"PAMAN!!!"
Han berteriak histeris dari dalam mobil saat melihat tubuh Jason yang sudah terkapar di aspal. Darah tak henti hentinya mengalir dari luka di pinggang Jason. Sedangkan Lusiana hanya bisa membeku di tempatnya, menatap Jason layaknya orang yang baru pertama kali melihat darah.
"Dokter Lusiana.. tolong paman.." ujar Han lirih.
Lusiana sontak menolehkan kepalanya ke arah Jason. Matanya masih terasa kosong, nyawa nya bagaikan terbang ke tempat lain.
"DOKTER!"
Teriakan Han tersebut mampu menyatukan jiwa dan raga Lusiana. Ia segera keluar dari mobil dan memapah Jason ke dalam mobil dengan di bantu oleh bocah tersebut. Selanjutnya, Lusiana akan membawa nya pulang.
Apa Lusiana tahu dimana tempat tinggal Jason?
Tentu saja tidak.Pulang yang di maksud adalah ke rumah Lusiana. Han sedari tadi hanya menangis di sebelah Jason. Berulang kali Lusiana bertanya dimana alamat rumah mereka, Han hanya menangis. Satu-satunya tempat untuk pulang saat ini adalah rumahnya. Untuk pertama kalinya ia mengendarai BMW i8 Roadster yang seharga gajinya selama tiga bulan.
Drrtt Drrtt
Lusiana meraih ponsel Jason yang sengaja ia simpan. Terdapat sebuah panggilan dari nomor yang tidak di kenal. Namun Lusiana tetap menerima panggilan tanpa nama tersebut. Lusiana menghidupkan loudspeaker karena ia harus tetap menyetir. Namun tak ada suara apapun dari seberang sana.
"Selamat malam." Ujar Lusiana untuk membuka percakapan.
Lalu mulai terdengar suara tawa. "Hey dokter."
"Siapa kau?" Tanya Lusiana.
Lagi-lagi si penelepon tertawa. "Bebas bukan berarti kau akan tetap hidup."
Lusiana mengernyit bingung. "Apa maksudmu?"
"Kau mencurangi kematian. Aku selaku tangan kematian akan terus mengejarmu." Jawab si penelepon.
Kemudian panggilan terputus. Lusiana hendak menghubungi kembali nomor tersebut, namun sepertinya nomornya sudah di blokir dari sebelah pihak. Lusiana melirik Han melalui ekor matanya. Nampaknya anak tersebut sudah tertidur karena tak ada lagi tangisan yang keluar darinya. Lusiana pun mempercepat laju mobil tersebut agar cepat tiba di rumahnya untuk beristirahat.
~~~
Bugghh!
Sinar matahari yang mulai menembus kaca itu membuat Jason menggeliat dan terjatuh dari sofa tempatnya tidur. Jason meringis saat tubuhnya membentur lantai. Ia berusaha bangun, namun pinggang nya terasa sangat nyeri.
"Ahh.. aku ingin membunuhnya!" Gumam Jason.
Tiba-tiba pintu dari sebuah kamar terbuka. Munculah sosok yang sangat tidak asing bagi nya. Sosok cantik yang berani membuatnya membuang waktu di rumah sakit.
"Kamar mandi di sebelah sana." Ujar Lusiana sambil menunjuk ke sebuah ruangan di bawah tangga.
Jason hanya mengangguk kaku. Lusiana juga ikut mengangguk dan pergi menuju dapur. Ia harus segera menyiapkan makanan karena saat ini ia tidak sendiri dirumah. Hal itu sangat merepotkan.
Lusiana membuka kulkasnya, dan..
Zonk!
Lusiana lupa membeli bahan makanan karena sudah sebulan ini ia jarang pulang ke rumah. Biasanya Lusiana akan memesan makanan atau membeli nya saat pulang dari rumah sakit.
"ARRGHHH!!"
Lusiana sontak berlari menuju kamar mandi saat mendengar suara teriakan Jason yang menggelegar. Jason nampak hanya mengenakan handuk dengan kaki terangkat sebelah. Keadaan pintu kamar mandi sudah terbuka lebar. Di bawah kakinya terlihat seekor cicak yang entah sejak kapan berada disana.
"Hush! Hush!" Gumam Jason.
Ia menggerak-gerakan tangannya untuk mengusir cicak tersebut. Jason bahkan menyipratkan air ke arah cicak tersebut, namun masih tak ada pergerakan. Lusiana tak mampu menahan senyumnya saat melihat ekspresi ketakutan Jason. Bahkan Jason tak menyadari Lusiana yang sedari tadi berdiri di depan pintu. Sosok pria dengan tampang kriminal ternyata takut pada seekor cicak kecil.
"Ehem.." Lusiana berdeham pelan.
Jason sontak menoleh ke arah wanita tersebut. Secepat kilat Jason keluar dari kamar mandi dan bersembunyi di belakang Lusiana.
"Apa dia peliharaan mu?" Tanya Jason sambil menunjuk ke arah hewan yang berada di dalam kamar mandi.
Lusiana mengangguk. "Bahkan aku punya yang lebih besar di kamar ku."
Jason membelalakan matanya. Ia mundur satu langkah dari Lusiana. Wanita itu sungguh menakutkan. Melihat Jason yang ketakutan, Lusiana pun mendekatinya dengan senyuman yang membuat Jason bergidik ngeri.
"JA.NGAN MEN.DE.KAT, ARC.TU.RI.ANS!" Ujar Jason dengan penuh penekanan.
Lusiana menatap Jason dengan bingung. "Akturins?"
"Arcturians." Ujar Jason membetulkan.
"Apa itu?" Tanya Lusiana.
Jason menunjuk Lusiana sambil tersenyum. "Kau! Alien yang tinggal di bintang Arcturus. Sedang apa kau dibumi? Cepat kembali ke asalmu!"
Lusiana mencebikan bibirnya. "Cepat mandi! Bahkan cicak pun bosan mendengar ocehanmu!"
Mendengar hal itu, Jason menolehkan kepalanya ke arah kamar mandi. Cicak itu sudah tidak ada disana. Jason segera masuk ke kamar mandi dan menutupnya rapat rapat.
Sedangkan Lusiana masih penasaran seperti apa rupa dari Arcturians. Mengapa laki-laki itu menyamakannya dengan Alien? Bukankah dia yang lebih mirip Alien daripada Lusiana? Tingkahnya yang aneh, sifatnya yang berubah-ubah, Jason lah alien sesungguhnya.
~~~
Di tempat lain, Xenovia menemukan rekannya yang sudah tak bernyawa. Rekannya tersebut sudah dalam kondisi yang sangat mengenaskan. Darah terus mengalir dari perutnya. Xenovia menarik salah satu kursi dan mengamati kondisi rekannya tersebut.
"Ternyata hanya sejauh ini persahabatan kita." Gumam Xenovia.
Kemudian Xenovia menyeret rekannya tersebut menuju tempat penampungan air yang berada di atap gedung tersebut. Ia tak punya waktu untuk mengubur mayat tersebut karena misi utama nya saat ini adalah membunuh Lusiana. Hal itu di lakukan agar Franco dan Tim SWAT tidak melanjutkan usaha pencarian terhadapnya.
Xenovia tiba di atap gedung bersama dengan mayat yang sudah berlumuran darah. Ia berjalan menuju tepi dan melihat ke bawah, lalu ia tersenyum. Kemudian Xenovia menarik mayat rekannya tersebut. Langkah selanjutnya, ia mendorong mayat rekannya itu hingga terjatuh. Kini bukan hanya perutnya yang terluka, tapi sekujur tubuhnya mungkin sudah hancur karena terjun bebas dari lantai tujuh.
Setelah itu, Xenovia pun turun dan bergegas pergi dari kawasan itu. Sebelum pergi, ia menyempatkan diri untuk memberi penghormatan kepada mayat rekannya tersebut. Xenovia bahkan menaburkan beberapa permen coklat di atas tubuh rekannya tersebut.
"Kau sudah gagal dalam menjalani tugas. Jadi jangan berharap kau akan mati dengan tenang. Selamat tinggal. Sampai jumpa di neraka."
Xenovia membungkukan tubuhnya. Kemudian ia menutup gerbang gedung tersebut. Tak lupa ia mengunci nya dengan rantai agar tak ada yang masuk. Xenovia meninggalkan mayat itu tanpa menguburnya. Ia berlalu saja pergi dengan mobil mewahnya. Ia melajukan mobilnya tersebut menuju tempat persembunyiannya. Kini ia harus bergerak sendiri karena temannya sudah gugur terlebih dahulu di tangan adiknya sendiri, Jason.
Ia melirik ponselnya yang berada di kursi sebelahnya. Terdapat sebuah panggilan dari seseorang yang di beri nama "Ayah". Sedangkan Xenovia hanya menghela nafasnya tanpa berniat untuk menjawab panggilan tersebut karena ia sudah tahu apa yang akan terjadi. Ayahnya akan membunuhnya, karena Xenovia telah gagal menyingkirkan seorang saksi dari aksi nya. Hidupnya sudah berada di ujung tanduk.
"Jangan berharap apapun. Bahkan iblis tidak akan menerima orang yang gagal, Sherla." Gumamnya.
To be continue..Hari sudah berganti menjadi pagi. Jason dan Lusiana membawa tubuh Jean yang sudah tak bernyawa ke kabin yang dulunya laboratorium. Jean memang tak minta di makamkan disana, tapi Jason berinisiatif untuk memakamkannya disana. Jason juga sudah menyiapkan lubang di samping kabin untuk makam ayahnya. Jason membuka pintu kabin yang sudah rusak itu. Jason memasuki sebuah ruangan rahasia di dalam kabin tersebut. Lalu ia melihat sebuah peti yang sudah di siapkan oleh Jean bertahun-tahun lama nya. Rupanya peti itu yang pernah di ceritakan oleh Jean padanya. Jason ingin menggunakan peti itu, tapi terlalu berat untuk di angkat berdua dengan Lusiana. Akhirnya Jason dan Lusiana sepakat untuk mengubur Jean hanya menggunakan alas kain. Mereka tak bisa membiarkan siapapun tahu tentang kematian Jean. Jason dan Lusiana membawa tubuh Jean keluar dari mobil. Lalu mereka merebahkan tubuh Jean di atas sebuah kain. Jason menatap Jean yang sudah sangat pucat tersebut. Tubuh Jean
Jean tiba di depan rumah Jason dengan perasaan yang gelisah. Ia segera memasuki pekarangan rumah itu. Saat itu matahari sudah mulai berada cukup tinggi. Jean membuka pintu yang tak terkunci tersebut. Tapi ia sama sekali tak bisa menemukan Jason. Jean pun berkeliling di rumah itu sendirian untuk mencari keberadaan Jason. Tangan Kanan yang belakangan ini selalu mengikutinya itu sudah kembali ke rumahnya. Jean bahkan sudah berpamitan dengan Tangan Kanan. Mereka tidak akan bertemu lagi karena semua masalah sudah selesai, lalu Jean pun akan kembali ke San Francisco.Setelah cukup lama mencari, Jean pun mulai lelah. Ia sama sekali tak menemukan sosok Jason di rumah tersebut. Jean memilih bersantai di sofa ruang tamu yang begitu menggoda. Jean meraih ponsel Watt yang ada di sakunya. Kemudian ia membuka semua gambar di galeri nya yang berisi kenangan tersebut. Jean menghela nafasnya yang terasa berat saat melihat fotonya bersama Watt di taman Tangan Kanan. Saat it
Jason kembali ke lantai atas setelah bermalam di ruang bawah tanah. Ia bergegas menuju halaman rumahnya. Pagi ini Jason merasakan semua beban di tubuhnya menghilang. Ia bisa tersenyum lepas menatap matahari yang masih malu-malu menampakan dirinya. Jason memejamkan matanya, merasakan sensasi udara pagi yang begitu segar. Lalu Lusiana muncul dari pintu dengan kondisi yang masih berantakan. Nampaknya wanita itu baru saja bangun dari tidurnya.Jason menghampiri Lusiana yang tersenyum ke arahnya. Sebenarnya Lusiana sempat marah padanya sejak insiden penjagalan anggota tim alpha. Namun sepertinya Lusiana sudah bisa melupakan semuanya saat ini."Bagaimana tidur mu?" Tanya Jason.Lusiana melebarkan senyumnya. "Sangat tenang dan nyaman."Jason juga melebarkan senyumnya. "Bagus lah jika begitu."Jason berdeham pelan. "Bagaimana jika kita jalan-jalan hari ini?"
Setengah jam setelah Tangan Kanan mengusulkan ide nya, kini mereka berada di luar rumah Holland. Dari bola mata mereka terlihat kobaran api yang besar. Ternyata mereka lebih memilih membakar bangunan itu daripada mengebom nya. Jean dan Tangan Kanan terus menatap rumah yang terbakar tersebut. Jean sudah menghubungi pemadam kebakaran 5 menit yang lalu. Orang-orang di sekitar juga sudah mulai berkerumun melihat kebakaran tersebut."Kau sudah menghafal dialog nya?" Bisik Tangan Kanan."Belum. Kau cukup menyamakan jawaban dengan ku, kan?" Jawab Jean dengan pelan.Tangan Kanan menganggukan kepalanya. Lalu ia melanjutkan melihat pemandangan si jago merah yang begitu gagah melahap bangunan tersebut. Tak lama kemudian mobil pemadam kebakaran tiba disusul dengan mobil polisi beberapa menit kemudian. Tangan Kanan menatap Jean sekilas sambil mengacungkan ibu jarinya. Jean juga mengacungkan ibu jarinya. 
Sudah lebih dari 5 menit tapi Franco masih terlalu jauh untuk mencapai tangga. Waktu sudah menunjukan pukul 3 p.m. Jason merasakan perutnya terasa sakit. Ia sama sekali belum memakan apapun selama pulang dari rumah sakit. Jason pun berjalan melewati Franco yang masih berusaha melarikan diri dengan cara melata seperti ular. Jason menghembuskan nafasnya pelan saat berada di samping Franco. Kemudian ia segera menaiki anak tangga itu dengan cepat meninggalkan Franco di ruang bawah tanah itu bersama anggota tim alpha yang sudah tewas.Jason keluar dari pintu yang ada di belakang kulkas. Ia segera menghampiri Lusiana yang sedang berdiri memandangi lantai yang bolong. Jason tersenyum manis pada Lusiana, namun Lusiana hanya menatapnya sekilas."Maafkan aku." Ujar Jason.Lusiana mengernyitkan dahinya. "Untuk apa?"Jason menarik sudut bibirnya. "Aku tak menjawab pertanyaan itu. Sekarang
Franco dan tim alpha yang baru masuk ke rumah Holland itu pun terkejut setelah menonton siaran ulang. Mereka yang mengira Walikota berada disini pun akhirnya memilih untuk segera pergi ke rumah Jason. Tujuan utama mereka hanyalah menyelamatkan Walikota. Jean dan Tangan Kanan yang semula panik kini mulai bisa menghembuskan nafasnya dengan lega. Franco dan tim alpha itu sudah pergi dari rumah tersebut. Seandainya tidak ada siaran langsung itu, mungkin Franco dan tim alpha akan memeriksa bangunan tersebut. Lalu mereka akan menemukan ketiga orang yang sudah di bunuh oleh Jason.Diluar gedung, Franco bersama tim alpha itu sedang menyusun strategi. Mereka harus menyelamatkan Walikota dan menangkap Jason. Franco mengeluarkan selembar kertas dan pulpen dari sakunya. Lalu Franco menggambarkan sesuatu."Kita semua ada 8 orang, kita akan bagi menjadi 4 kelompok. Aku akan datang dari arah gerbang depan. Lalu kelompok 2 dan 3 akan masuk lewat
Jason mengambil ponselnya, lalu ia beranjak ke kamarnya. Di dalam kamarnya, ia melihat walikota yang sedang meringsut di kasurnya. Jason masuk ke kamarnya, lalu mengunci pinter tersebut. Walikota itu sangat panik saat melihat Jason sudah ada di dalam bersama nya. Jason meletakan ponselnya di atas meja yang bisa menangkap seluruh kamarnya. Kemudian Jason mengenakan topeng yang pernah di beli nya sewaktu kecil. Setelah menggunakan topeng, Jason menekan layar ponselnya. Jason melambaikan tangannya ke kamera saat siaran langsung di mulai."Selamat siang semuanya." Sapa Jason sambil melambaikan tangannya.Jason dapat melihat banyak sekali komentar, tapi ia tak bisa membacanya karena jarak yang cukup jauh. Jason sedikit menggeser tubuhnya agar para penonton bisa melihat walikota yang sedang ketakutan."Aku tidak akan menyakiti pak walikota. Aku hanya akan menanyakan beberapa hal padanya." Ujar Jason.
Jean merasa sangat resah saat ini. Sudah lebih dari 2 jam saat Jason memutuskan untuk menjemput Franco dan Walikota. Seharusnya ia menembak mati Jason saat diminta. Namun rupanya ia sama sekali tak bisa menyingkirkan iblise kecil itu. Jadilah kini ia yang sangat resah karena Jason tak kunjung kembali. Hanya ada dua kemungkinan saat ini. Kemungkinan pertama Jason tertangkap, lalu kemungkinan kedua Jason mati di tempat. Jean menghela nafasnya dengan kasar. Ia menatap Tangan Kanan yang tengah fokus memakan sesuatu di mangkuk. Jean pun menarik mangkuk itu dan mengambil alihnya."Itu punya ku." Ujar Tangan Kanan.Jean mengedikan bahunya. "Mengalah dengan yang lebih tua."Tangan Kanan hanya bisa mendengus pelan menatap mie instan nya yang sudah habis tak tersisa di makan oleh seniornya tersebut. Tangan Kanan bangkit dari kursi nya, lalu berjalan menuju kamar mandi untuk buang air kecil. Ia lupa jika d
"Kau pernah menjadi sopir Holland?" Tanya Jason.Tangan Kanan menganggukan kepalanya. Ia baru saja memberitahu Jason tentang masa lalunya. Asal usul keluarga nya dan bagaimana dia bisa mengenal Jean. Sebenarnya pertemuannya dengan Jason saat itu memang sudah di rencanakan bersama Jean. Tangan Kanan sengaja menemui Jason yang masih kecil itu untuk berteman dengannya."Lalu mengapa kau di undang ke permainan?" Tanya Jason.Tangan Kanan mengedikan bahunya. "Mungkin dia takut rahasianya terbongkar."Jason menganggukan kepalanya, itu bisa jadi alasan yang sangat masuk akal. Pasti Holland sangat takut rahasia besarnya terbongkar oleh Tangan Kanan."Apa Holland pernah membunuh seseorang?" Tanya Jason.Tangan Kanan mengangguk. "Aku pernah di perintahkan untuk mengubur seorang wanita yang di jadikan eksperimen olehnya."