenai ini?” Jenderal Wei maju ke depan. “Lapor, Yang Mulia. Pasukan kita berada dalam stamina puncak. Bila kita menyerang Yeong-Shan, kemenangan sudah pasti berada di pihak kita.” Tidak ada tanggapan dari menteri lainnya. Menganggap kebisuan mereka sebagai tanda persetujuan, Ming Shi bangkit berdiri, mengeluarkan titahnya. “Kuperintahkan Menteri Sun memimpin 100.000 pasukan, untuk segera pergi menaklukkan Yeong-Shan!” *** Yeong-Shan terletak
Bahkan perjalanannya saja sudah membuat pasukan Han teramat lelah. Apalagi anggota pasukan seperti He Xian beserta Letnan Xiang dan Sersan Zhen yang berangkat dari Han. Perjalanan dari Han ke Tukhestan saja sudah memakan waktu seminggu. Ditambah perjalanan dari Tukhestan ke Yeong-Shan yang memakan waktu kurang lebih tiga hari. Manalagi mereka tidak bisa beristirahat barang sejenak pun setelah sampai, karena Teluk Dong-Nal yang menjadi pelabuhan teraman bagi kapal-kapal dari Tukhestan telah dipenuhi armada laut Yeong-Shan. Takjub juga He Xian melihat kemegahan armada laut Yeong-Shan yang tidak diduganya. Di pihak lain, pasukan Yeong-Shan juga sangat terkejut mendapati armada laut mereka kalah jumlah sangat jauh dari Han. Ditambah lagi reputasi Han menguasai tiga perempat dunia telah sebelumnya menjatuhkan semangat tempur pasukan Yeong-Shan. Betapapun, Jenderal Min-Hwa tidak lantas putus asa. Ia berdiri di dok terdepan kapal, berseru pen
Pagi-pagi sekali, peperangan telah dimulai. Matahari masih belum sepenuhnya bangkit di ufuk timur. Namun kedua pihak, Han dan Yeong-Shan, telah menyiapkan angkatan militer yang serba canggih dan kini siap berhadapan satu sama lain. Ratusan ribu prajurit berjejer menunggu aba-aba, dan begitu tambur dibunyikan, mereka pun segera berlari menyerang. Pertempuran terjadi begitu dashyatnya selama seminggu lamanya. Karena bagaimanapun Yeong-Shan telah kalah, baik secara jumlah, maupun kualitas prajurit serta teknologi senjata. Han menggilas mereka semua dan menekannya sampai ke ibukota Jeong-Neon. Pasukan Han segera berhasil memasuki ibukota Jeong-Neon. Mereka berlari dengan sangat cepat, dan tepat ke arah Istana Hwa-Soon. Hanya dalam waktu kurang lebih lima belas menit, Istana Hwa-Soon telah berada dalam kepungan erat Pasukan Han.*** Seo-Yu memandang Ryu-Na. “Masih belum ada kabar dari
Tidak ada seorangpun yang lebih terkejut dibanding He Xian sendiri. Tak disangkanya, ia begitu berani menjatuhkan gulungan berisikan titah kaisar itu. Dan ia tahu dengan jelas, nasib apa yang dinantinya setelahnya kini. Tapi, ia sudah bertekad. Ini keputusannya, ia tidak boleh ragu lagi. Ia mengambil gulungan tersebut, menepuk-nepuknya. “Saya rasa ada yang salah dengan isi gulungan ini. Saya akan terlebih dahulu menanyakannya kepada Yang Mulia Kaisar mengenai hal ini. Baiklah sementara ini begitu saja keputusannya.” Kembali tercipta kesunyian. Semua orang di halaman luas tersebut kontan terbelalak. Min-Hwa kini menatap He Xian lekat-lekat. Ada sebersit sinar kagum terpancar dari bola matanya. Bibirnya melengkung ke atas. Ia tersenyum. Namun tak lama, terdengar suara yang sangat janggal memecah kesunyian. Suara derap kaki kuda yang begitu cepat. Seisi lapangan menoleh, dan mendapat
“Hukum mati seluruh pasukan Han!!! “Tunggu sebentar, Yang Mulia!” Seisi lapangan segera mengalihkan pandangan melihat yang barusan berteriak tersebut. Jenderal Park Min-Hwa. “Harap Yang Mulia tidak secara membabi buta mencabut nyawa seseorang. Saya lancang meminta, Yang Mulia mempertimbangkan secara matang baru memutuskan, mana yang pantas dihukum mati, dan mana yang tidak.” Suara Hao Shi keras menggelegar. “Mengampuni mereka?! Tidak mungkin! Aku tak bisa mengampuni siapapun yang bersedia, dan dengan senang hati mengikuti keinginan setan Ming Shi! Apalagi ketika mereka telah melakukan sesuatu yang begitu kejam” “Namun Yang Mulia, perlu Anda ingat. Ada juga pejabat Han yang tidak sungguh-sungguh bersedia mengikuti kemauan kaisarnya, mereka berlaku demikian hanya untuk kelangsungan hidup mereka. Dan, banyak juga pejabat Han yan