Home / Young Adult / DERSIK / 2.Pramuka

Share

2.Pramuka

Author: Fitri
last update Last Updated: 2021-03-10 21:34:18

Saat ini adalah ektrakulikuler pramuka dan disinilah mereka, duduk di bangku koridor sambil menunggu waktu jam pramuka dimulai. Karena mereka memutuskan untuk tinggal di sekolah, sebab bagi mereka jika pulang ke rumah akan membuang-buang waktu dikarena jarak waktu pulang dan pramuka tak terlalu lama.

Mereka membahas apa saja yang bisa di bahas. Sampailah di pembahasan masalah sekolah ini.

"Em, aku mau bicara" kata Disa dengan tiba-tiba.

"Apa?" kata Fia dengan raut wajah masih datar.

"Mau bicara apa Dis?" tanya Yara dengan antusias.

"Aku penasaran sama sejarah sekolah ini, gimana ya jelasinnya?" kata Disa sambil menggaruk kepalanya bingung. Bingung ingin memulai dari mana.

"Setelah mendengar cerita dari beberapa guru dan kakak kelas, aku ngerasa aneh aja" lanjut Disa dengan tatapan menatap ke depan.

"Terus" kata Fia dengan raut wajah tenang.

"Aku mau cari kebenarannya,  emang bener di sini ada siluman harimau?" kata Disa dengan nada bertanya.

"Entah" kata Fia sambil mengangkat bahu tak tahu.

"Lu yakin Dis? Gue gak mau, takut" kata Yara dengan raut wajah takut.

"Lu yakin gak mau?" tanya Fia kepada Yara dengan senyum misteriusnya.

"Gak! Bahaya tau, entar kalau mereka gak terima gimana?" kata Yara lagi dengan nada suara takut.

"Kita cuma nyari tahu, udah itu doang kok Ra" kata Disa menyakinkan.

"Tapi gue takut" kata Yara masih dengan nada tak mau.

"Gue jamin keselamatan lu" kata Fia tiba-tiba.

"Yakin lu?" kata Yara sambil menatap Fia serius.

"Hm" jawab Fia dengan tenang.

"Ya udah gue ikut, tapi inget kalau ada yang aneh-aneh kita harus berhenti nyelidiki" kata Yara dengan nada suara serius.

"Oke" kata Disa dengan senyum mengembang.

"Mulai kapan?" tanya Yara dengan antusia.

"Sekarang?" tanya Fia dengan raut wajah bertanya.

"Boleh tuh 'kan masih 30 menit lagi masuknya" balas Disa dengan raut wajah bahagia.

"Oke, ayok" kata Yara sambil menarik tangan Fia dan Disa dengan semangat.

"Tadi katanya takut" kata Disa dengan senyum jahilnya.

"Ck! Gue semanget lu pada kek gitu" ucap Yara dengan nada tak suka.

"Iya-iya untuk hari ini kita cuma ngeliat suasana sekolahan" kata Fia dengan nada serius.

"Oke, yuk jalan" kata Disa sambil mendorong tubuh Yara. Yara yang merasa tak suka tubuhnya di dorong oleh Disa secara tiba-tiba menarik tangan Fia ke depan tubuhnya.

"Gue tengah" kata Yara setelah tubuh Fia berada di depannya.

"Hm" balas Fia dan mulai berjalan mengelilingi lingkungan sekolah dengan langkah tenang.

"Gila kalau sepi gini nakutin ya" kata Yara tiba-tiba dan pegangan di baju Fia bertambah kencang. Posisi mereka, seperti orang yang sedang main kereta api, saling berpegangan di ujung baju temannya.

"Hm" jawab Fia sekenanya.

"Dis, jangan lepasin tangan lu dari baju gue" kata Yara sambil menarik tangan Disa yang tadi ingin di lepas.

"Kalau kayak gini gak enak Ra, mending satu di lepas aja" kata Disa memprotes.

"Gak, gue gak mau" kata Yara.

"Ini masih siang Yara gak akan ada apa-apa" kata Disa sambil melepaskan tangannya dari baju Yara dan berjalan di sisi Fia.

"Gue gak mau di belakang" kata Yara dan tiba-tiba tubuhnya menyelinap di tengah-tengah Fia dan Disa.

"Fia jangan cepet-cepet dong jalannya" keluh Yara dan memeluk tangan Fia dengan erat.

"Tangan gue pegel, lepas" kata Fia dan melepaskan tangan Yara dengan paksa.

Yara yang tangannya di lepas secara paksa oleh Fia pun merasa cemberut dan beralir ke tangan Disa, tapi dia hanya mengenggamnya tak seperti yang tadi dia lakukan kepada Fia.

"Dis, jangan jauh-jauh" kata Yara sambil melihat ke sekelilingnya dengan sorot mata waspada.

Posisinya Disadan Yara berada di depan dan Fia di belakang mereka sambil melihat sekelilingnya dengan sorot mata tanpa emosi.

Sekarang mereka berada di lantai dua sekolah lebih tepatnya di depan perpustakaan.

Disa terus berjalan dan di ikuti oleh Yara di belakangnya. Fia juga masih berjalan dan melihat ke sekeliling dengan waspada. Jarak Fia dan kedua temannya cukup jauh.

Tiba-tiba langkah Fia terhenti di depan lab komputer dan tatapanya menajam ke dalam ruang lab komputer.

'Apa tadi?' batin Fia sambil menelisik kedalam ruangan lab komputer mencari sesuatu yang dia lihat tadi.

Tanpa di sadari ternyata jaraknya dengan Yara dan Disa semakin jauh.

Fia tak mempermasalahkan itu, dia masih mencari sosok tadi dengan teliti.

Sedangkan di sisi lain.

Yara masih mengenggam tangan Disa bahkan genggamannya semakin erat.

"Dis gue kok merinding ya" kata Yara dan semakin mengenggam erat tangan Disa.

"Sama aku juga merinding, auranya gak enak Ra" kata Disa sambil melihat ke sekeliling seperti mencari sesuatu.

"Dis jangan nakut-nakutin gue dong" kata Yara dengan nada suara ketakutan.

"Tapi bener Ra auranya gak enak dari..." kata Disa terhenti sambil melihat sekeliling.

"Dari sana Ra" kata Disa sambil menatap tajam ke ruangan di ujung koridor yang sepertinya gudang lantai dua, ruangannya bersebelahan dengan lab komputer 3.

"Disa..." kata Yara dengan tangan yang mengenggam lengan disa kencang. Disa tak perduli dengan panggilan Yara.

Disa mulai berjalan mendekati gudang tadi dengan perlahan dan hati-hati. Pintu gudang yang terbuka sedikt pun membuat Disa semakin penasaran karena semenjak dia masuk sekolah ini pintu gudang itu tak pernah dibuka atau terbuka seperti ini.

Disa masih berjalan dengan perlahan dan Yara mau tak mau juga mengikuti langkah Disa, karena tak mungkin baginya untuk melepaskan tangannya dari lengan Disa. Entah kenapa Yara merasa sulit melepaskan tangannya dari lengan Disa. Seperti ada lem yang membuat tangannya susah di lepaskan.

Masih beberapa langkah lagi untuk sampai di depan pintu gudang. Disa berjalan dan sampai di depan pintu, dia mulai membuka secara perlahan pintu gudang itu.

Dan saat Disa baru memperluas sedikit pintu tadi, dapat ia lihat sosok yang mengintip di balik rak-rak yang sudah usang, tiba-tiba sosok tadi merayap ke arah Disa dengan cepat. Dengan refleks Disa berlari meninggalkan Yara yang mematung di tempat.

"Akhhh!" teriak Disa dan berlari berbalik arah.

Fia yang mendengar teriakan dari Disa pun merasa terkejut dan melihat ke sumber suara. Di sana dia melihat sosok Disa yang berlari dengan raut wajah terkejut  dan Yara yang masih diam mematung di tempat. Dengan terburu-buru Fia berlari ke arah Yara dan menutup pintu gudang tadi.

Saat Fia menutup pintu gudang, sempat ia melihat sosok tadi secara sekilas.

Yara masih berdiam diri di tempat dengan kaku. Sedangkan Disa sedang menetralkan deru nafasnya.

"Apa tadi? Aku baru lihat sosok seperti tadi" gumang Disa sambil menetralkan detak jantungnya.

Sedangkan di lain sisi, Fia sekarang sedang berusaha menyadarkan Yara dari rasa terkejutnya.

"Yara, hey" kata Fia sambil memukul pelan pipi yara.

"T-tadi..." kata Yara dengan wajah terkejut bercampur takut.

"Udah gak ada kok, jangan takut ya" kata Fia dan kembali menenangkan Yara dengan mengelus punggungnya pelan untuk menetralkan rasa terkejut dan takut yang menghampiri Yara.

Fia membisikan sebuah kata dan kata-kata tadi berhasil membuat Yara menenangkan diri.

Yara sudah mulai tenang dan Fia membawa Yara ke tempat dimana Disa berada. Saat sampai disana terlihat Disa sedang duduk dengan punggung yang menyender ke tembok.

"Kamu gak papa Dis?" tanya Fia dengan lembut.

"Gak, aku gak papa cuma terkejut aja gak lebih" jawab Disa sambil tersenyum manis ke arah Fia.

"Ya udah kalau gitu kita turun yuk, situasi gak mendukung" kata Fia dan mengulurkan tangan yang satunya untuk membantu Disa berdiri.

"Iya" kata Disa dan menerima uluran tangan dari Fia.

"Ayo Yar" kata Fia dan membawa Yara berjalan ke lantai satu.

Mereka duduk di anak tangga untuk mengistirahatkan fikiran. Yara duduk di  antara Fia dan Disa.

"Gue gak mau ngelanjutin" kata Yara secara tiba-tiba.

"Kalau gak mau lanjutin ya udah gak di lanjutin" kata Fia sambil tersenyum ke arah Yara.

Sedangkan Disa sedang fokus menatap ke satu arah.

"Dis" panggil Fia sambil menguncang pelang lengan Disa.

"Eh? Iya ada apa?" tanya Disa sambil menatap ke arah Fia bingung.

"Liatin apa?" tanya Fia dengan nada serius.

"Itu.." kata Disa sambil menujuk ke arah lantai tiga.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DERSIK   Chapter 198 (Tamat)

    Sudah satu minggu setelah kejadian itu, dan Fia sudah tak sesedih kemarin dan menyalahkan dirinya sendiri atas kematian Yara.Dia juga sesekali mampir ke rumah Yara untuk menjenguk mama Yara atau di ajak adik Yara untuk mampir ke rumah. Dengan senang hati Fia menerima ajakan adik Yara.Satu yang membuatnya heran, kenapa orang tua Sasa tak pernah sekali pun mencari keberadaan sang anak yang hilang bagaikan tertelan bumi? Dan ternyata Fia mendapat satu fakta yang tak terduga, Sasa adalah anak dari papanya dengan selingkuhannya, sebab itu mereka tak peduli dengan sosok Sasa, bahkan saat ini orang tua Sasa sedang menyiapkan sidang penceraian mereka.Fia yang mendengar cerita itu hanya memasang raut wajah sedih dan prihatin.Tapi, walau orang tua tak mencarinya, masih ada Alvin yang menanyai keadaan Sasa dan menanyakan kondisi Sasa kepada Fia. Seperti menanyakan ‘Sasa di mana ya? Bagaimana kondisinya? Kenapa dia menghilang tanpa memberi kabar?’ dan di jawab Fia dan Yuan dengan mengangkat b

  • DERSIK   Chapter 197

    Yuan yang melihat tingkah lucu Fia hanya memasang raut wajah gemas dan senyum geli.“Ayo” ucap Yuan sambil menatap Fia dengan senyum yang masih terpatri di bibirnya.“Iya” balas Fia dengan lesu dan dengan malas Fia membuka pintu mobil. Fia keluar dan di sambut oleh Yuan dengan senyum kecil.Yuan memegang tangan Fia dengan lembut dan membawanya ke arah pintu rumah. Mereka memasuki rumah Fia dengan kerutan di dahinya.Bagaimana tidak, di depan mereka sudah berkumpul keluarga Fia. Fia yang melihat keluarganya yang sedang canda tawa hanya memasang raut wajah datar dan sorot mata ke tidak sukaan.Yuan yang tahu akan pikiran Fia hanya bisa menguatkan pegangannya di tangan Fia dan memberi usapan kecil di punggung tangannya.“Fia, sini sayang” ucap salah satu bibinya dengan senyum mengembang indah.Fia yang mendengar panggilan dari sang bibi hanya diam membisu dan masih di tempatnya dengan raut wajah datar.“Fia?” kata sang bibinya lagi dengan kerutan di dahinya.“Ada apa ini?” tanya Fia deng

  • DERSIK   Chapter 196

    Pemakaman Yara berjalan dengan sangat hikmat, banyak orang yang meneteskan air mata saat melihat peti Yara memasuki lian lahat.Fia mengikuti acara pemakaman dengan raut wajah datar dan sorot mata kesedihan. Dia berada di samping mama Yara. Mama Yara yang memintanya untuk di sampingnya dan Fia hanya menurut tak bisa membantah. Dengan langkah pelan keluarga Yara mulai menjauh dari mekan Yara. Mama Yara sudah mengajak Fia untuk pulang tapi Fia menolaknya, dia ingin menetap di sini untuk beberapa saat.Fia menatap ke arah gundukan tanah di depannya dengan sorot mata kepedihan. Dia masih merasa bersalah dengan Yara, tak jauh dari tempatnya berdiri ada sosok Disa yang menatap ke arah gundukan di depannya dengan air mata yang masih mengalir.Fia menatap ke arah Disa dengan senyum kecil dan berjalan ke arah Disa dengan perlahan.“Ayo” ajak Fia sambil memegang pundak Disa dengan senyum kecil di bibirnya.Disa menatap ke arah Fia sebentar dan kembali menatap ke gundukan tanah tadi setelahnya

  • DERSIK   Chapter 195

    Hari pemakaman Yara, Fia datang dengan Yuan di sampingnya. Dia sudah membulatkan tekatnya, entah di terima atau tidak kehadirannya di sana. Niatnya untuk mengantarkan Yara ke peristirahatan terakhirnya, sebagai bentuk terima kasih dan penyesalan.Fia berjalan memasuki ambang pintu rumah Yara, saat dia masuk matanya sudah melihat banyak orang di sana dan tak lupa peti jenazah Yara yang di kelilingi oleh keluarganya. Sanak saudara berhilir mudik dan bergantian melihat wajah Yara untuk terakhir kalinya. Sosok Yara terlihat sangan memukau di hari terakhirnya sebelum di kebumikan.Fia mulai berjalan memasuki rumah Yara dengan Yuan di belakangnya. Mereka berdua memakai baju berwarna hitam polos tanpa ada corak seperti yang lainnya.Saat Fia memasuki rumah Yara, ada beberapa pasang mata yang menatap ke arahnya tapi tak dia anggap.Dengan langkah pelan, Fia mendekat ke arah peti Yara, saat langkah kakinya semakin dekat dengan peti Yara berada tiba-tiba langkahnya terhenti saat sosok mama Yara

  • DERSIK   Chapter 194

    “Semua ini di sebabkan oleh saya” ucap Fia setelah menguatkan dirinya untuk jujur.Saat mendengar perkataan Fia barusan, membuat pandangan mama Yara langsung tertuju ke arah Fia.“Apa maksudmu?” tanya Mama Yara dengan sorot mata tak bersahabat.“Yara meninggal karena saya, dia mengorbankan nyawanya untuk saya,” ucap Fia terhenti sejenak untuk mengambil nafasnya karena dadanya terasa sesak.“Dia melindungi saya dari tusukan yang seharusnya saya terima, seharusnya saya yang berada di posisi Yara” ucap Fia dengan tertunduk dalam.Mama Yara yang mendengar perkataan Fia hatinya merasa marah, bahkan tangannya terkepal sangat erat. Dengan langkah cepat dia berjalan ke arah Fia dan menamparkan begitu keras untuk melampiaskan kemarahannya.Plak!Sang suami yang melihat tingkah sang istri merasa sedikit terkejut dan mencerna semua kejadian tadi, ucapan Fia tadi kembali mengulang di otaknya.“Pembawa sial!” ucap Mama Yara di depan wajah Fia.“Mah!” ucap sang suami saat sadar akan keterkejutannya

  • DERSIK   Chapter 193

    Lama Fia dan Yuan berpelukan hingga Fia melepaskan pelukan itu, dengan raut wajah sembab Fia menatap Yuan.“Makasih” gumam Fia dengan senyum tulus.“Hm” balas Yuan sambil mengelus rambut Fia dengan senyum simpul.“Ayo” ajak Yuan sambil menggenggam tangan Fia dan menuntunnya masuk ke dalam ruangan tadi.Di dalam ruangan ada sosok Disa yang menangis sesegukan sambil menatap sosok Yara yang terbaring kaku di depannya.Fia berjalan mendekat ke arah Yara dan menggenggam tangannya pelan.“Maaf” ucap Yara dengan lirih dan sorot mata sedih.‘Maaf, semua ini gara-gara gue Yar. Andai dulu lu gak deket sama gue, andai lu gak ngelindungi gue pasti lu masih ada di sini’ batin Fia dengan senyum getir.“Gue bener-bener minta maaf” ucap Fia penuh sesal.Suara hening mulai mengisi ruangan tadi, Disa yang menangis dalam diam sedangkan Yuan dan Fia menatap ke sosok Yara dengan raut wajah sedih.Tak lama, suara langkah kaki terdengar di dalam ruangan tadi. Dengan refleks mereka melihat ke sumber suara, d

  • DERSIK   Chapter 192

    Mereka masih di posisinya, dengan pemikiran masing-masing. Sedangkan Ridwan sedikit menjauh untuk memberi kabar orang tua Yara akan kondisi anaknya. Setelah memberi kabar orang tua Yara , Ridwan mulai memberi kabar keluarganya tentang keberhasilan Fia. Kabar yang di beri tahukan Ridwan membawa kebahagiaan di keluarganya.Beberapa menit kemudian pintu UGD mulai terbuka, terlihat sosok berjas putih keluar dari ruangan dengan raut wajah penuh penyesalan.“Bagaimana keadaan teman saya dok?” tanya Disa sambil berjalan mendekat ke arah sang dokter. Dalam diam Fia berjalan mengikuti langkah Disa.“Kami sudah melakukan yang terbaik tapi Tuhan mempunyai jalan yang lebih baik. Maaf, Tuhan berkehendak lain, teman adik dinyatakan meninggal karena telat akan penanganan yang seharusnya dia terima. Teman adik terlalu banyak kehilangan darah” ucap sang dokter dengan raut wajah lesu, karena pasiennya gagal untuk dia selamatkan.“Gak, dokter pasti salah” ucap Disa dengan raut wajah tak percaya dan memu

  • DERSIK   Chapter 191

    Fia mulai membuka matanya dan menatap ke arah Disa dengan raut wajah serius.“Dis” panggil Fia tanpa emosi.“Iya?” balas Disa dengan raut wajah heran.“Pegang batu ini dan baca mantra yang tertulis di sini” ucap Fia sambil menatap ke arah Disa dengan raut wajah masih sama.“Kenapa?” tanya Disa dengan raut wajah heran.“Ini kunci keluar dari sini” balas Fia apa adanya.“Oke” balas Disa dan mulai berjalan mendekat ke arah Fia. Tanpa membutuhkan waktu lama Disa mulai membaca mantra yang ada di batu tadi. Mantra tadi tertulis dengan aksara Jawa, dan entah kenapa Disa dengan lancar mengucapkannya, setiap kata terdengar sangat jelas.Tak lama cahaya di batu tadi semakin terang, cahaya yang tadinya putih berubah menjadi abu-abu. Tak lupa ada juga beberapa kunang-kunang yang hadir mengelilingi mereka.Fia yang melihat pemandangan di depannya sedikit menatap dengan sorot mata memuja. Tak lama, cahaya tadi mulai redup dan mereka sudah berada di luar gerbang sekolah.“Kondisinya semakin memburuk

  • DERSIK   Chapter 190

    Fia yang mendengar jeritan Sasa hanya menatapnya dengan raut wajah tanpa emosi.“Fia tolongin gue” ucap Sasa dengan raut wajah memohon ke arah Fia.“Gue gak bisa” balas Fia dengan acuh tak acuh.“Gue minta maaf, gue ngaku gue salah. Gue mohon bantu gue, lepasin gue dari rantai ini” ucap Sasa dengan air mata yang menetes melewati pipinya.“Gue gak bisa, itu bukan kemampuan gue” balas Fia apa adanya.Tak lama dari itu Fia mulai mendengar jeritan tak jauh darinya.“Yara!” ucap Disa saat baru saja bangun dari pingsannya, dan saat dia membuka mata pandangan pertamanya adalah sosok Yara dengan darah di tubuhnya. Dengan raut wajah panik Disa menatap ke arah Yara.“Yar, aku minta maaf jangan kayak gini” ucap Disa sambil menepuk pipi Yara beberapa kali.“Dia akan mati kalau gak ambil tindakan dengan cepat” ucap Fia dengan raut wajah tanpa emosi.“Yuan, boleh minta tolong? Tolong gendong Yara, karena gak mungkin kalau gue atau Disa yang gendong” ucap Fia sambil menatap ke arah Yuan dan di anggu

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status