Share

7. (Bukan) Honeymoon

Danas hanya terdiam tidak menjawab. “Danas,” panggil Langit. Kali ini suaranya agak meninggi.

Semua wanita ingin dipuja, dimanja, mengapa diriku mengalami nasib seperti ini. Apa aku salah, menginginkan seorang suami yang perhatian?! Semua wanita menginginkan hal yang sama. Tapi, aku harus membuang semua keinginan itu, bagi diriku berharap hal itu terwujud hanyalah sia-sia.

Mata Danas berada satu garis dengan hazel mata Langit, kemudian beranjak mendekat ke arah suaminya.

Dia tahu, jika pria itu sedang menjaga imej, namun hal itu membuat hatinya terasa sakit. Kepura-puraan yang dilakukan oleh Langit, mengiris hatinya paling dalam. Bukan ketulusan saat melakukan kemesraan, namun semuanya adalah Fake.

Langit yang perhatian, adalah Palsu. Langit yang tersenyum dan hangat adalah palsu. 

Melihat langkah Danas yang pelan, membuat pria itu segera menarik tangan gadis itu dan membuat gadis itu kini duduk di dalam pangkuannya.

“A-aku duduk di kursi saja.”

Langit mempererat pelukannya. “Jadilah anak baik, duduk dengan tenang. Kau pikir, aku akan memelukmu seperti ini, aku tidak ingin mereka berpikir yang tidak-tidak tentangku,” bisik Langit.

Ada rasa sakit ketika suami sendiri yang mengatakan hal itu padanya, walaupun dia tahu jika yang terjadi hanyalah sandiwara, tapi tetap saja sakit ketika Langit yang mengatakannya.

Tangannya dikepalkan dengan erat, berusaha tegar. Dia tidak bisa mengatakan bagaimana rasa sakit yang tengah dipendamnya dalam hati, menerima semua perlakuan pria itu. Usia pernikahan mereka belum satu minggu, tapi dirinya tidak tahan dengan apa yang sedang terjadi pada hidupnya.

Duduk dipangkuan Langit, membuat tubuhnya sedikit menegang, dia takut jika membuat kesalahan, akan membuat suaminya marah.

Sebuah tangan melingkar di pinggangnya, membuat tubuhnya makin menegang. Tidak pernah dia merasa sedekat ini dengan Langit. Berada di dalam pelukan pria itu, membuatnya takut.

“Aku tidak akan kasar padamu, jangan membuat semua orang di sini menatap aneh ke arah kita,” bisik Langit.

Tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut Danas, gadis itu memilih untuk diam, dan tersenyum. Sesekali Langit mengajaknya berbicara beberapa hal kecil, kemudian kembali diam.

Pura-pura tersenyum, rasanya begitu menyakitkan.

Perjalanan yang cukup jauh dan melelahkan membuatnya tanpa sadar bersandar di dada bidang Langit, perlahan-lahan gadis itu tertidur. Pria itu sejenak melirik ke arah istrinya yang telah tertidur di pangkuannya itu.

Gadis itu tertidur dengan pulas, seakan tidak terjadi apa-apa. Langit menatap wajah Danas yang tengah tertidur.

“Cantik, tapi aku tidak berniat untuk baik padanya,” batinnya.

Aroma mint, dan vanilla dari tubuh Danas membuat pria itu tanpa sadar memeluk gadis yang dipangku olehnya. Dirinya bahkan tidak sadar, jika bahwa dia tengah kecanduan dengan wangi tubuh Danas.

“Aku tidak bisa berbohong, jika aroma tubuhnya membuatku tenang,” batinnya.

Danas yang tengah berada dalam pangkuannya ikut terlelap dengan suaminya yang tertidur sambil memeluknya.

Samar-samar terlihat langit-langit kamar dengan seorang pria yang tengah berbaring di sampingnya.

“Kapan kami sampai di Jerman?” tanya dalam hati sambil beranjak dari tempat tidur.

Matanya menjelajahi ruangan itu, diikuti langkah kaki yang tengah menyelidiki setiap ruangan.

“Wah, ini seperti sebuah apartemen,” batin Danas.

Dia mencari tas miliknya, tetapi tidak menemukannya.

“Aku harus bergegas mandi, sebelum dia bangun,” gumamnya sambil melangkah ke kamar mandi.

Wajahnya dibasuh lebih dulu dengan air, sambil menatap tajam ke arah kaca yang tengah berada di depannya.

Pantulan wajahnya yang berada di dalam kaca membuatnya prihatin pada dirinya sendiri. Dia seharusnya orang paling bahagia, bisa menikah tapi bukan pernikahan seperti ini yang dia inginkan.

Ceklek

Pintu kamar mandi terbuka, membuat Danas bisa melihat jika Langit tengah berada di belakangnya saat ini. Sejenak mata mereka berada dalam satu garis lurus, menyadari kedatangan Langit membuat lamunannya buyar dan cepat berlalu dari sana.

Tidak banyak yang dia lakukan pagi itu, duduk menyantap sarapan yang telah dihidangkan, dengan suaminya yang pergi entah ke mana. Terkadang dia berjalan keluar balkon sambil melihat pemandangan luar balkon.

“Nona,” panggil Marvin membuat gadis itu menoleh ke asal suara yang memanggilnya.

“Anda tidak bosan berada di sini?” tanya pria itu.

Danas menghela nafasnya dengan pelan.

“Kamu sudah lama bekerja dengannya bukan?” tanya Danas membuat Marvin.

Pria itu menganggukan kepalanya. Danas menyandarkan tubuhnya di pagar balkon, menatap ke arah pria yang tengah berada di depannya.

“Jadi, apa kau tahu kenapa dia membenci?” tanya Danas dengan pelan.

Marvin mengerutkan keningnya, dirinya tidak percaya akan mendapatkan pertanyaan seperti itu dari wanita yang kini menjadi istri atasannya.

“I-itu karena—“

Gadis itu berharap mendapatkan jawaban, mengapa suaminya begitu membenci dirinya, alasan Langit yang mengatakan jika dirinya seorang pembunuh.

Ddzz …

Marvin meraih ponsel dari sakunya, kemudian melihat ke arah Danas.

“Maaf, Nyonya. Aku harus menerima telfon ini,” ucap pria itu kemudian beranjak dari sana.

Dirinya tidak mendapatkan jawaban ketika perkataan pria di depannya harus terpotong dengan sebuah panggilan telepon.

“Huh!” Helaan nafas panjang, sambil menikmati pemandangan langit yang akan gelap saat itu. Tanpa teman, tanpa seseorang yang membuatnya merasakan kesendirian.

Langit Jerman saat itu, tampak indah, dan tampak begitu luas untuk dirinya sendiri. Suaminya entah pergi ke mana setelah meninggalkannya. Diabaikan mungkin adalah kata yang tepat untuknya.

Honeymoon seperti apa, meninggalkan pasangannya. Bahkan sangat jauh dari kata honeymoon, lebih tepatnya saat ini bukanlah honeymoon.

Ceklek!

Pintu kamar terbuka, terlihat Langit pulang dengan pakaian yang tidak lagi rapi seperti saat pria itu keluar. Kancing pakaian yang telah terbuka, dan hilang.

Danas meraih tubuh atletis itu, membuatnya mengibaskan tangannya karena mencium bau alkohol dari tubuh suaminya.

“Kenapa dia minum banyak sekali,” keluh Danas sambil membaringkan suaminya di atas ranjang.

Sepatu, dan juga kaos kaki dilepaskan olehnya.

Sebuah ketukan terdengar.

“Kamu …”

Danas melihat Marvin yang berada di depan pintu kamar mereka, sambil mengukir senyum.

“Apa yang terjadi? Kenapa—“

“Tuan mabuk-mabukan.”

Gadis itu melihat Langit yang tidak sadarkan diri, kemudian beralih menatap tajam ke arah Marvin, kemudian menutup pintu kamar dari luar.

“Ceritakan apa yang sebenarnya terjadi padaku. Kenapa dia datang ke sini.”

“It-itu.”

“Marvin …” Suara Danas terdengar mengintimidasi pria yang ada di depannya saat ini.

“Sebaiknya kita bicara di tempat lain.”

“Baik, kita pergi ke kantin.”

Danas melangkah perlahan. “Nyonya, kantinnya bukan ke arah sana, tapi ke arah sini.”

Gadis itu memutar tubuhnya melihat ke arah Marvin. “Ah, ke sana, ya.”

Langkah kakinya mengikuti pria yang menjadi asisten suaminya itu, tidak ada yang membuka suara saat mereka berada di dalam lift. Marvin menuntun Danas menuju meja dan memesan minuman.

“Jadi, ceritakan padaku segala yang kau tahu,” ucap Danas sambil melihat ke arah Marvin. “Apa yang membuatnya datang ke sini?”

“Se-sebenarnya Tuan datang ke sini untuk mencari Nona Renata.”

“Re-renata?” tanyanya.

Dirinya agar terkejut mendengar nama itu.

“Siapa Renata?”

“Nona Renata adalah kekasih Tuan.”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Saiful Bahri
Oalaaaahhhhhh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status