Home / Thriller / Shadow / 09. Penyelamatan

Share

09. Penyelamatan

Author: Fit
last update Last Updated: 2021-02-27 19:38:32

Matahari sudah berganti dengan bulan. Jason merasakan perutnya mulai sakit karena lebih dari 24 jam tidak makan apapun. Jason pun memutuskan untuk keluar dari ruangan tersebut. Ia juga ingat bahwa Han tidak bisa memesan makanan sendiri. Bocah itu pasti kelaparan sekarang. Jason menaiki tangga menuju ruang tamu.

"Han.." panggilnya.

Suasana rumahnya sangat sunyi, tak ada suara teriakan Han yang biasa menyambutnya. Jason merasa ada sesuatu yang aneh disini. Jason pun mengelilingi rumahnya untuk mencari anak asuhnya tersebut.

"Han! Aku tidak ingin bermain! Aku lapar!" teriak Jason.

Namun lagi lagi tak ada sahutan dari Han. Jason mengira bocah itu sedang keluar rumah. Ia pun memesan makanan terlebih dahulu kareba perutnya sudah tak bisa di ajak berkompromi.

Setelah memesan makanan, ia pun keluar dari rumah untuk melihat kemungkinan ada Han disana.

Lagi-lagi nihil.

Tak ada apapun selain mobil mewahnya yang terparkir indah di halaman. Tapi matanya menangkap sesuatu yang tergeletak di rerumputan.

Ponsel Han.

Jason pun berlari menuju rerumputan tersebut. Lalu ia melihat bercak darah di sekitar rerumputan tersebut. Jason pun segera mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Xenovia.

Tak perlu waktu lama, panggilan tersebut pun di terima oleh kakak nya. Ia mendengar tangisan Han lewat panggilan tersebut.

"Brengsek!"

Hanya kata itu yang ingin di ucapkan oleh Jason kepada kakaknya. Ia segera mengakhiri panggilan dan bergegas menuju mobilnya.

Set.

Sebuah pistol berada tepat di pelipisnya. Jason reflek menghentikan langkahnya.

"Kejutan!" bisik seseorang tepat di telinga nya.

Lewat ekor matanya, Jason menebak siapa yang tengah menodongkan pistol ke arahnya.

Wanita.

Cantik.

Gaun putih.

Tak lupa dengan Cartwheel Hat.

"Jangan bergerak, Jason." ujar sosok tersebut.

Jason menolehkan kepalanya ke arah sosok tersebut.

"Menyingkir!"

Sosok tersebut tersenyum lebar.

"Ya. Setelah kepala mu ku tembak."

Dorr!!

~~~

Han menangis sambil memegangi kepala nya yang berdarah. Wanita yang membawanya sudah pergi entah kemana. Wanita itu bilang akan membawakan dokter untuk mengobati kepalanya. Kini Han seorang diri di sebuah ruangan yang minim pencahayaan dan lagi ruangan tersebut di kunci. Han hanya bisa meringkuk menahan sakit dan juga rasa takut.

"Paman.." ujarnya lirih.

Tak lama kemudian pintu terbuka, menampakan sosok yang membawanya atau lebih tepatnya menculiknya. Di belakang sosok tersebut berdiri seorang wanita yang ia kenal tengah menunduk.

"Dokter Lusiana!" teriak Han.

Lusiana yang merasa terpanggil pun mengangkat kepalanya.

"Han!"

Sosok itu pun mendorong Lusiana masuk ke dalam ruangan remang-remang tersebut.

"Baguslah jika kalian sudah saling mengenal." Ujar sosok tersebut.

"Lusiana, dia pasien yang harus kau obati. Peralatan P3K ada di sebelah anak itu." Jelasnya.

Kemudian sosok itu menatap Han. "Hei Bocah! Dia dokter yang akan merawat kepala kecilmu. Baik-baiklah dengannya. Aku tidak mau kanvasku rusak sebelum aku menorehnya dengan tinta."

Setelah mengatakan hal tersebut, sosok itu pun kembali mengunci pintu. Terdengr langkah kaki yang semakin menjauh menandakan sosok itu sudah pergi.

Lusiana mengambil kotak P3K yang berada di samping Han. Lusiana melihat luka yang ada di kepala anak tersebut. Terdapat lebam di dahi Han yang juga di hiasi oleh darah yang sudah mulai mengering.

"Jangan bergerak." Ujar Lusiana.

Kemudian Lusiana mengambil sapu tangan yang selalu ia bawa kemana pun. Lusiana membasahi sapu tangan tersebut dengan air yang di sediakan untuk minum. Perlahan ia membersihkan darah yang sudah mengering di sekitar luka tersebut. Lusiana menekan luka tersebut selama kurang lebih 10 menit. Dirasa darah sudah tidak mengalir lagi, Lusiana pun membalut luka tersebut dengan perban yang sudah di sediakan beserta plester luka. Lalu ia mengambil paracetamol dan memberikannya pada Han.

"Darahnya sudah berhenti, sekarang minum ini untuk mengurangi rasa nyeri nya." Jelas Lusiana.

Han mengangguk dan segera menelan obat tersebut disusul oleh air putih. Lusiana tersenyum dan mengusap kepala Han.

"Anak pintar. Berapa usia mu?" Tanya Lusiana.

"10 tahun." Jawab Han.

Lusiana menganggukan kepalanya beberapa kali.

"Kita pasti bisa bebas, Han." Ujar Lusiana.

Han mengangguk mantap. "Ya! Paman Niko akan menjemputku. Tadi aku mendengar suara paman Niko saat tante jahat itu sedang menelepon."

Lusiana mendekatkan wajahnya dengan Han. "Paman Niko? Siapa itu?"

"Paman yang itu." Ujar Han sambil menunjuk ke arah jendela.

Yap. Jason sudah menampakan kepalanya di jendela. Ia menatap datar ke arah Lusiana, kemudian tersenyum lebar pada Han. Sungguh perbedaan yang kentara. Lusiana segera membuka jendela, namun jendela tersebut sangat sulit terbuka karena mungkin sudah terlalu lama tertutup.

Jason mengisyaratkan mereka untuk minggir, kemudian ia mendorong jendela tersebut hingga engselnya patah. Kemudian jendela tersebut terbuka walaupun menimbulkan sedikit kegaduhan. Jason segera masuk ke dalam ruangan remang-remang tersebut.

"Han.." panggil Jason lirih.

Ia memeluk anak asuhnya tersebut dengan erat. Tak bisa di percaya ia menangis hanya karena Han. Mungkin itu karena Han adalah dia, dan dia adalah Han. Sungguh romantis bapak dan anak tak sedarah ini.

"Ayo pulang. Aku sudah membeli daging." Ujar Jason.

Han mengangguk senang.

Sedangkan Lusiana hanya bisa menonton drama antara bapak dan anak tersebut. Jason melirik Lusiana dan menyuruhnya untuk keluar terlebih dahulu.

"Bawa Han terlebih dahulu. Ini kunci mobilku, aku memarkirnya tepat di lantai dasar." Ujar Jason.

Lusiana termangu mendengar ucapan Jason. Lantai dasar? Yap. Mereka sekarang berada di lantai tiga di sebuah gedung tak terpakai. Bagaimana Jason bisa mengetahui posisi mereka? Itu karena Jason memasangkan alat pelacak di semua baju yang di kenakan oleh Han. Hebat bukan ayah yang satu ini?

"Lompat?" Tanya Lusiana dengan ragu.

Jason menatap malas ke arah dokter tersebut.

"Lompatlah jika kau ingin mati. Kau pikir aku kesini tanpa persiapan apapun?"

Lusiana tertawa pelan. Ia menengok ke arah jendela dan mendapati tangga vertikal yang terbuat dari tali, seperti yang biasa di dapati pada rumah pohon. Lusiana pun keluar melewati jendela, kemudian ia perlahan menuruni anak tangga tersebut. Setelah itu Han mengikuti Lusiana menuruni tangga itu menuju ke bawah. Tinggalah Jason yang masih berads di ruangan tersebut. Jason tak bergerak sama sekali. Ia menunggu sosok yang dengan berani menculik anak asuhnya tersebut.

Lusiana dan Han sudah berada di bawah dan masuk ke dalam mobil. Tapi Jason masih tak terlihat melewati tangga tersebut. Jason masih menatap ke arah pintu. Tak lama kemudian, terdengar langkah kaki yang mendekat.

Pintu pun terbuka.

Sosok yang membelakangi cahaya itu menatap horor ke arah Jason.

"Jas- Niko?" Panggil sosok tersebut dengan raut wajah ketakutan.

Jason menatap datar ke arah sosok tersebut. "Kau yang mengirim nya kepada ku? Sebaiknya kau pulang dan siapkan pemakaman untuknya."

Sosok tersebut mulai melangkahkan kakinya ke arah Jason dengan langkah yang di seret.

"Berani nya kau.."

Jason tak menghiraukan sosok tersebut dan berjalan menuju jendela. Tanpa di duga, sosok itu mengacungkan senjata tajam ke arah Jason. Sedangkan Jason yang lengah, akhirnya harus mendapatkan luka tusukan di pinggang sebelah kanan.

Jason melemas dan jatuh ke lantai. Sosok itu pun tak membuang waktunya. Ia mengambil sebuah besi yang berada di sudut ruangan dan memukulkan nya ke Jason. Namun Jason menendang kaki sosok tersebut hingga terjatuh. Jason menarik pisau yang masih menancap di pinggang nya. Kemudian ia menusukan pisau tersebut kepada sang pemilik.

Jlebb!!

Jlebb!!

Jlebb!!

"MATI KAU!!" Teriak Jason yang sudah mulai hilang kendali.

Jason berkali-kali menusukan pisau itu di sekitar perut korbannya. Ia sangat membenci orang yang berani menyentuh miliknya. Saat sedang bersenang-senang, rasa nyeri mulai menghujam pinggangnya. Tanpa terasa darah sudah sangat deras keluar dari luka tersebut. Jason pun memutuskan untuk menuruni tangga vertikal yang ada di jendela. Tubuhnya sudah mulai melemas karena kekurangan darah. Tapi ia harus menguatkan diri agar tidak terjun dari lantai tiga gedung tersebut.

"Paman!!" Teriak Han dari dalam mobil.

Jason jalan terseok-seok menuju mobilnya. Pandangannya mulai meremang, hingga kemudian semuanya menjadi gelap. Dengan tubuh yang melemah, Jason mengetuk kaca mobilnya. Lusiana pun membuka kaca mobil tersebut. Jason menatap Lusiana dengan mata yang hampir terpejam.

"Ce..pat pergi..Ting..gal..kan aku.."

To be continue..

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Shadow   86. Sampai jumpa (END)

    Hari sudah berganti menjadi pagi. Jason dan Lusiana membawa tubuh Jean yang sudah tak bernyawa ke kabin yang dulunya laboratorium. Jean memang tak minta di makamkan disana, tapi Jason berinisiatif untuk memakamkannya disana. Jason juga sudah menyiapkan lubang di samping kabin untuk makam ayahnya. Jason membuka pintu kabin yang sudah rusak itu. Jason memasuki sebuah ruangan rahasia di dalam kabin tersebut. Lalu ia melihat sebuah peti yang sudah di siapkan oleh Jean bertahun-tahun lama nya. Rupanya peti itu yang pernah di ceritakan oleh Jean padanya. Jason ingin menggunakan peti itu, tapi terlalu berat untuk di angkat berdua dengan Lusiana. Akhirnya Jason dan Lusiana sepakat untuk mengubur Jean hanya menggunakan alas kain. Mereka tak bisa membiarkan siapapun tahu tentang kematian Jean. Jason dan Lusiana membawa tubuh Jean keluar dari mobil. Lalu mereka merebahkan tubuh Jean di atas sebuah kain. Jason menatap Jean yang sudah sangat pucat tersebut. Tubuh Jean

  • Shadow   85. Tangisan perpisahan

    Jean tiba di depan rumah Jason dengan perasaan yang gelisah. Ia segera memasuki pekarangan rumah itu. Saat itu matahari sudah mulai berada cukup tinggi. Jean membuka pintu yang tak terkunci tersebut. Tapi ia sama sekali tak bisa menemukan Jason. Jean pun berkeliling di rumah itu sendirian untuk mencari keberadaan Jason. Tangan Kanan yang belakangan ini selalu mengikutinya itu sudah kembali ke rumahnya. Jean bahkan sudah berpamitan dengan Tangan Kanan. Mereka tidak akan bertemu lagi karena semua masalah sudah selesai, lalu Jean pun akan kembali ke San Francisco.Setelah cukup lama mencari, Jean pun mulai lelah. Ia sama sekali tak menemukan sosok Jason di rumah tersebut. Jean memilih bersantai di sofa ruang tamu yang begitu menggoda. Jean meraih ponsel Watt yang ada di sakunya. Kemudian ia membuka semua gambar di galeri nya yang berisi kenangan tersebut. Jean menghela nafasnya yang terasa berat saat melihat fotonya bersama Watt di taman Tangan Kanan. Saat it

  • Shadow   84. Gelisah

    Jason kembali ke lantai atas setelah bermalam di ruang bawah tanah. Ia bergegas menuju halaman rumahnya. Pagi ini Jason merasakan semua beban di tubuhnya menghilang. Ia bisa tersenyum lepas menatap matahari yang masih malu-malu menampakan dirinya. Jason memejamkan matanya, merasakan sensasi udara pagi yang begitu segar. Lalu Lusiana muncul dari pintu dengan kondisi yang masih berantakan. Nampaknya wanita itu baru saja bangun dari tidurnya.Jason menghampiri Lusiana yang tersenyum ke arahnya. Sebenarnya Lusiana sempat marah padanya sejak insiden penjagalan anggota tim alpha. Namun sepertinya Lusiana sudah bisa melupakan semuanya saat ini."Bagaimana tidur mu?" Tanya Jason.Lusiana melebarkan senyumnya. "Sangat tenang dan nyaman."Jason juga melebarkan senyumnya. "Bagus lah jika begitu."Jason berdeham pelan. "Bagaimana jika kita jalan-jalan hari ini?"

  • Shadow   83. Game over sesungguhnya

    Setengah jam setelah Tangan Kanan mengusulkan ide nya, kini mereka berada di luar rumah Holland. Dari bola mata mereka terlihat kobaran api yang besar. Ternyata mereka lebih memilih membakar bangunan itu daripada mengebom nya. Jean dan Tangan Kanan terus menatap rumah yang terbakar tersebut. Jean sudah menghubungi pemadam kebakaran 5 menit yang lalu. Orang-orang di sekitar juga sudah mulai berkerumun melihat kebakaran tersebut."Kau sudah menghafal dialog nya?" Bisik Tangan Kanan."Belum. Kau cukup menyamakan jawaban dengan ku, kan?" Jawab Jean dengan pelan.Tangan Kanan menganggukan kepalanya. Lalu ia melanjutkan melihat pemandangan si jago merah yang begitu gagah melahap bangunan tersebut. Tak lama kemudian mobil pemadam kebakaran tiba disusul dengan mobil polisi beberapa menit kemudian. Tangan Kanan menatap Jean sekilas sambil mengacungkan ibu jarinya. Jean juga mengacungkan ibu jarinya. 

  • Shadow   82. Satu pikiran

    Sudah lebih dari 5 menit tapi Franco masih terlalu jauh untuk mencapai tangga. Waktu sudah menunjukan pukul 3 p.m. Jason merasakan perutnya terasa sakit. Ia sama sekali belum memakan apapun selama pulang dari rumah sakit. Jason pun berjalan melewati Franco yang masih berusaha melarikan diri dengan cara melata seperti ular. Jason menghembuskan nafasnya pelan saat berada di samping Franco. Kemudian ia segera menaiki anak tangga itu dengan cepat meninggalkan Franco di ruang bawah tanah itu bersama anggota tim alpha yang sudah tewas.Jason keluar dari pintu yang ada di belakang kulkas. Ia segera menghampiri Lusiana yang sedang berdiri memandangi lantai yang bolong. Jason tersenyum manis pada Lusiana, namun Lusiana hanya menatapnya sekilas."Maafkan aku." Ujar Jason.Lusiana mengernyitkan dahinya. "Untuk apa?"Jason menarik sudut bibirnya. "Aku tak menjawab pertanyaan itu. Sekarang

  • Shadow   81. Hadiah untuk tamu

    Franco dan tim alpha yang baru masuk ke rumah Holland itu pun terkejut setelah menonton siaran ulang. Mereka yang mengira Walikota berada disini pun akhirnya memilih untuk segera pergi ke rumah Jason. Tujuan utama mereka hanyalah menyelamatkan Walikota. Jean dan Tangan Kanan yang semula panik kini mulai bisa menghembuskan nafasnya dengan lega. Franco dan tim alpha itu sudah pergi dari rumah tersebut. Seandainya tidak ada siaran langsung itu, mungkin Franco dan tim alpha akan memeriksa bangunan tersebut. Lalu mereka akan menemukan ketiga orang yang sudah di bunuh oleh Jason.Diluar gedung, Franco bersama tim alpha itu sedang menyusun strategi. Mereka harus menyelamatkan Walikota dan menangkap Jason. Franco mengeluarkan selembar kertas dan pulpen dari sakunya. Lalu Franco menggambarkan sesuatu."Kita semua ada 8 orang, kita akan bagi menjadi 4 kelompok. Aku akan datang dari arah gerbang depan. Lalu kelompok 2 dan 3 akan masuk lewat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status