Share

Chapter 11

     Sementara para tentara bersantai dan mengistirahatkan tenaga mereka, He Xian membentangkan peta Chang, mempelajarinya. Ia tidak tahu banyak tentang Chang. Yang diketahuinya hanyalah, negara itu mempunyai budaya dan kesenian yang sangat indah. Seni tari dan seni musik mereka, terutama yang berhubungan erat dengan mistik dan religi, keindahannya tak dapat diungkap dengan kata-kata. Dan rakyat Chang telah berhasil mempertahankan budaya itu selama ribuan tahun. Keindahan seni budaya itulah yang banyak menarik turis dari negeri lain untuk datang ke Chang. He Xian sendiri bahkan berniat untuk menyaksikan tarian Chang yang termashyur itu, tentu saja ketika ia berhasil menyelesaikan tugas!

     Namun selain keindahan seni budayanya, He Xian tidak tahu apa-apa lagi tentang negara itu. Karena itulah sekarang ia tengah mencari daerah-daerah strategis di Chang yang bisa ia jadikan basis penyerangan. Dari peta, ia berhasil mendapatkan beberapa, namun menurutnya itu masih belum cukup. Ia lalu memanggil Letnan Xiang, bawahan barunya, serta Sersan Zhen, yang merupakan mantan penduduk Chang.

     “Tuan Sun, Anda tenang sajalah. Mungkin bagi pasukan pemerintah vassal ini urusan sulit, namun bagi kekuatan militer kita yang dari pusat, cecuru-cecuru itu tidak ada apa-apanya,” ujar Letnan Xiang penuh keyakinan.

     “Lagipula tidak ada lagi tempat yang bisa mereka jadikan persembunyian. Semuanya telah kita ketahui, dan kita kuasai,” Sersan Zhen menambahkan.

     He Xian menopang dagu. “Baiklah, terima kasih. Kalian silakan pergi ke tenda masing-masing dan beristirahatlah.”

     Setelah kedua bawahannya pergi, He Xian kembali melanjutkan pekerjaannya. Kali ini ia membuka buku-buku yang berisikan sejarah dan budaya negeri Chang, mempelajarinya dengan saksama. Bagaimanapun juga, pemberontakan Chang ini adalah tugas pertamanya. Ia tidak boleh gagal. Ia harus berhasil.

***

     Matahari telah menghias di ufuk timur ketika mereka sampai di negeri Chang keesokan harinya.

     He Xian mengamati keadaan di sekelilingnya. Suasana tampak begitu damai, para penduduk masih ramai berseliweran melakukan aktivitas mereka masing-masing. Suatu sikon yang amat jauh dari kesan pemberontakan. He Xian menelan ludah. Ia memutuskan untuk terlebih dahulu pergi ke kediaman raja vassal.

     Raja vassal Chang, Tuan Li menyambut kedatangan mereka semua dengan ramah. Betapapun demikian tampak jelas kerutan panik di wajahnya, “Tuan-tuan, terima kasih banyak kalian telah bersedia datang dari jauh untuk membantu kami. Mari, silakan masuk. Kita bicara saja di dalam.”

     Mereka semua masuk. He Xian bertanya cepat, “Bagaimana keadaan negeri Chang sekarang?”

     Tuan Li menjawab tegang, “Tidak terlalu baik, Tuan Sun. para pemberontak telah berhasil menduduki tempat-tempat strategis di negeri ini. Dari yang terendah sampai yang tertinggi! Dan pasukan pemerintah tidak berdaya meredam pasukan pemberontak itu.”

     He Xian merasakan sesuatu yang janggal dalam kalimat Tuan Li. “Anda tadi bilang pasukan pemberontak telah menguasai tempat-tempat strategis, baik dari yang terendah sampai yang tertinggi apa maksudnya itu?...”

     “Mereka telah menguasai pusat pemerintahan, tentu saja.”

     “Tetapi mengapa kalian masih bisa berada di sini dengan amannya...” He Xian serta merta berdiri, tangannya meraih pedang yang terselip di pinggangnya, dan mengacungkannya ke arah Tuan Li. 

     Pria itu terkekeh. “Sangat terlambat jika kau baru mengetahuinya sekarang, anak ingusan. Kalian telah tamat.”

     Dan tiba-tiba saja, tentara muncul berhamburan dari seluruh penjuru mengepung para panglima Han, tombak dan gada panjang  terarah melingkari mereka. 

     Sama sekali tidak ada jalan bagi mereka untuk keluar.

     He Xian mencoba bersikap tenang. “Ternyata Andalah dalang dari semua ini, Tuan Li. Di manakah kalian menyekap raja vassal?”

     “Tidak ada raja vassal yang disekap. Akulah sang Raja itu sendiri,” Tuan Li menggeram. “Kuberitahukan satu hal pada kalian, sekeras apapun usaha kalian melawan tetap akan sia-sia belaka. Karena ini adalah perlawanan kami, seluruh bangsa Chang! Jadi, jika kalian ingin keluar dari sini, langkahi dulu mayat seluruh rakyat Chang!”

     “Mengapa kalian semua harus repot-repot seperti ini? Bukankah pemerintah pusat berlaku baik terhadap kalian?”

     Salah seorang pemimpin pemberontak dengan kasar membuang ludah. “Baik?! Ya, kalian para bajingan Han memang sangat baik tapi hanya di luar saja! Apalagi kaisar kalian itu! Memang pantas dia menjadi aktor kawakan!”

     “Dari luar, Han memang kelihatannya sangat membantu kami. Mereka memberikan banyak dana dan bantuan peralatan modern guna membangun negeri kami,” Seorang lain yang berwajah lebih lembut ikut bicara. “Tetapi di lain pihak, mereka juga turut campur dalam adat istiadat dan kepercayaan kami. Kami telah memegang adat istiadat itu selama ribuan tahun, tetapi Kaisar Han menyuruh kami untuk meninggalkannya dan akan memberikan sangsi sangat tak berperikemanusiaan bagi siapa saja yang melanggarnya, bahkan sedikit saja. Begitu pula dengan kepercayaan kami. Kami memuja Dewi Yu-Wang, dan kaisar Han memerintahkan kami untuk tidak memuja Dewi Yu-Wang lagi.”

     “Memang begitulah Han Ming Shi! Ia kejam dan seenaknya terhadap negeri jajahannya! Terhadap kalian bangsa Ming, tidakkah ia juga berlaku demikian?!”

     “Tidak. Beliau memperlakukan kami dengan cukup baik.” Sampai sejauh ini.

     “Setidaknya, tidakkah kau  sebagai bangsa negeri terjajah  merasa harus membela negerimu sendiri? Demi Tuhan, ia telah menghancurkan negeri kalian!”

     “Atau jangan-jangan dia telah menjadi pengkhianat bangsanya sendiri,” seseorang menambahkan dengan nada satir. Ia mengerling ke arah Sersan Zhen. “Sama seperti darah campuran pengkhianat itu”

     Sersan Zhen kontan memelototi penghujatnya, sementara He Xian malas berdebat dengan orang-orang yang tengah dibakar api kebencian tersebut. Ia hanya diam mematung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status