Share

DERSIK
DERSIK
Penulis: Fitri

1.Teman baru

“Selamat pagi semua” sapa seorang guru yang masih muda di dalam kelas.

“Pagi pak” jawab sebagian besar murid dengan senyum dan semangat.

“Perkenalkan nama bapak adalah Ridwan, wali kelas 10 akuntansi 1. Ada pertanyaan?” kata guru tadi sambil melihat ke sepenjuru kelas.

“Pak” kata salah satu murid sambil mengangkat tangannya.

“Iya?” kata pak Ridwan sambil menatap murid tadi dengan bingung.

“Bapak udah punya istri belum?” tanya siswi tadi dengan senyum merekak.

“Bapak udah punya tunangan belum pak?”

“Nomor bapak berapa?”

“I* nya apa pak?”

“Twiteer nya apa pak?”

“Rumahnya di mana pak?”

Tanya beberapa murid dengan semangatnya.

“Untuk masalah itu semua adalah privasi saya jadi hormati privasi saya, paham?" kata pak Ridwan dengan wajah datarnya.

“Baik pak" kata salah satu siswi dengan nada lesu.

“Yang lain?” tanya pak Ridwan sambil melihat ke seluruh penjuru kelas.

“Pengurus kelas tidak di tunjuk pak?” tanya salah satu murid.

“Untuk pengurus kelas emm~” kata pak Ridwan sambil menggelus dagunya berpikir.

“Karena kalian baru berangkat hari ini, kita pilih pengurus kelas dengan cara, bapak yang tunjuk. Bapak tunjuk yang jadi ketua dan wakil. Seterusnya bapak serahin ke mereka, paham?” lanjut pak Ridwan.

“Paham pak” jawab sebagian murid dengan semangat.

“Baik, bapak mulai” kata pak Ridwan sambil melihat ke penjuru kelas dan murid-murid menatap pak Ridwan dengan senyum mengembang. Tapi ada salah satu murid yang tak menatap pak Ridwan, dia fokus dengan novel di meja. Dia duduk di bangku paling belakang. Saat pak Ridwan menatap ke murid tadi dia merasa tertarik.

“Kamu yang di belakang” kata pak Ridwan tak jelas membuat para murid bingung.

“Siapa pak?” tanya salah satu di antara mereka.

“Yang sedang menunduk” kata pak Ridwan lagi sambil menunjuk murid yang tadi dia maksudkan.

"Hey di panggil tuh, sama pak Ridwan” kata seseorang yang duduk satu bangku dengan Fia.

Fia yang merasa di ajak bicara langsung menghadap ke arah teman sebangkunya sambil mengangkat alisnya, bertanda dia sedang bertanya.

“Di panggil pak Ridwan” kata teman sebangkunya yang tahu maksud dari raut wajah Fia.

“Ada apa pak?” kata Fia setelah mendapat jawaban dari teman sebangkunya.

“Nama kamu siapa?” tanya pak Ridwan sambil menatap fia.

“Fia” jawab Fia singkat dan padat dengan ekspresi tak suka.

“Nama panjang” kata pak Ridwan lagi.

“Di absensi ada pak, cari aja”jawab Fia dengan enteng.

“Fia kamu jadi ketua kelas” kata pak Ridwan sambil menatap Fia datar.

“Saya? Gak bisa pak” kata Fia dengan santainya.

“Kenapa?” tanya pak Ridwan sambil menatap Fia heran.

“Saya gak pandai jadi kayak gitu dan juga saya malas Menjadi penanggung jawab kelas ini, yang lain aja pak saya tidak mau” kata Fia dengan tenangnya.

“Oh, kalau begitu kamu jadi sekretarris kelas” kata pak Ridwan lagi.

“Saya tid-“ kata Fia terpotong.

“Sayangnya saya tidak mau menerima bantahan. Kamu Fia jadi sekretaris satu dikelas ini” final pak Ridwan.

“Ck, iya” pasrah Fia.

“Baiklah, untuk ketua kelas kamu yang duduk di sambing kiri Fia” kata pak Ridwan sambil menunjuk salah satu siswa yang berarda di dalam kelas.

“Saya pak?” kata salah satu siswa yang duduk di samping kiri Fia.

“Iya” jawab pak Ridwan malas.

“Baik pak” kata siswa tersebut dengan senyum manisnya.

“Dan untuk wakil, kamu yang duduk di depan pojok kanan” kata pak Ridwan sambil menunjuk salah satu siswa.

Fia merasa malas dengan ini semua, rencananya untuk tak ingin berinteraksi dengan yang lainnya gagal karena dia menjadi anggota inti kelas. Dan itu semua gara-gara sepupunya itu, yah pak Ridwan adalah sepupunya Fia. Lebih tepatnya anak pertama dari pamannya. Terkadang Fia memanggilnya Om, katanya biar lebih sopan, kalau kakak terlalu muda untuk umurnya makanya Fia memanggil dia Om.

Sebenarnya dulu Fia bukanlah gadis seperti ini tapi lingkungan sekitarnya yang membuatnya seperti ini, seorang gadis yang tak suka berbaur dengan yang lainnya dan selalu menutup diri.

Fia kembali membaca novelnya yang tertunda tadi, dia tak menghiraukan yang lainnya. Tanpa dia sadari ternyata dia membaca novel sudah cukup lama, dia baru sadar saat bel istirahat berbunyi.

“Kamu mau ke kantin bareng?” tanya seorang gadis di sampingnya.

“Gak, duluan aja gue masih mau di kelas” kata Fia dengan nada yang cukup datar.

“Oh, ya udah aku ke kantin dulu ya” kata orang tadi dan berjalan menjauh dari bangku Fia.

“Hm” jawab Fia dengan pelan.

Fia mulai melanjutkan membaca novelnya tanpa memperdulikan sekelilingnya dan kebisingan karena ulah dari anak laki-laki yang ada di kelasnya.

“Hai” sapa seseorang kepada Fia.

“Hm” jawab Fia dan menatap orang itu sekilas.

“Boleh kenalan” tanya orang tadi sambil tersenyum manis.

“Hm” jawab Fia seadanya.

“Kenalin nama aku Disa dan ini Yara” kata disa memperkenalkan diri.

“Fia” jawab Fia seadanya.

“Kamu gak ke kantin Fi?” tanya Disa sambil menatap Fia.

“Gak” jawab Fia dengan nada acuh.

“Kantin yok Dis, laper gue” kata Yara.

“Kamu mau bareng gak Fi?” tanya Disa dan di balas gelengan oleh Fia.

“Gak” jawab Fia.

“Yaudah kita duluan ya Fi” kata Yara dan menarik Disa menjauh.

“Bye Fi” kata Disa sambil melambaikan tangan ke arah Fia.

"Gila, gue merinding di deketnya si Fia, lu juga Dis ngapain ngajak dia kenalan sih" kata Yara setelah mereka sudah berada di depan kelas.

"Gak tau, aku tiba-tiba penasaran aja sama Fia" kata Disa sambil menatap Yara.

"Penasaran tuh jangan sama manusia modelan kek gitu dong Dis" kata Yara dengan nada putus asa.

"Gak papalah angep aja buat mencari pengalaman baru, kita kan belum pernah berteman sama orang seperti tadi" kata Disa dengan senyum manisnya.

"Iya juga sih, serah lu lah gue ngikut aja" kata Yara menyetujui perkataan Disa tadi.

♤♧♤

Sudah hampir satu bulan Disa dan Yara mendekati Fia dan mulai membuahkan hasil. Sekarang Fia mulai bisa banyak bicara dan tersenyum menanggapi ucapan mereka.

Disa juga menceritakan bahwa dia bisa melihat sosok lain di dunia ini dan di respon santai oleh Fia, tetapi Yara sangat terkejut mengetahui jika Disa bisa melihat hal-hal seperti itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status