Mobil Langit berhenti di depan sebuah gedung, dengan beberapa orang yang siap untuk menyambutnya. Langit menatap Danas, membuat tubuh gadis itu menegang. Seakan perlakuan pria itu padanya, membekas, dan membuat tubuhnya bereaksi ketika pria itu mengeluarkan suara berat miliknya.
“Ingat, jangan lakukan sesuatu yang membuatku malu, atau kau tahu akibatnya,” ancam Langit. Danas mengangguk pelan.
“Bagus, jadilah anak baik, atau kau akan tau akibatnya,” bisik Langit, lagi-lagi membuat Danas merinding dengan kalimat terakhir yang diucapkan Langit.
Seseorang telah membuka pintu mobil, membuat Langit turun lebih dulu. Pria itu, seketika berdiri di dekat pintu mobil, sambil mengulurkan tangannya.
Ada keraguan ketika Danas mencoba untuk meraih tangan kekar itu, bahkan Langit tersenyum padanya, membuatnya sedikit takut. Dia jelas tahu jika pria itu terpaksa tersenyum, untuk menutup segalanya, dan tidak ingin mendapatkan gosip tentang hubungan mereka yang tidak baik-baik saja.
Langit memberikan isyarat agar tangannya harus segera diraih oleh gadis itu, membuat Danas sigap walaupun tangannya gemetar.
“Hati-hati, kau akan jatuh,” kata Langit dengan lembut.
Danas terdiam sejenak, hatinya berdegup dengan suara Langit yang pelan, walaupun dia tahu pria jelas bersandiwara.
“Andai kau bisa seperti ini padaku, di saat hanya kita berdua? Atau, bolehkah aku menghentikan waktu sejenak, aku ingin menikmati saat-saat seperti ini. Moment yang jelas, sangat tidak mungkin akan terjadi lagi.”
Kini tangan Danas memegang lengan tangan Langit, mengikuti langkah pria itu masuk ke dalam gedung tempat pesta di adakan.
“Jangan pernah berfikir, jika aku benar-benar tertarik padamu.”
Danas menelan salivanya, dia seperti dibawa terbang dan dilepas dari ketinggian begitu saja. Dirinya terlalu berkhayal lebih tentang apa yang terjadi.
“Aku tahu, kok!”
“Baguslah, jika kau sadar diri.”
Beberapa pasang mata melihat ke arah Danas yang tengah menggandeng tangan Langit. Terdengar beberapa bisik-bisik, sekali lirik dari Langit membuat mereka terdiam.
Langkah kaki mereka terhenti di sebuah pintu berwarna merah. Dua orang yang berada di depan pintu, kini membukakan pintu untuk mereka.
Semua orang menatap ke arah pintu, mereka ingin tahu siapa yang datang.
Long dress yang dikenakan oleh Danas, seketika membuat semua orang menatap ke arahnya. Beberapa orang yang tengah memegang gelas, mengurungkan niat untuk menyesap minuman milik mereka.
“Siapa gadis yang bersama dengan tuan Langit?” bisik seseorang.
“Dia istrinya!”
“Wah, cantik sekali. Pasangan yang serasi.”
“Aku bahkan tidak pernah tahu jika Mr. Langit telah menikah,”
“Dia menggelar acara pernikahan tertutup, hanya beberapa orang yang diundang olehnya, jadi wajar tidak banyak yang tahu jika dia telah menikah.”
“Oh, begitu rupanya!”
Tatapan tertuju pada Danas seorang, seakan pesona gadis itu menarik perhatian semua orang yang berada di ruangan itu. Sejenak ruangan itu menjadi hening, karena kedatangan Langit.
Gaun satin, dengan belahan dada, dengan tali yang mengait di bahu membuat tubuh bagian atas gadis itu terlihat.
Langit melirik ke arah Danas, kemudian seketika melepaskan jas miliknya ketika menyadari jika beberapa pria hidung belang menatap ke arah istrinya itu.
“Lain kali, jangan menggunakan pakaian terbuka seperti ini. hanya aku yang boleh melihat tubuhmu,” kata Langit sambil memakaikan jas itu pada Danas.
Semua pria yang memandangi Danas dengan aneh kini tertunduk, tidak ada yang berani mengangkat wajah mereka, karena tatapan pria itu begitu dingin, hazel mata miliknya yang begitu mengintimidasi lawan, sangat kuat hanya dengan tatapannya saja, semua orang begitu takut padanya.
“Jika masih ada yang menatap istriku dengan tatapan seperti itu, tatapan mata aneh dan nakal, seakan ingin menelanjangi istriku, aku tidak segan-segan membuat perusahaannya bangkrut.”
Semua orang tidak ada yang berani membantah ataupun mengomentari apa yang dikatakan oleh pria bermata Hazel itu. Bagi mereka semua, Langit sangat penting, tidak sedikit yang bersilat lidah untuk mendapatkan hati pria itu dan membuat pria itu menjadi investor perusahaan.
Sejenak Langit memandang Danas. “Hari ini memang dia begitu mempesona,” batinnya.
Tanpa dia menyadari jika dia pun mulai mengakui kecantikan istrinya itu. Pakaian dipakai oleh Danas memang mencetak postur tubuh gadis itu, apalagi long dress yang digunakan berbahan satin membuat semua mata menatap ke arah Danas.
Deretan minuman yang tengah berjajar di atas meja, beberapa cake sebagai pelengkap begitu tertata rapi, beberapa orang pelayan memberikan minuman yang dibawa oleh mereka kepada para tamu undangan.
Danas mengambil minuman jus, dia tidak berani untuk mencicipi wine ataupun bir yang ditawarkan untuknya.
Pesta yang tengah berlangsung, sangat mewah dan besar, apalagi peresmian sebuah perusahaan cabang di mana Langit menjadi investor.
Pria itu tengah mengobrol dengan beberapa orang, sesekali melirik ke arah Danas yang tengah berdiri sendiri di dekat balkon, jas miliknya masih dipakai oleh gadis itu, ketika angin menghampiri rambut Danas akan tersibak, memperlihatkan leher jenjang milik gadis itu.
Sebagai keturunan Jawa, bermata Amber Danas tampak berbeda dengan yang lainnya. Bagaimana tidak, warna matanya begitu cantik, seperti tembaga.
Beberapa orang pria menghampiri Danas, membuat Langit yang sejak tadi memperhatikan istrinya, memilih untuk meninggalkan kliennya dan menarik Danas ke pelukannya.
“Apa kau tidak tahu, jika begitu bahaya berdiri di balkon sendirian, dengan pakaian seperti ini?”
Glek!
Danas menelan salivanya, suara pria di depannya meninggi, namun ada sebuah getaran kekhawatiran di sana.
“A-aku hanya tidak betah di dalam, terlalu berisik.”
“Tapi, aku tidak bisa melihatmu. Bagaimana jika pria tadi berbuat yang tidak baik padamu?”
Melihat Danas yang tengah tertunduk, membuat Langit mendengkus kemudian menarik pergelangan tangan istrinya untuk ikut dengannya.
Baru saja mereka berada di dalam, lampu padam membuat semua orang di dalam bertanya-tanya dengan apa yang tengah terjadi.
Terdengar sebuah alunan lagu yang kini menggema mengisi seisi ruangan yang tengah gelap itu. Sebuah lampu dinyalakan, membuat ruangan tampak remang-remang.
Semua mata tertuju pada Langit dan Danas yang tengah berada di tengah. Seorang pembawa acara memberikan arahan, jika para pasangan diberikan kesempatan untuk berdansa di tengah ruangan. Tidak ada yang terjadi beberapa saat, antara Langit dan Danas. Mereka hanya bisa saling berpandangan satu sama lain.
Hingga Langit menarik pinggang ramping milik Danas untuk mendekat, menuntut gadis itu perlahan-lahan mengikuti irama lagu yang tengah dimainkan. Jarak antara mereka tidak lagi ada.
Detak jantung Danas tidak menentu, dia hanya memasang wajah menegang, untuk pertama kali baginya berdansa dengan seorang Langit Mahameru. Lampu redup, membuat pria itu menatap amber mata milik Danas yang sejak tadi menatapnya.
“Apa yang kau lihat?” bisik Langit di telinga Danas, membuat pria itu mengendus aroma tubuh milik istrinya itu.
Entah apa yang membuatnya indra penciumannya ingin berlama-lama di sana. Leher jenjang milik Danas terlihat begitu mempesona, dengan aroma citrus.
Tanpa sadar Langit mengecup pelan leher milik Danas.
"Kau pasti bercanda dia bertemu dengan Langit," desis Jagad, berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa cerita tersebut hanya sebuah kesalahpahaman belaka.Jagad merasakan detak jantungnya cepat saat mendengar cerita Davina. Matanya terbelalak, dan kepalanya seakan dipenuhi oleh bisingan yang mengaburkan pikirannya. Zanetra, cahaya dalam hidupnya, saat ini Jagad mungkin tengah terancam oleh sosok Langit. Wajahnya pucat dan dadanya sesak saat memikirkan kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi.“Aku tidak bohong Kak. Untung apa aku berbohong soal ini, huh?”“Ini yang aku takutkan jika aku tidak bersamanya,” keluh Jagad, wajahnya terlihat khawatir.“Kakak cepatlah ke Indonesia, kalian harus segera menikah. Kau harus segera menikah agar pria itu tidak memiliki kesempatan untuk mendekati Danas.”“Jangan pernah menyebutnya dengan nama itu lagi, Davina. Namanya bukan Danas, dia Zanetra, apa kau lupa?”
Mata Zanetra terbelalak saat seorang pria yang tidak dikenalinya memeluknya dengan hangat. Tidak pernah ada perasaan hangat seperti yang saat ini dirasakan. Dia merasa ada getaran aneh di antara mereka, sesuatu yang sulit dijelaskan.“Danas, aku merindukanmu.” Langit semakin mempererat pelukannya seakan tidak ingin melepaskan pelukannya.Langit ingin waktu berhenti sesaat, dia tidak ingin melepaskan pelukannya. Kerinduannya hampir tidak bisa dibendung, saat melihat wanita yang mirip istri, langkah kakinya tidak bisa dihentikan, akal sehatnya tidak terpakai hanya ada satu yang terpikirkan saat itu juga. Memeluk.Marvin terkejut dengan tindakan Langit, dia juga terpaku melihat sang nyonya, bukan wanita yang mirip tapi benar-benar sang nyonya-Nyonya Danas.Bagi Zanetra, ini adalah paling gila karena ada yang menganggapnya sebagai Danas bahkan sampai memeluk. Kenyamanan itu membuatnya hampir lupa diri jika pria yang memeluknya adalah pria asing.
"Kamu sudah siap, Zane?" tanya Davina sambil tersenyum hangat.Zanetra tersenyum, meskipun ada keraguan di matanya, dia hanya menganggukan kepala."Tentu saja Nona Davina. Ayo kita mulai petualangan kita!" Lisa terlalu bersemangat melebihi dua orang lainnya, seakan tidak merasakan kelelahan.Mereka berjalan melalui jalan-jalan kecil di sekitar perumahan, mencicipi makanan lezat yang dijajakan oleh pedagang kaki lima. Davina membimbing mereka dari satu tempat ke tempat lain, menjelaskan dengan penuh semangat tentang makanan-makanan khas Jakarta."Jakarta itu keren banget!" ujar Lisa. "Aku suka suasananya yang ramai dan penuh energi.""Iya. Jakarta memang kota yang tak ada habisnya untuk dijelajahi." Timpal Davina.Mereka berhenti di sebuah gerobak jajanan kaki lima. Davina memesan nasi goreng, Zanetra memesan bakso, dan Lisa memesan martabak. Mereka duduk di pinggir jalan sambil menikmati makanan mereka."Aku suka nasi gorengnya," kata
“Wanita kemarin mirip Danas,” gumamnya. “Tapi tidak mungkin itu Danas. Huh!”Langit duduk di ujung meja panjang yang terbuat dari kayu, ruangan rapat yang terasa semakin sempit dengan setiap helaan napasnya. Wajah-wajah yang mengelilinginya tampak cemas, semua orang tahu betapa pentingnya rapat ini bagi perusahaan mereka. Dan di tengah-tengah kesibukan itu, Langit merasa sepertinya ada yang tidak beres.Dia merenung dalam-dalam, pikirannya terusik oleh seorang wanita yang baru saja ia lihat di bandara beberapa hari yang lalu. Wanita itu sangat mirip dengan istrinya. Meskipun dia tahu bahwa itu hanya kebetulan, namun hatinya terasa begitu berat.“Pak!” Maarvin berbisik, dia bahkan lupa jika dirinya saat ini tengah berada di ruang rapat. Terlihatsemua orang di dalam ruangan menegang, takut membuat kesalahan dan menjadi pelampiasan kemarahan Langit."Lanjutkan saja," kata Langit, berusaha menenangkan diri. "Saya hanya sedi
Langit menghela nafas panjang saat menarik pegangan pintu rumahnya. Harinya telah berlari begitu cepat, meninggalkan jejak kelelahan yang merambat di setiap serat ototnya. Seiring langkahnya merangkak masuk ke dalam ruangan yang tenang, seberkas senyum kecil menghampirinya dengan langkah-langkah gemulai."Papa!" seru Cahaya dengan riang.Langit tersenyum dan memeluk Cahaya dengan erat. Rasa lelahnya seketika hilang ketika melihat senyum putri kecilnya."Cahaya!" serunya, merasakan hatinya menghangat hanya dengan melihat putri kecilnya itu. "Apa yang sedang kamu lakukan di sini sendirian?"Cahaya, dengan balutan gaun merah muda yang menggemaskan, merengkuh lehernya dengan gembira. Langit merasakan segala kekhawatiran dan kecemasan yang menjeratnya sepanjang hari itu, mulai mencair seketika. Dia menggendong Cahaya dan berjalan menuju ruang keluarga, tempat kemudian ia duduk di sofa dan menaruh Cahaya di pangkuannya."Daddy pulang, ya?" tanya Cahaya, mata cokelatnya yang lucu menatap taj
Suara dentingan pisau terdengar beradu, aroma rempah-rempah dan daging yang dipanggang menyebarkan keharuman yang menggugah selera. Zanetra, dengan wajah penuh konsentrasi, berdiri di depan kompor sambil mengaduk adonan yang sedang dimasak.Saat sedang asik memasak, Zanetra merasa sentuhan lembut di pinggangnya. Langkah Jagad yang pelan membuatnya mendekati Zanetra tanpa terdengar. Dengan lembut, dia melingkarkan tangannya di pinggang Zanetra, membuatnya melompat kaget.Tubuhnya mendadak bergetar, dan ia hampir saja berteriak histeris. Tapi, saat ia melihat wajah lelaki yang memeluknya dengan erat, rasa terkejutnya berubah menjadi senyuman hangat.“Kak Jagad, kau membuatku kaget!” serunya, sambil melepas spatula yang dipegang.Jagad mengendus apa yang sedang dimasak, dagunya diletakan di atas bahu wanita itu, sambil mempererat pelukan, Jagad tidak lupa mengambil kesempatan mencium lembut leher Zanetra."Kau kembali lebih awal!" seru Zanetra. "Aku pikir kau akan pulang terlambat malam