Share

10. Mengapa Dia Jadi Suamiku?

Tidak ada yang berani berbicara. Sepanjang perjalanan hanya keheningan, Danas bahkan begitu ketakutan ketika duduk dengan pria yang tengah bersamanya itu. Tubuhnya menegang, dengan tangan yang tengah mengepal erat.

“Jangan membuatku malu, hari ini kita akan makan malam dengan klien-ku. Kau harus berganti pakaian.”

“A-aku—”

“Aku benci penolakan, perkataanku adalah perintah,” potong Elang.

Kini Danas tidak ingin membantah lagi, semua yang ingin dia katakan, tidak akan didengar oleh Langit. Pria di sampingnya begitu mengintimidasi dirinya. Dirinya ingin bertanya, tentang kesalahan apa yang diperbuat olehnya, siapa yang dibunuhnya, namun dia tidak pernah diizinkan untuk berbicara.

Kkkrrr …

Danas memegang perutnya, terdengar bunyi yang tidak seharusnya. Sejak tadi pagi, dia tidak sarapan karena harus buru-buru ke kampus.

“Huh!” Langit yang mendengar hal itu, menghela nafasnya. “Kita mampir ke restoran lebih dulu,” titah Langit.

“Baik, Tuan.”

“Ini Pak Rajo, dia yang akan mengantarkanmu ke kampus, dan juga menjemputmu kembali ke rumah. Aku tidak mungkin membiarkanmu naik taksi, jika dilihat oleh klien-ku, aku bisa malu. Istri seorang Langit Mahameru naik taksi, dan juga pakaianmu sebaiknya kau ganti, aku melihat semua pakaianmu tidak bermerek.”

“Tapi semuanya masih baru.”

Langit menatap tajam ke arah Danas, membuatnya hanya bisa menundukan kepalanya. Mata Hazel milik Langit sangat mengintimidasi. Mau tidak mau dia harus mengikuti apa yang dikatakan oleh suaminya itu.

Sebelum pergi ke butik, mereka lebih dulu singgah untuk makan, setelah itu mereka melanjutkan perjalanan menuju butik.

Kini mereka berhenti pada sebuah butik. Memperlihatkan beberapa pakaian yang terpajang di etalase toko dengan , tentu Danas tahu siapa pemilik dari butik itu. Salah seorang desainer ternama.

Danas berjalan di samping Langit dengan wajah menunduk. Ketika mereka baru saja sampai di dalam butik, seorang pria menyambutnya dengan sebuah keterkejutan melihat kedatangan mereka.

“Oh My God, siapa yang datang ke tempat kecilku ini,” sapa pria itu. “Ada yang bisa kubantu? Kau ingin memesan pakaian lagi? Atau, kau ingin kubuatkan jas baru lagi?” tanya pria itu sambil bertingkah manja di depan Langit.

Kemeja berwarna salem, dengan sebelah bajunya dimasukan ke dalam celana jeansnya yang dipakainya, sedangkan helai bajunya yang lain dibiarkan begitu saja. Sebuah syal melilit di lehernya, bulu mata lentik dan juga lip gloss yang dipakainya—Mike Dasson.

“Diamlah, Mike. Aku ingin kau membuatnya terlihat lebih baik dari gayanya saat ini,” tunjuk Langit ke arah Danas.

“Ih. Bukan Mike, tapi Mika,” ngambeknya, kemudian melihat ke arah Danas yang tengah berada di samping Langit. “Ah, sorry. Aku tidak melihatmu,” kata pria itu sambil mendekat ke arah Danas.

Pria itu, memperhatikannya dari ujung kaki, sampai ujung rambut.

“Hhmm. Kenapa dengannya? Pakaiannya stylis, fashionnya oke. Aku suka kok, tidak kampungan,” komen Mike.

“Aku tidak mungkin membawanya ke pesta dengan pakaian seperti itu, aku serahkan dia padamu. Jangan membuatku menunggu lama, kau tahu aku benci menunggu.”

“Baik-baik, serahkan padaku,” katanya sambil menarik Danas untuk masuk ke dalam ruangan.

Sebelum meng make over Danas, Mike terlebih dulu mematung sambil menopang dagunya, menatap Danas yang tengah berdiri di depannya saat itu.

“Berputarlah,” kata Mike sambil memberikan isyarat menggunakan tangannya, Danas pun mengikutinya.

“Coba tegakkan wajahmu, aku ingin lihat.”

Ketika Danas meluruskan pandangannya, pria di depannya membulatkan matanya.

“Oh My God,” pekik Mike. “Biar aku lihat wajahmu lebih dekat,” kata Mike sambil mendekat ke arah Danas.

“A-aku tidak pernah mendapatkan pelanggan dengan wajah cantik alami sepertimu, kau menggunakan produk perawatan apa? Beritahu padaku dong.”

Pria itu mengangkat wajah Danas, dengan ujung jari telunjuk, kemudian menolehkannya ke kiri dan ke kanan.

Danas menggelengkan kepalanya.

“Hei, jangan pelit. Beritahu aku, kenapa kulit wajahmu begitu—Arggh, membuatku iri saja.”

“Em. I-itu—”

“Apa kau ingin mengatakannya padaku?”

“Tidak, maksudku. Jika kau berdiam diri seperti itu, Langit akan—“

“Oh astaga. Aku lupa, dia bisa marah jika dibuat menunggu terlalu lama,” kata Mike sambil menarik lengan Danas kemudian membuatnya duduk di meja rias.

Kini Danas bisa melihat dirinya di cermin. Beberapa peralatan make up di depannya. Dalam minggu ini, dia didandani oleh orang lain. Walaupun risih, namun dia tetap duduk diam dan menunggu dirinya selesai di make up.

“Wajahmu sudah cantik, jika menambah make up tebal akan membuatmu kelihatan tua. Jadi, aku tidak akan mendandanimu lama, cukup beberapa sentuhan tanganku, tuan Langit pasti akan terpesona melihatmu,” kata Mike sambil mengangkat dagu Danas, sedangkan dia ada di belakang gadis itu.

“Jangan menundukan kepalamu, kecantikanmu itu harus diperlihatkan pada orang-orang,” kata Mike sambil tersenyum. “Jangan takut, aku akan membuat semua orang melihat ke arahmu. Tenang saja, aku akan membuat seluruh orang terhipnotis pada kecantikanmu ini.”

“A-aku–”

“Kenapa? Katakan jika kau tidak suka dengan riasanku.”

“Bukan itu.”

“Aku penggemarmu.”

Sontak saja Mike terdiam, ketika Danas mengatakan jika gadis itu adalah penggemarnya.

“Benarkah?”

Danas menganggukan pelan. “A-aku kuliah desainer, dan aku—“

Pria itu tersenyum. “Em. Tapi apa hubunganmu dengan tuan Langit? Aku penasaran, sampai dia meminta mendandanimu dengan cantik.”

“Em. It-itu—”

“Apa kau kekasih barunya?”

“Tidak … tidak … aku bukan kekasihnya, aku istrinya,” jawab Danas menyangkal membuatnya keceplosan siapa dirinya.

“K-kau istrinya? J-jadi, Langit bukan menikah dengan gadis kurang ajar itu? Tapi, syukurlah bukan gadis itu yang menikah dengan Tuan Langit, tapi dirimu jika tidak sia-sia saja aku membuat gaun pengantin itu dengan penuh dan cinta kasihku.”

Danas menatap pria di belakangnya dari kaca, pria itu tersenyum padanya.

“Langit beruntung menikah denganmu, aku tahu kau adalah wanita yang pantas untuknya, dan aku yakin, kalian akan menjadi keluarga yang paling bahagia, tuan Langit idaman para wanita, sedangkan kau adalah wanita cantik.”

Danas tersenyum terpaksa. Bagaimana mereka akan memiliki keluarga yang bahagia, jika pria itu memperlakukannya semena-mena padanya.

“Wait … wait, aku rasa aku tahu dress yang cocok untukmu, tunggu sebentar di sini, aku akan kembali beberapa menit,” kata Mike sambil berjalan mundur kemudian menghilang dibalik sebuah kaca.

Danas memijat punggung lehernya yang tengah tegang itu, kemudian mencoba untuk meregangkan tubuhnya yang sejak tadi duduk. Wajahnya diraba olehnya, kemudian tersenyum, kemudian senyumannya pudar ketika sesuatu terlintas di pikirannya.

“Mengapa wajahku membuatnya benci, sedangkan ada dirinya di dasar hatiku,” gumamnya pelan.

Kerling matanya kini berkaca-kaca, air mata pun tidak bisa terhindari mengalir di pipinya. Hatinya begitu sesak seketika ketika mengingat apa yang telah dilakukan oleh Langit padanya—pada keluarganya.

“Mengapa Tuhan menyiapkan semua ini untukku? Mengapa Dia menjadi suamiku, jika nyatanya bukan cinta dan kasih sayang yang aku terima. Hatiku—"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status