Share

05. Cartwheel Hat dan Cokelat

"Selamat datang di rumah, Xenovia!"

Seorang wanita muda berdiri di depan pintu rumah Jason. Eliza dan Jason menyambut wanita tersebut dengan wajah gembira. Hanya Eliza, tidak dengan Jason yang menekuk wajahnya. Di belakang mereka berdiri Han yang tidak mendapat tempat untuk berbaris. Xenovia menatap keluarga tiri nya sambil tersenyum. Sudah lebih dari lima tahun mereka tidak bertemu, karena Xenovia harus menjalani kehidupan gandanya di Washington DC. Xenovia memasuki rumah yang cukup luas tersebut.

"Huh, bau nya tidak berubah." Ujar Xenovia sambil menutup hidungnya.

Jason berjalan mendahului kakak tirinya lalu menjatuhkan tubuhnya di sofa. "Apartemen mu berbau seperti bangkai."

"Aku memang senang menyimpan bangkai." Ujar Xenovia.

"Siapa anak itu, Nik?" Tanya Xenovia sambil menunjuk ke arah Han yang masih berdiri di depan pintu.

Jason menghampiri Han lalu menggiringnya ke depan Xenovia. Wanita itu meneliti Han dari ujung kepala hingga ujung kaki. Hal tersebut membuat Han merasa kurang nyaman. Jason yang menyadari hal itu pun membawa Han menuju kamarnya. Jason meminta Han untuk tidak terlalu dekat dengan Xenovia, mengingat wanita itu memang terobsesi dengan anak kecil.

"Hei Nik, kau bawa kemana anak lugu itu?" Tanya Xenovia saat Jason sudah muncul di hadapannya.

"Aku membawanya ke kamar. Aku peringatkan kau untuk tidak mengganggu Han. Dia sangat spesial untuk ku." Ujar Jason.

Xenovia tertawa pelan. "Kau masih tidak berubah, Nik."

Tak lama kemudian Eliza datang dengan tangan yang penuh dengan barang bawaan. Ia bahkan membawa sekantong daging segar yang entah di dapatkan dari mana. Eliza mengeluarkan sebotol soda dan menuangkannya ke dalam gelas. Jason yang tidak terlalu menyukai soda pun memutuskan untuk mengambil air putih. Sedangkan Xenovia memilih menenggak habis seisi botol soda tersebut. Eliza merasa heran karena kedua anaknya memiliki kepribadian yang berbeda.

"Bagaimana kabar Sherla?" Tanya Eliza pada putrinya.

Xenovia mengacungkan jempolnya. "Dia sudah tumbuh dewasa, bahkan ia sudah bisa bekerja di Departemen Kepolisian."

Jason sontak tersedak. "Benarkah? Bagaimana bisa ia bekerja dengan wajah tanpa ekspresi seperti itu?"

Xenovia mengeluarkan ponsel nya dan menunjukan sebuah aplikasi yang baru pertama kali Jason lihat. Xenovia mengetikan sesuatu di kotak pesan, lalu ia mendapatkan sebuah panggilan video dengan gambar yang seperti sedang menyorot sesuatu.

"Sherla, membunuh atau di bunuh?" Ujar Xenovia kepada seseorang di balik telepon.

Tak ada jawaban hanya muncul beberapa kode yang tak bisa di mengerti oleh Jason dan Ibu nya. Kode itu berkedip kedip kemudian berganti menjadi sebuah pesan suara.

"Mereka sedang mencari mu, nona."

Setelah mendengar pesan suara tersebut, Xenovia hanya bisa mendengus. Ia sengaja pergi ke Chicago untuk menghindari kepolisian Washington, namun ternyata para polisi Chicago sudah mencarinya.

"Aku merasa seperti selebriti." Ujar Xenovia.

Eliza memukul bahu putrinya tersebut. "Jangan hanya bersantai, cepat ubah identitasmu!"

Xenovia hanya terkekeh melihat ibu nya yang sudah berubah. Dahulu Eliza hanyalah seorang ibu berdarah dingin yang bahkan tidak peduli anaknya masih hidup atau tidak. Tapi kini Eliza mencemaskan dirinya. Sungguh luar biasa.

"Sherla, bisa kau bunuh orang berpakaian biru yang ada di depanmu?" Tanya Jason pada Sherla. 

Sejak awal ia memang merasa terganggu pada sosok pria berpakaian biru yang tengah tidur dengan mata terbuka.

Panggilan tiba tiba saja dimatikan sepihak oleh Sherla. Jason menatap Xenovia yang memasukan ponselnya ke saku. Jason masih tidak mengerti mengapa Sherla mematikan panggilan tersebut.

"Apa itu salah satu pertanyaan yang sensitif?" Tanya Jason.

Xenovia memukul kepala Jason lalu berjalan masuk ke kamar tamu.

"Anak bodoh akan selalu menjadi bodoh! Otak mu bahkan lebih kecil dari bakteri!"

~~~

Matahari sudah tenggelam sedari tadi, tapi Lusiana masih berada di rumah sakit. Lusiana membuka plastik yang membungkus jasad anak kecil korban pembunuhan. Ia bersama tim nya berhasil menemukan bocah tersebut tergantung di belakang sebuah toko VinnyD's yang terletak di kode area 773 Kota Chicago. Saat itu Lusiana dan Franco tengah beristirahat di belakang toko tersebut. Namun tiba tiba cokelat menetes tepat di hidung Lusiana. Hal itu membuat Franco segera menengadahkan kepalanya dan menemukan seorang anak kecil yang sudah tak bernyawa.

Ia hampir saja memuntahkan seluruh isi perutnya saat melihat cokelat yang mencair dari dalam perut anak kecil tersebut. Perut anak itu nampak terbelah dengan sangat rapih seperti di lakukan oleh dokter ahli bedah. Lusiana mendorong Mortuary Table itu menuju ruang jenazah. Ia di sambut oleh penjaga ruang tersebut yang sudah menunggu di depan pintu.

"Lain kali cukup telepon saya dokter Lusiana. Jangan menyibukan diri sampai mengantar jenazah seperti ini." Ujar penjaga ruang jenazah tersebut

Lusiana hanya tersenyum. "Saya belum sempat melihat kondisi jenazah karena saya tidak di beri izin untuk melakukan autopsi. Jadi saat perjalanan menuju ke ruang jenazah, saya menyempatkan untuk melihat kondisinya."

Penjaga ruangan tersebut membukakan pintu dan Lusiana pun mendorong Mortuary Table tersebut. Ia melihat cukup banyak jenazah yang ada di dalam ruagan. Sebagian besar dari mereka adalah anak berusia 9-13 tahun.

"Terima kasih bantuannya, dokter Lusiana." Ujar penjaga ruang jenazah.

Lusiana tersenyum dan meninggalkan ruangan tersebut. Saat hendak masuk ke dalam lift, ia berpapasan dengan seorang wanita berpakaian serba mewah. Lusiana tak langsung masuk ke dalam lift. Ia masih sibuk memperhatikan wanita yang kini sudah melenggang masuk ke dalam ruang jenazah.

Setelah cukup lama berseteru dengan pikirannya, Lusiana pun memasuki lift untuk menuju ke lantai dasar. Ia harus segera pergi ke kantor polisi untuk memberi keterangan tentang kondisi jenazah tersebut. Pihak rumah sakit sangat menutupi kondisi jenazah itu hingga tak membiarkan dokter melakukan autopsi. Bahkan pihak rumah sakit akan segera mengkremasi jenazah tersebut.

Lusiana meraba saku nya saat sesuatu terasa bergetar. Ia mendapat sebuah telepon dari nomor tidak di kenal. Walau dengan ragu, ia tetap menerima panggilan tersebut.

"Selamat malam-"

"DOKTER LUSIANA!" Seru seseorang dari seberang.

Lusiana dapat mengenali pemilik suara tersebut adalah Franco.

"Ya?"

"XENOVIA BERADA DI RUMAH SAKIT."

Panggilan diputus secara sepihak. Lusiana memencet tombol lift dengan sembarang. Namun lift tak kunjung terbuka. Mau tak mau ia harus menunggu sampai lift tiba di lantai dasar.

Tiba-tiba lampu lift berubah menjadi merah, menandakan adanya situasi yang darurat di rumah sakit tersebut. Lusiana segera menghubungi pusat keamanan untuk menutup semua jalur keluar masuk di rumah sakit tersebut. Ia juga memerintahkan petugas untuk mengevakuasi pasien dan semua orang yang ada.

Tak perlu menunggu lama, pelindung baja di turunkan pada setiap pintu masuk dan jendela hingga tak memungkinkan siapapun untuk keluar dari sana. Petugas juga mematikan lampu, hal ini bertujuan agar hanya orang yang menghafal lokasi rumah sakit yang bisa bergerak. Sedangkan orang yang tidak mengetahui setiap sudut rumah sakit tersebut tidak akan bisa bergerak.

Saat Lusiana tiba di lantai dasar, ia segera mengambil langkah seribu menuju tangga darurat. Ia menaiki tangga dengan sangat lincah tanpa takut tergelincir atau tersandung sesuatu. Kini ia sudah berada di lantai 3, ia hanya harus mencapai lantai 4 untuk tiba di ruang jenazah. Ia sangat mencurigai wanita yang berpapasan dengannya saat hendak memasuki lift. Tiba tiba terdengar suara teriakan yang sangat keras dari petugas ruang jenazah. Hal itu menambah kuat rasa curiga Lusiana terhadap wanita tersebut.

Brak!

Pintu tangga darurat tersebut terbuka dengan paksa menampakan sosok petugas ruang jenazah. Pria tua itu berjalan dengan tertatih. Darah segar mengalir dari pelipisnya. Kondisinya begitu mengerikan saat Lusiana menyadari sebelah tangan pria tua itu sudah terpotong rapih seperti tertebas samurai.

"La..ri.." Ujar pria tua itu dengan sisa tenaga nya.

Kemudian muncul sosok berbaju serba putih dengan Cartwheel Hat ala Putri Diana sang bangsawan Inggris. Sosok itu mendekati pria tua yang sudah tersungkur di anak tangga. Ia menyeret tubuh pria tua tersebut dan menuruni anak tangga satu persatu hingga sosok wanita itu tiba di hadapan Lusiana.

Sosok wanita tersebut meletakan telunjuknya tepat di bibir Lusiana. Lalu Wanita itu mengedipkan sebelah matanya. 

"Sstt.. Dont screaming."

To be continue..​

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status