Sementara para tentara bersantai dan mengistirahatkan tenaga mereka, He Xian membentangkan peta Chang, mempelajarinya. Ia tidak tahu banyak tentang Chang. Yang diketahuinya hanyalah, negara itu mempunyai budaya dan kesenian yang sangat indah. Seni tari dan seni musik mereka, terutama yang berhubungan erat dengan mistik dan religi, keindahannya tak dapat diungkap dengan kata-kata. Dan rakyat Chang telah berhasil mempertahankan budaya itu selama ribuan tahun. Keindahan seni budaya itulah yang banyak menarik turis dari negeri lain untuk datang ke Chang. He Xian sendiri bahkan berniat untuk menyaksikan tarian Chang yang termashyur itu, tentu saja ketika ia berhasil menyelesaikan tugas!
Namun selain keindahan seni budayanya, He Xian tidak tahu apa-apa lagi tentang negara itu. Karena itulah sekarang ia tengah mencari daerah-daerah strategis di Chang yang bisa ia jadikan basis penyerangan. Dari peta, ia berhasil mendapatkan beberapa, namun menurutnya itu masih belum cukup. Ia lalu memanggil Letnan Xiang, bawahan barunya, serta Sersan Zhen, yang merupakan mantan penduduk Chang.
“Tuan Sun, Anda tenang sajalah. Mungkin bagi pasukan pemerintah vassal ini urusan sulit, namun bagi kekuatan militer kita yang dari pusat, cecuru-cecuru itu tidak ada apa-apanya,” ujar Letnan Xiang penuh keyakinan.
“Lagipula tidak ada lagi tempat yang bisa mereka jadikan persembunyian. Semuanya telah kita ketahui, dan kita kuasai,” Sersan Zhen menambahkan.
He Xian menopang dagu. “Baiklah, terima kasih. Kalian silakan pergi ke tenda masing-masing dan beristirahatlah.”
Setelah kedua bawahannya pergi, He Xian kembali melanjutkan pekerjaannya. Kali ini ia membuka buku-buku yang berisikan sejarah dan budaya negeri Chang, mempelajarinya dengan saksama. Bagaimanapun juga, pemberontakan Chang ini adalah tugas pertamanya. Ia tidak boleh gagal. Ia harus berhasil.
***
Matahari telah menghias di ufuk timur ketika mereka sampai di negeri Chang keesokan harinya.
He Xian mengamati keadaan di sekelilingnya. Suasana tampak begitu damai, para penduduk masih ramai berseliweran melakukan aktivitas mereka masing-masing. Suatu sikon yang amat jauh dari kesan pemberontakan. He Xian menelan ludah. Ia memutuskan untuk terlebih dahulu pergi ke kediaman raja vassal.
Raja vassal Chang, Tuan Li menyambut kedatangan mereka semua dengan ramah. Betapapun demikian tampak jelas kerutan panik di wajahnya, “Tuan-tuan, terima kasih banyak kalian telah bersedia datang dari jauh untuk membantu kami. Mari, silakan masuk. Kita bicara saja di dalam.”
Mereka semua masuk. He Xian bertanya cepat, “Bagaimana keadaan negeri Chang sekarang?”
Tuan Li menjawab tegang, “Tidak terlalu baik, Tuan Sun. para pemberontak telah berhasil menduduki tempat-tempat strategis di negeri ini. Dari yang terendah sampai yang tertinggi! Dan pasukan pemerintah tidak berdaya meredam pasukan pemberontak itu.”
He Xian merasakan sesuatu yang janggal dalam kalimat Tuan Li. “Anda tadi bilang pasukan pemberontak telah menguasai tempat-tempat strategis, baik dari yang terendah sampai yang tertinggi apa maksudnya itu?...”
“Mereka telah menguasai pusat pemerintahan, tentu saja.”
“Tetapi mengapa kalian masih bisa berada di sini dengan amannya...” He Xian serta merta berdiri, tangannya meraih pedang yang terselip di pinggangnya, dan mengacungkannya ke arah Tuan Li.
Pria itu terkekeh. “Sangat terlambat jika kau baru mengetahuinya sekarang, anak ingusan. Kalian telah tamat.”
Dan tiba-tiba saja, tentara muncul berhamburan dari seluruh penjuru mengepung para panglima Han, tombak dan gada panjang terarah melingkari mereka.
Sama sekali tidak ada jalan bagi mereka untuk keluar.
He Xian mencoba bersikap tenang. “Ternyata Andalah dalang dari semua ini, Tuan Li. Di manakah kalian menyekap raja vassal?”
“Tidak ada raja vassal yang disekap. Akulah sang Raja itu sendiri,” Tuan Li menggeram. “Kuberitahukan satu hal pada kalian, sekeras apapun usaha kalian melawan tetap akan sia-sia belaka. Karena ini adalah perlawanan kami, seluruh bangsa Chang! Jadi, jika kalian ingin keluar dari sini, langkahi dulu mayat seluruh rakyat Chang!”
“Mengapa kalian semua harus repot-repot seperti ini? Bukankah pemerintah pusat berlaku baik terhadap kalian?”
Salah seorang pemimpin pemberontak dengan kasar membuang ludah. “Baik?! Ya, kalian para bajingan Han memang sangat baik tapi hanya di luar saja! Apalagi kaisar kalian itu! Memang pantas dia menjadi aktor kawakan!”
“Dari luar, Han memang kelihatannya sangat membantu kami. Mereka memberikan banyak dana dan bantuan peralatan modern guna membangun negeri kami,” Seorang lain yang berwajah lebih lembut ikut bicara. “Tetapi di lain pihak, mereka juga turut campur dalam adat istiadat dan kepercayaan kami. Kami telah memegang adat istiadat itu selama ribuan tahun, tetapi Kaisar Han menyuruh kami untuk meninggalkannya dan akan memberikan sangsi sangat tak berperikemanusiaan bagi siapa saja yang melanggarnya, bahkan sedikit saja. Begitu pula dengan kepercayaan kami. Kami memuja Dewi Yu-Wang, dan kaisar Han memerintahkan kami untuk tidak memuja Dewi Yu-Wang lagi.”
“Memang begitulah Han Ming Shi! Ia kejam dan seenaknya terhadap negeri jajahannya! Terhadap kalian bangsa Ming, tidakkah ia juga berlaku demikian?!”
“Tidak. Beliau memperlakukan kami dengan cukup baik.” Sampai sejauh ini.
“Setidaknya, tidakkah kau sebagai bangsa negeri terjajah merasa harus membela negerimu sendiri? Demi Tuhan, ia telah menghancurkan negeri kalian!”
“Atau jangan-jangan dia telah menjadi pengkhianat bangsanya sendiri,” seseorang menambahkan dengan nada satir. Ia mengerling ke arah Sersan Zhen. “Sama seperti darah campuran pengkhianat itu”
Sersan Zhen kontan memelototi penghujatnya, sementara He Xian malas berdebat dengan orang-orang yang tengah dibakar api kebencian tersebut. Ia hanya diam mematung.
“Run... Xiang...” Ming Shi bergumam lemah. “Juga... Yan Xu... kurasa aku tak akan bisa bertahan di dunia ini lebih lama...” “Kakanda! Jangan berkata seperti itu! Tabib akan dapat menyembuhkan luka Anda!...” Yan Xu menjerit histeris, sementara He Xian dan Sekretaris Li memandang Ming Shi dengan lesu. Luka di tubuhnya sudah terlalu parah untuk dapat disembuhkan. Nyawanya tak mungkin diselamatkan. “Percuma saja Yan Xu...”M ing Shi menatap Yan Xu lekat-lekat. “Aku hanya menyesalkan satu hal, mengapa aku tidak diperbolehkan berada di dunia ini lebih lama. Aku masih belum sempat membahagiakan permaisuri yang aku cintai...” Yan Xu tergugu. Selama ini tidak pernah ia mendengar Ming Shi mengatakan bahwa pria itu mencintainya. Jangankan itu, pria itu bahkan tidak pernah memujinya cantik seperti yang lumrah dilakukan seorang pria terhadap kekasihnya. Mendadak, ia merasa limbung luar bi
Putri Chang menyentak sinar setar, begitu keras dan mengejutkan hingga membangkitkan suatu sengatan yang secepat kilat menstimulasi otak He Xian. Senyum sang putri mengembang. Ia telah berhasil memengaruhi He Xian sepenuhnya, dan pemuda itu akan mengangkat pedangnya untuk selanjutnya menyerang Ming Shi. “Kalian salah. Hatiku tidak lagi menyimpan kebencian dan dendam terhadap Kaisar Han. Dan itu jauh lebih baik. Dendam bagaikan kumpulan api yang panas membakar, belum tentu kalian berhasil meluapkannya, namun kobaran api tersebut sudah pasti melukai diri kalian sendiri. Dengan membuang kobaran api tersebut, aku menghentikan melukai diriku sendiri.” He Xian berkata bijaksana. “Aku tahu Tuhan menciptakan aku ke dunia ini bukan untuk mewujudkan misi negatif. Melainkan untuk mewujudkan sebuah misi positif dengan mengalahkan rintangan berupa hasrat negatif. Begitu juga dengan kalian. Singkirkanlah semua kebencian kalian, dan
Mangkuk tersebut kini berada dekat sekali dengan tangan Ming Shi. Si wanita menyentak halus, dan Ming Shi mulai mengangkat mangkuk itu, siap meminumnya. TSRATTT! Lontaran panah secepat kilat menjatuhkan mangkuk beracun tersebut. Si wanita berbalik, siap membuat perhitungan pada orang yang berani mengacaukan pekerjaannya yang nyaris rampung itu. “Siapa kau?!” Ia berseru marah. Di saat bersamaan Ming Shi juga tersadar sepenuhnya dari hipnotis si wanita. “Sun He Xian dan Run Xiang?!” serunya. “Juga... Yan Xu! Bagaimana kalian bisa ada di sini?!” He Xian dan Sekretaris Li menghaturkan hormat, “Berkat Yang Mulia Permaisuri, Yang Mulia, beliaulah yang mendapatkan firasat Anda tengah mengalami bahaya. Dan syukurlah, rupanya kami datang tepat pada waktunya. Anda nyaris saja membunuh diri Anda sendiri!” &
Mereka telah merencanakan akan mengadakan di bawah pohon willow raksasa ini. Dua orang telah berdiri di sana, menunggu dengan tak sabar orang ketiga yang tak kunjung datang. “Mengapa ia lama sekali datang?” si wanita berseru tak sabar. “Apa dia lupa kalau hari ini kita akan mengadakan pertemuan di sini?” Si pria menenangkan. “Tidak mungkin, Putri. Dia pastilah sedang sibuk, bagaimanapun dia adalah kepala kasim di istana ini.” “Huh, dia baru seorang kasim, sedangkan kau Menantu Raja!” “Aku bukanlah Menantu Raja dengan gelar resmi, Putri... Pernikahan kita hanya beratapkan sinar rembulan di dalam hutan...” “Bagaimanapun juga kau menikah denganku yang merupakan seorang putri!” ujar si wanita berapi-api. “Kau tidak seharusnya merendahkan diri seperti itu, ap
Mulanya Yan Xu bingung melihat jumlah pengawal Istana Barat bertambah dua kali lipat, pula mendapati He Xian dan San Jin kini ganti mengiringinya ke mana-mana. Ming Shi sendiri pun selalu datang menemaninya tepat setelah pria itu menyelesaikan tugasnya di istana. “Apa kalian mau mengatakan si pembunuh kini ganti mengincarku?” tanyanya pada He Xian, yang menjawab, “Kami tidak tahu, Yang Mulia. Tetapi para selir telah mendapatkan pengawalan yang aman, sementara Anda tidak sama sekali, padahal Anda adalah permaisuri.” Yan Xu melengos. “Aku tidak apa-apa, kalian sama sekali tidak perlu mengkhawatirkanku. Apa kau tak tahu Tuan Sun, aku kan pernah membunuh Khan Khanate! Jadi si pelaku tentunya bukan tandinganku!” Ia berseloroh. “Ohya, tentu saja kau tak tahu. Kau kan tengah menuju negeri Qi saat itu.” Walaupun Yan Xu mencoba bergu
Secara tak terduga Min-Hwa melintas di hadapan mereka. He Xian terpana. Min-Hwa kini nampak sangat feminim dan gemulai, dan jauh lebih cantik, dengan sorot matanya yang sendu dan sayu. Gadis itu sendiri juga melihat He Xian. Mulutnya pun membuka, “He Xian!...” Min-Hwa tak sempat melanjutkan kata-katanya; Ming Shi telah menotok jalur energi pada gadis itu. Ia segera terkulai lemas sementara pria itu segera merengkuhnya, sangat mesra. “Kaulihat, Sun He Xian. Aku sangat mencintai selirku, termasuk dia yang dulu pernah melawanku,” Ia berujar, jari-jari tangannya kini sibuk membelai-belai wajah Min-Hwa. “Bukankah dia merupakan rekan sejawatmu yang terbaik? Dia selalu membantumu dan menyertaimu, benar kan? Sekarang, ia bersedia menyerahkan dirinya menjadi milikku. Tidakkah kau membencinya? Tidakkah kau membenciku, yang telah merenggut orang yang kausayangi darimu?” Ming Shi menata