Langit menghela nafas panjang saat menarik pegangan pintu rumahnya. Harinya telah berlari begitu cepat, meninggalkan jejak kelelahan yang merambat di setiap serat ototnya. Seiring langkahnya merangkak masuk ke dalam ruangan yang tenang, seberkas senyum kecil menghampirinya dengan langkah-langkah gemulai."Papa!" seru Cahaya dengan riang.Langit tersenyum dan memeluk Cahaya dengan erat. Rasa lelahnya seketika hilang ketika melihat senyum putri kecilnya."Cahaya!" serunya, merasakan hatinya menghangat hanya dengan melihat putri kecilnya itu. "Apa yang sedang kamu lakukan di sini sendirian?"Cahaya, dengan balutan gaun merah muda yang menggemaskan, merengkuh lehernya dengan gembira. Langit merasakan segala kekhawatiran dan kecemasan yang menjeratnya sepanjang hari itu, mulai mencair seketika. Dia menggendong Cahaya dan berjalan menuju ruang keluarga, tempat kemudian ia duduk di sofa dan menaruh Cahaya di pangkuannya."Daddy pulang, ya?" tanya Cahaya, mata cokelatnya yang lucu menatap taj
“Wanita kemarin mirip Danas,” gumamnya. “Tapi tidak mungkin itu Danas. Huh!”Langit duduk di ujung meja panjang yang terbuat dari kayu, ruangan rapat yang terasa semakin sempit dengan setiap helaan napasnya. Wajah-wajah yang mengelilinginya tampak cemas, semua orang tahu betapa pentingnya rapat ini bagi perusahaan mereka. Dan di tengah-tengah kesibukan itu, Langit merasa sepertinya ada yang tidak beres.Dia merenung dalam-dalam, pikirannya terusik oleh seorang wanita yang baru saja ia lihat di bandara beberapa hari yang lalu. Wanita itu sangat mirip dengan istrinya. Meskipun dia tahu bahwa itu hanya kebetulan, namun hatinya terasa begitu berat.“Pak!” Maarvin berbisik, dia bahkan lupa jika dirinya saat ini tengah berada di ruang rapat. Terlihatsemua orang di dalam ruangan menegang, takut membuat kesalahan dan menjadi pelampiasan kemarahan Langit."Lanjutkan saja," kata Langit, berusaha menenangkan diri. "Saya hanya sedi
"Kamu sudah siap, Zane?" tanya Davina sambil tersenyum hangat.Zanetra tersenyum, meskipun ada keraguan di matanya, dia hanya menganggukan kepala."Tentu saja Nona Davina. Ayo kita mulai petualangan kita!" Lisa terlalu bersemangat melebihi dua orang lainnya, seakan tidak merasakan kelelahan.Mereka berjalan melalui jalan-jalan kecil di sekitar perumahan, mencicipi makanan lezat yang dijajakan oleh pedagang kaki lima. Davina membimbing mereka dari satu tempat ke tempat lain, menjelaskan dengan penuh semangat tentang makanan-makanan khas Jakarta."Jakarta itu keren banget!" ujar Lisa. "Aku suka suasananya yang ramai dan penuh energi.""Iya. Jakarta memang kota yang tak ada habisnya untuk dijelajahi." Timpal Davina.Mereka berhenti di sebuah gerobak jajanan kaki lima. Davina memesan nasi goreng, Zanetra memesan bakso, dan Lisa memesan martabak. Mereka duduk di pinggir jalan sambil menikmati makanan mereka."Aku suka nasi gorengnya," kata
Mata Zanetra terbelalak saat seorang pria yang tidak dikenalinya memeluknya dengan hangat. Tidak pernah ada perasaan hangat seperti yang saat ini dirasakan. Dia merasa ada getaran aneh di antara mereka, sesuatu yang sulit dijelaskan.“Danas, aku merindukanmu.” Langit semakin mempererat pelukannya seakan tidak ingin melepaskan pelukannya.Langit ingin waktu berhenti sesaat, dia tidak ingin melepaskan pelukannya. Kerinduannya hampir tidak bisa dibendung, saat melihat wanita yang mirip istri, langkah kakinya tidak bisa dihentikan, akal sehatnya tidak terpakai hanya ada satu yang terpikirkan saat itu juga. Memeluk.Marvin terkejut dengan tindakan Langit, dia juga terpaku melihat sang nyonya, bukan wanita yang mirip tapi benar-benar sang nyonya-Nyonya Danas.Bagi Zanetra, ini adalah paling gila karena ada yang menganggapnya sebagai Danas bahkan sampai memeluk. Kenyamanan itu membuatnya hampir lupa diri jika pria yang memeluknya adalah pria asing.
"Kau pasti bercanda dia bertemu dengan Langit," desis Jagad, berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa cerita tersebut hanya sebuah kesalahpahaman belaka.Jagad merasakan detak jantungnya cepat saat mendengar cerita Davina. Matanya terbelalak, dan kepalanya seakan dipenuhi oleh bisingan yang mengaburkan pikirannya. Zanetra, cahaya dalam hidupnya, saat ini Jagad mungkin tengah terancam oleh sosok Langit. Wajahnya pucat dan dadanya sesak saat memikirkan kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi.“Aku tidak bohong Kak. Untung apa aku berbohong soal ini, huh?”“Ini yang aku takutkan jika aku tidak bersamanya,” keluh Jagad, wajahnya terlihat khawatir.“Kakak cepatlah ke Indonesia, kalian harus segera menikah. Kau harus segera menikah agar pria itu tidak memiliki kesempatan untuk mendekati Danas.”“Jangan pernah menyebutnya dengan nama itu lagi, Davina. Namanya bukan Danas, dia Zanetra, apa kau lupa?”
“Kau pikir, aku akan melepaskanmu begitu saja, Danas?” tanya seorang pria yang tengah mencengkram rahang seorang gadis. Emosi terlihat diraut wajah pria itu, ada emosi yang tergambar jelas dari matanya. Raut wajah ketakutan, sangat jelas terlihat dari gadis yang dipanggilnya Danas, lebih lengkapnya bernama Danas Cakrawala. “La-langit. Le-lepaskan, sakit.” Suara Danas begitu lemah, matanya melihat ke arah pria yang tengah berada di depannya, penuh dengan emosi. Raka Langit Mahameru, pemilik perusahaan serta Presdir Neha’v Group bergerak dalam bidang farmasi. Pria dengan usia belum genap 30 tahun itu, memiliki wajah tampan dengan rahang tegas, berambut perak membuatnya terlihat makin sempurna. Karismatik dan elegan, tapi memiliki aura dingin yang membuatnya tidak bisa didekati oleh sembarangan wanita yang mencoba masuk ke dalam kehidupannya. Siapa yang tidak mengenal pria itu, pria dingin dengan begitu banyak penghargaan yang diberikan padanya, tentunya idaman para wanita. Mapan, tam
“Ini kamar untukmu,” kata Langit, sambil membuka pintu kamar yang dia maksud. “I-ini—“ Uhuk! Uhuk! Danas berbatuk, sambil mengibas-ngibaskan tangannya agar debu tidak membuatnya terbatuk. Ruangan berdebu, kotor, dan begitu banyak barang-barang tidak terpakai di sana. Mulutnya ternganga seketika melihat ruangan di depannya saat itu. Dia bahkan tidak pernah menyangka, jika pria itu menyuruhnya untuk tinggal di kamar yang sama sekali tidak layak di sebut kamar. Rasa sesak, dan juga ketidakberdayaan, serta penderitaan menyelimuti dirinya. Terdengar helaan nafas Danas yang kasar. “Kenapa? Apa kau ingin tidur denganku?” Danas ingin berucap, namun ketika mendengar langit bersuara, membuat dirinya terdiam. “Jangan bermimpi, aku menyuruhmu untuk tidur bersamaku.” “Tapi aku istri—“ “Istri? Jangan bermimpi, kau memang istriku, namun aku tidak akan menganggapmu sebagai istri. Kau tidak layak menjadi istri seorang Langit Maheswara.” Danas meremas ujung gaunnya, dia tidak akan menyangka p
“Kenapa kau menikah dengannya?” tanya seorang pria yang baru saja datang kemudian memasak vodka. “Kenapa masih bertanya. Aku ingin membuatnya menderita.” “Dengan menikah dengannya, kemudian membuat Renata frustasi. Egois.” Langit menatap ke arah pria di depannya, menggoyangkan gelas yang tengah terisi dengan bir serta beberapa potong es di dalamnya. “Apa nggak cukup membuat keluarganya bangkrut, dan mengambil alih perusahaan itu?” “Tidak, aku akan membuatnya lebih menderita, merangkak padaku, memohon belas kasihku.” Pria di depan Langit hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Mungkin pria itu berpikir jika Langit adalah sebuah penjelmaan iblis di dunia, bagaimana bisa menyiksa seorang gadis cantik seperti Danas. “Jangan memperlakukan wanita seperti itu, kau akan mendapatkan karma, Lang. Istrimu cantik, bahkan seorang desainer, mandiri lagi!” “Diamlah, aku tidak ingin mendengarkan penilaianmu tentang gadis itu.” “Jika kau tidak ingin, berikan saja padaku.” Grep! Langit men