Hari telah berganti, namun Jason masih tetap berada diruang bawah tanah memandangi wajah teman lamanya, Ryan. Temannya itu mengalami hipotermia karena penghangat di dalam ruangan tersebut rusak. Lampu diruangan tersebut juga tiba tiba padam membuat suhu ruangan menjadi sangat dingin. Jason sudah memindahkan teman lamanya tersebut ke sebuah ruangan yang biasa di gunakan untuk mengeksekusi korbannya. Di ruangan itu, Jason merendam tubuh Ryan di air hangat. Namun bukannya membaik, tubuh Ryan yang terbalut kostum naga tersebut mulai membengkak. Wajahnya semakin membiru, pada menit selanjutnya Jason tak bisa lagi merasakan denyut nadi dan detak jantung temannya tersebut.
Jason tersenyum memandangi tubuh tak bernyawa di hadapannya itu. Jason pun mengangkat mayat temannya itu dan membaringkannya di meja operasi yang biasa ia gunakan untuk melakukan operasi pada semua korbannya. Jason menguliti wajah Ryan yang sudah tak bernyawa tersebut. Ia tak bisa henti hentinya tertawa, namun tanpa terasa air mata nya mulai menetes. Entah apa yang ia tertawakan, entah apa juga yang ia tangisi saat ini.
"Kematian adalah hal yang paling merepotkan." Gumam Jason di tengah kesibukannya.
Setelah selesai menguliti wajah Ryan dengan sempurna, ia juga mengambil bola mata teman lamanya tersebut. Jason tidak mengalami sedikit pun kendala karena ia pernah menjadi dokter bedah setelah menyelesaikan pendidikannya di Harvard University yang terletak di Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat. Namun karirnya sebagai seorang dokter harus musnah karena ia membunuh seorang suster. Hal itu membuat Jason harus mendekam di balik jeruji besi selama tiga tahun. Ia mengaku melakukannya dalam keadaan sadar dan sengaja.
Ia meletakan kulit dan bola mata itu di tempat aman. Kemudian ia melangkahkan kakinya menuju ruangan tempat kedua anak kecil tahanannya berada. Ia menarik salah satu anak yang mengenakan kostum kelinci, lalu membawanya menuju ruang eksekusi. Jason merebahkan anak itu secara paksa di atas meja operasi. Jason menarik sudut bibirnya dengan paksa hingga membentuk senyuman yang menyeramkan. Anak tersebut menangis ketakutan. Ia ingin memberontak namun kedua tangan dan kakinya sudah terikat oleh tali.
Jason menarik sudut bibirnya lebih lebar lagi lalu tertawa keras hingga menghasilkan gema di ruangan tersebut. Langkah selanjutnya, Jason mengambil kulit dari wajah Ryan beserta kedua bola mata yang sudah ia siapkan. Jason menyuntikan obat bius kepada anak tersebut dan mulai melakukan operasi penggantian bola mata. Dengan terampil Jason mengeluarkan bola mata anak tersebut. Ia menggenggam kedua bola mata tersebut dan perlahan menguatkan genggamannya hingga kedua bola mata itu pecah.
Jason tak bisa menyembunyikan senyumannya lagi. Ia pun tertawa lepas sambil menatap telapak tangannya yang sudah berdarah darah.
"HAHAHAHAHAAA!"
Jason menghentikan tawa nya dan meraih kulit yang sudah berada di dekatnya. Jason menumpukan kulit itu tepat di atas wajah anak yang sedang tak sadarkan diri tersebut. Kemudian Jason menjahitnya dengan perasaan riang gembira. Pendarahan mulai terjadi karena Jason melakukannya dengan peralatan seadanya.
Setelah selesai menjahit, Jason pun melangkah mundur. Ia menatap anak tersebut dari jauh. Ia tersenyum puas menatap karya terbarunya. Penampakan wajah Ryan yang berada di tubuh orang lain dengan berlumuran darah itu menjadi karya terindahnya saat ini.
"Seperti ini lebih baik."
~~~
Siang ini kota San Fransisco di gegerkan dengan penemuan mayat seorang polisi. Kondisi mayat tersebut sangat mengenaskan, bahkan barang bukti berupa pisau masih menancap kuat di sebelah matanya. Darah yang mengalir deras di kakinya kini sudah mengering menandakan waktu kematian yang sudah cukup lama. Max yang mendengar berita tersebut pun bergegas menuju lokasi kejadian bersama tim investigasi.
"Amankan pisaunya! Hanya itu barang bukti yang tersisa!" Ujar seorang polisi yang sudah berada disana.
Para warga bergidik ngeri melihat kondisi mayat polisi tersebut. Jika polisi saja di bunuh, bagaimana dengan warga sipil yang tak punya perlindungan apapun. Polisi pun membawa pisau tersebut untuk di selidiki lebih lanjut.
Saat Max tiba di lokasi kejadian, mayat polisi tersebut sudah di bawa menuju The University of California, San Fransisco (UCSF) Medical Center untuk menjalani autopsi. Ia hanya menemukan ilustrasi korban di aspal yang sudah berlumuran darah. Max memerintahkan tim nya untuk menyapu lokasi kejadian untuk menemukan barang bukti lainnya. Max menelusuri sekitar ilustrasi mayat tersebut. Mata nya menangkap sebuah Aglet tergeletak tak jauh dari ilustrasi korban. Ia mengambil Aglet tersebut dan menuju rumah sakit, sedangkan tim investigasi tetap menyisir kawasan tersebut.
Max mengendarai Lexus RX nya menuju UCSF Medical Center. Cukup lama untuk sampai di UCSF karena jaraknya yang terbilang cukup jauh. Max pun menghubungi pihak rumah sakit untuk memberitahukan kedatangannya.
"Selamat siang, saya Maxim dari Departemen Kepolisian San Fransisco." Ujar Max pada seseorang yang berada di seberang.
Max dapat mendengar sahutan dari pihak rumah sakit.
"Saya ingin melakukan pemeriksaan terhadap korban bernama Joe yang baru tiba di UCSF. Saya harap pihak rumah sakit belum melakukan kremasi terhadap korban tersebut." Jelas Max.
Setelah mendapat persetujuan dari pihak rumah sakit, Max pun menutup panggilan tersebut. Pihak rumah sakit akan mengundur waktu kremasi sampai Max tiba di rumah sakit. Max menambah kecepatan laju mobilnya agar tiba lebih cepat.
Saat ia sudah mencapai setengah perjalanan, ponselnya tiba tiba berbunyi. Max menepikan mobilnya dan menerima panggilan tanpa nama tersebut.
"Selamat sore."
Tak ada jawaban dari seberang. Hanya terdengar suara kikikan seseorang.
Max berdeham pelan. "Jika tidak ada yang penting, akan saya-"
Tiba-tiba ucapannya terpotong oleh sosok penelepon tersebut.
"Malam ini kematian akan mendatangi mu."
Panggilan pun berakhir.
~~
"Paman!!"
Teriak Han di depan pintu ruang bawah tanah yang menjadi tempat perpisahan mereka kemarin. Han sudah beberapa kali datang ke tempat tersebut, namun Jason tak kunjung keluar dari ruangan itu. Han mengetuk pintu tersebut cukup keras namun tak ada jawaban.
"Paman!! Cepat keluar!!" Teriak Han.
Masih sangat hening, tak terdengar suara apapun.
"Pam-"
Greb.
Seseorang menarik tangan Han lalu menutup mulutnya dengan sebuah kain. Han di tarik keluar dari rumah tersebut. Lalu ia di paksa masuk ke dalam mobil yang berbau tidak sedap. Han meronta-ronta namun tenaga nya kalah kuat dengan sosok yang menangkapnya tersebut.
Han menubrukan kepalanya ke belakang cukup keras hingga sosok yang menangkapnya itu terhuyung. Han yang terbebas pun segera melarikan diri. Namun bagaikan hantu, sosok itu berdiri di hadapannya dan memukul kepala Han menggunakan linggis yang entah sejak kapan berada di tangannya.
Pandangan Han pun menggelap. Sosok itu membawa Han ke dalam mobil. Sekejap kemudian, mobil itu sudah melesat pergi dari lingkungan rumah tersebut.
Sosok itu pun menghubungi seseorang melalui telepon. "Urus Jason selagi aku mengeksekusi bocah ini."
Sosok itu mengangguk sambil tersenyum mendengar jawaban dari seberang sana.
"Ya, kau boleh membunuhnya jika dia melawan."
Sosok itu melebarkan senyumnya hingga memperlihatkan deretan giginya dengan mata yang melebar.
"Pembunuh harus dibunuh agar tidak membunuh, benar bukan?"
To be continue..
Hari sudah berganti menjadi pagi. Jason dan Lusiana membawa tubuh Jean yang sudah tak bernyawa ke kabin yang dulunya laboratorium. Jean memang tak minta di makamkan disana, tapi Jason berinisiatif untuk memakamkannya disana. Jason juga sudah menyiapkan lubang di samping kabin untuk makam ayahnya. Jason membuka pintu kabin yang sudah rusak itu. Jason memasuki sebuah ruangan rahasia di dalam kabin tersebut. Lalu ia melihat sebuah peti yang sudah di siapkan oleh Jean bertahun-tahun lama nya. Rupanya peti itu yang pernah di ceritakan oleh Jean padanya. Jason ingin menggunakan peti itu, tapi terlalu berat untuk di angkat berdua dengan Lusiana. Akhirnya Jason dan Lusiana sepakat untuk mengubur Jean hanya menggunakan alas kain. Mereka tak bisa membiarkan siapapun tahu tentang kematian Jean. Jason dan Lusiana membawa tubuh Jean keluar dari mobil. Lalu mereka merebahkan tubuh Jean di atas sebuah kain. Jason menatap Jean yang sudah sangat pucat tersebut. Tubuh Jean
Jean tiba di depan rumah Jason dengan perasaan yang gelisah. Ia segera memasuki pekarangan rumah itu. Saat itu matahari sudah mulai berada cukup tinggi. Jean membuka pintu yang tak terkunci tersebut. Tapi ia sama sekali tak bisa menemukan Jason. Jean pun berkeliling di rumah itu sendirian untuk mencari keberadaan Jason. Tangan Kanan yang belakangan ini selalu mengikutinya itu sudah kembali ke rumahnya. Jean bahkan sudah berpamitan dengan Tangan Kanan. Mereka tidak akan bertemu lagi karena semua masalah sudah selesai, lalu Jean pun akan kembali ke San Francisco.Setelah cukup lama mencari, Jean pun mulai lelah. Ia sama sekali tak menemukan sosok Jason di rumah tersebut. Jean memilih bersantai di sofa ruang tamu yang begitu menggoda. Jean meraih ponsel Watt yang ada di sakunya. Kemudian ia membuka semua gambar di galeri nya yang berisi kenangan tersebut. Jean menghela nafasnya yang terasa berat saat melihat fotonya bersama Watt di taman Tangan Kanan. Saat it
Jason kembali ke lantai atas setelah bermalam di ruang bawah tanah. Ia bergegas menuju halaman rumahnya. Pagi ini Jason merasakan semua beban di tubuhnya menghilang. Ia bisa tersenyum lepas menatap matahari yang masih malu-malu menampakan dirinya. Jason memejamkan matanya, merasakan sensasi udara pagi yang begitu segar. Lalu Lusiana muncul dari pintu dengan kondisi yang masih berantakan. Nampaknya wanita itu baru saja bangun dari tidurnya.Jason menghampiri Lusiana yang tersenyum ke arahnya. Sebenarnya Lusiana sempat marah padanya sejak insiden penjagalan anggota tim alpha. Namun sepertinya Lusiana sudah bisa melupakan semuanya saat ini."Bagaimana tidur mu?" Tanya Jason.Lusiana melebarkan senyumnya. "Sangat tenang dan nyaman."Jason juga melebarkan senyumnya. "Bagus lah jika begitu."Jason berdeham pelan. "Bagaimana jika kita jalan-jalan hari ini?"
Setengah jam setelah Tangan Kanan mengusulkan ide nya, kini mereka berada di luar rumah Holland. Dari bola mata mereka terlihat kobaran api yang besar. Ternyata mereka lebih memilih membakar bangunan itu daripada mengebom nya. Jean dan Tangan Kanan terus menatap rumah yang terbakar tersebut. Jean sudah menghubungi pemadam kebakaran 5 menit yang lalu. Orang-orang di sekitar juga sudah mulai berkerumun melihat kebakaran tersebut."Kau sudah menghafal dialog nya?" Bisik Tangan Kanan."Belum. Kau cukup menyamakan jawaban dengan ku, kan?" Jawab Jean dengan pelan.Tangan Kanan menganggukan kepalanya. Lalu ia melanjutkan melihat pemandangan si jago merah yang begitu gagah melahap bangunan tersebut. Tak lama kemudian mobil pemadam kebakaran tiba disusul dengan mobil polisi beberapa menit kemudian. Tangan Kanan menatap Jean sekilas sambil mengacungkan ibu jarinya. Jean juga mengacungkan ibu jarinya. 
Sudah lebih dari 5 menit tapi Franco masih terlalu jauh untuk mencapai tangga. Waktu sudah menunjukan pukul 3 p.m. Jason merasakan perutnya terasa sakit. Ia sama sekali belum memakan apapun selama pulang dari rumah sakit. Jason pun berjalan melewati Franco yang masih berusaha melarikan diri dengan cara melata seperti ular. Jason menghembuskan nafasnya pelan saat berada di samping Franco. Kemudian ia segera menaiki anak tangga itu dengan cepat meninggalkan Franco di ruang bawah tanah itu bersama anggota tim alpha yang sudah tewas.Jason keluar dari pintu yang ada di belakang kulkas. Ia segera menghampiri Lusiana yang sedang berdiri memandangi lantai yang bolong. Jason tersenyum manis pada Lusiana, namun Lusiana hanya menatapnya sekilas."Maafkan aku." Ujar Jason.Lusiana mengernyitkan dahinya. "Untuk apa?"Jason menarik sudut bibirnya. "Aku tak menjawab pertanyaan itu. Sekarang
Franco dan tim alpha yang baru masuk ke rumah Holland itu pun terkejut setelah menonton siaran ulang. Mereka yang mengira Walikota berada disini pun akhirnya memilih untuk segera pergi ke rumah Jason. Tujuan utama mereka hanyalah menyelamatkan Walikota. Jean dan Tangan Kanan yang semula panik kini mulai bisa menghembuskan nafasnya dengan lega. Franco dan tim alpha itu sudah pergi dari rumah tersebut. Seandainya tidak ada siaran langsung itu, mungkin Franco dan tim alpha akan memeriksa bangunan tersebut. Lalu mereka akan menemukan ketiga orang yang sudah di bunuh oleh Jason.Diluar gedung, Franco bersama tim alpha itu sedang menyusun strategi. Mereka harus menyelamatkan Walikota dan menangkap Jason. Franco mengeluarkan selembar kertas dan pulpen dari sakunya. Lalu Franco menggambarkan sesuatu."Kita semua ada 8 orang, kita akan bagi menjadi 4 kelompok. Aku akan datang dari arah gerbang depan. Lalu kelompok 2 dan 3 akan masuk lewat