Author’s POV
Benar-benar pertemuan yang tidak terduga.
Pria itu bahkan menganga karena ia terlalu kaget dengan apa yang ia lihat.
Ia tidak salah lihat kan?
Ia kembali memeriksa karya-karya yang gadis itu kirim. Ia memang tahu jika gadis itu sedari dulu senang sekali menggambar. Tapi untuk melamar di perusahaannya sebagai senior 3D artist adalah hal yang tidak terduga baginya. Bahkan Alex sempat membesarkan poster CV tersebut untuk melihat foto yang ada di poster tersebut, apakah benar jika itu adalah Naomi yang selama ini ia kenal.
Dan pria itu lagi-lagi terdiam dengan apa yang sudah ia lihat. Perasaan kaget dan senang turut bercampur dalam dirinya. Ia melihat kembali poster CV tersebut dan dia memasukkan kontak Naomi ke ponselnya. Dengan senyuman miring, ia mengklik oke untuk menyimpan nomor Naomi untuk dirinya.
Namun senyuman pria itu seketika luntur karena ia mengingat jika gadis ini hanyalah kandidat dari 10 orang yang terpilih. Jika ia melihat kembali karya-karya kesembilan orang lainnya, karya yang lain juga tidak kalah bagus dengan karya gadis itu.
Hah, ia ingin sekali ikut dalam sesi interview.
Ia juga ingin sekali melihat ekspresi gadis itu saat mengetahui dirinya adalah CEO tempat ia melamar kerja. Tentu saja gadis itu pasti akan kaget dengan hal itu, dan entah mengapa hal itu membuat pria itu ingin sekali ikut dalam sesi wawancara nanti.
Ia memeriksa jadwalnya dan berpikir kembali untuk benar-benar ikut dalam sesi wawancara nanti. Pria itu mengumpat frustasi mengetahui jika ia tidak bisa reschedule agendanya. Ia menghela nafas frustasi, ia sangat ingin ikut dengan sesi wawancara nanti, namun ia harus bepergian ke luar kota.
Pria itu menyenderkan tubuhnya melepas frustasi yang ia rasakan. Ia ingin sekali bertemu dengan Naomi. Rasa rindunya semakin meluap ketika ia mencoba untuk memejamkan matanya. Saat ini, tidak ada yang bisa ia lakukan untuk bisa bertemu dengan gadis itu selain berharap gadis itu bisa diterima oleh Adrian dan Seira.
****
Seperti biasa, Naomi membantu sang ayah untuk menyiapkan dagangannya. Kali ini, gadis itu kembali membantu sang ayah untuk berjualan. Ia sudah menyelesaikan kerjaannya dan tentu saja ia menggunakan waktu ini untuk membantu sang ayah.
Setelah berjalan lebih jauh, mereka akhirnya sampai ke tempat biasa sang ayah berjualan. Kali ini, tidak banyak pembeli yang datang untuk membeli dagangan mereka. Sebenarnya Naomi sedikit sedih melihat pembeli yang sepi ini, ia lebih memilih kelelahan untuk melayani orang yang ramai daripada hanya duduk dan bersantai-santai dengan pembeli yang sepi seperti ini,
“Kayaknya hari ini kurang rejeki deh…” pikirnya dengan sedih sembari melihat sang ayah yang tengah menyeka keringatnya dengan handuk yang ia bawa di lehernya.
Ingin rasanya ia menangis melihat sang ayah yang harus bekerja di usianya yang tidak muda lagi. Ingin sekali dirinya berdiri di depan ayahnya sebagai tameng, namun sang ayah tidak mengizinkan itu untuk terjadi kepada dirinya,
Gadis itu menunduk, memikirkan waktu yang sudah menjelang sore tetapi hanya sedikit yang membeli dagangan mereka. Sebentar lagi mereka akan kembali ke rumah mereka dengan keadaan dagangan yang hampir utuh.
Naomi dan sang ayah masih menunggu sesiapapun yang ingin membeli dagangan sang ayah. Hingga pada akhirnya, keduanya bangkit dan hendak mempersiapkan diri untuk pulang. Namun, baru saja mereka mendorong gerobaknya, Lina berlari menghampiri mereka dengan meneriaki ‘mie ayam bakso!’ kepada mereka.
Keduanya terdiam di tempat mereka, sampai akhirnya Lina benar-benar menghampiri mereka dengan nafas yang ngos-ngosan.
“Mie ayam bakso nya pak, semuanya saya borong,” ujarnya, berusaha untuk mengatur nafasnya. dengan segera, keduanya membungkus semua dagangan mereka dan mereka sempat memberikan wanita itu minum karena tampaknya Lina sangatlah kelelahan,
“Terima kasih,” ujarnya sembari mengembalikan gelas yang sudah kosong kepada Naomi. Naomi tersenyum simpul dan dia ikut membantu sang ayah untuk membungkus semua mie ayam dan bakso mereka. Naomi tidak bisa menyembunyikan senyumannya, ia terus membantu untuk membungkus dagangannya.
Saat mereka sudah membungkus semua makanan, Naomi memberikannya kepada Lina dengan senyumannya yang paling manis. Bukan hanya Naomi, namun wanita itu juga tersenyum melihat gadis itu yang terlihat ramah dan baik kepadanya.
Naomi melirik sang ayah ketika uang tersebut diberikan kepadanya. Kini, kesedihan gadis itu sudah hilang. Ia kembali semangat membantu ayahnya untuk mendorong gerobaknya dan pulang.
Sesampainya ia di rumah, gadis itu membantu sang ayah untuk merapikan dagangan mereka. Ketika sudah selesai, gadis itu berjalan ke kamarnya yang kebetulan ponselnya sedang ia cas. Baru saja dia membuka pintu kamarnya, ia melangkah ke tempat ponselnya yang sedang di cas dan dia memainkan ponselnya, iseng untuk membuka emailnya untuk melihat apakah ada revisi dari client atau mungkin ada komplain, dan lain-lainnya.
Gadis itu baru saja mendapatkan email yang dan ia bergegas memeriksanya. Ia tidak bisa menyembunyikan kesenangannya begitu yang ia membaca apa yang menjadi isi dari email tersebut. Ia melompat kegirangan, bahkan ia memanggil sang ayah untuk bisa menunjukkan jika dirinya terpilih untuk wawancara di salah satu perusahaan raksasa yang sedari dulu ia inginkan.
Ia melompat kegirangan dan memeluk sang ayahnya dengan kesenangan yang terus menyeruak dalam dirinya. Sang ayah juga tersenyum bangga dan memegang bahu gadis itu, menatap matanya dengan lekat,
“Kamu persiapkan wawancara kamu, kalau perlu, latihan di depan ayah,” ujarnya yang diangguki gadis itu dengan senyuman yang belum luntur dari bibirnya.
“Aku harus, aku harus diterima di perusahaan itu,” ujar gadis itu dengan tekad yang kuat, dibarengi dengan tangan yang terkepal yakin.
“Dengan ini, aku bisa membayar hutang ayah,” batinnya dengan tekad yang besar.
Tidak lama setelah itu, ponsel gadis itu berdering pertanda ada panggilan masuk. Begitu ia melihat siapa yang meneleponnya, dengan cepat ia mengangkat telepon tersebut dan segera minta izin kepada sang ayah untuk menyingkirkan dirinya ke kamarnya.
“Halo kak Seira!”
“Halo… gimana? Udah dapat email dari perusahaan?” ujar wanita tersebut di sebrang sana,
Gadis itu mengangguk dengan kuat,”Sudah kak, terima kasih banget udah mau nawarin pekerjaan ini ke aku kak!”
Seira tersenyum,”Ingat, kamu masuk dan terpilih karena CV kamu, bukan karena aku, karena setiap keputusan semuanya dirundingkan dan dibahas bersama-sama. Jadinya, ini keputusan yang mutlak dari kami untuk memilihmu,”
“Iya kak, aku mengerti,” ujar Naomi yang tidak bisa membendung kesenangannya.
“Jangan senang dulu, masih ada sesi wawancara yang akan di selenggarakan Senin nanti. Persiapkan dirimu, jangan sampai gugup-gugup gak jelas, hahahaha,”
“Baik kak! Aku bahkan berniat untuk latihan barengan dengan ayah,”
“Baguslah. Persiapkan dirimu baik-baik. Penampilan sangatlah penting, apalagi bagaimana cara mu menjelaskan dan menjawab setiap pertanyaan yang akan di lontarkan,”
Author’s POVGadis itu tersenyum, ia beruntung memiliki saudara seperti Seira yang banyak sekali membantunya dan keluarganya. Dengan ini, ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatannya untuk masuk ke perusahaan raksasa tersebut. Sebuah pemikiran yang membuatnya sedikit penasaran. Ia ingin menanyakan hal ini kepada sang kakak hanya saja ia sedikit bingung bagaimana untuk memulainya,“Anu kak…”“Ya?” “Kira-kira gaji di Lewis Studios itu gede gak kak?” tanya gadis itu dengan hati-hati, berharap sang kakak tidak tersinggung“Gede kok, apalagi kalau kamu udah senior. Kalau mau beneran terpilih, aku akan menjadi managernya. Dan perusahaan ini friendly lingkungannya,” “Wah kakak seorang manager kah?!” ungkap Naomi dengan kaget,“Iya benar, kebetulan senior 3D artist kami hendak berhenti. Jadi sebelum kursinya benar-benar kosong
Author’s POV Naomi mulai memasuki sebuah ruangan yang sangat luas dan di ruangan tersebut, terdapat Adrian dan Seira yang tengah menunggunya untuk masuk. Begitu ia masuk, tatapan pertamanya jatuh kepada Seira yang menatapnya seakan keduanya tidak saling kenal. Ia dipersilahkan Adrian untuk duduk di kursi yang sudah disediakan,Dengan sopan, ia mengangguk dan mulai mendudukkan bokongnya di kursi tersebut. Gadis itu duduk dengan tegap, untuk memberikan kesan jika yang dominan dan tegas.“Naomi ya…” ujar Adrian sembari melihat lembaran kertas yang sedang ia pegang. Ia melihat sejenak foto yang ada di lembar tersebut sebelum ia meluruskan pandangannya kepada Naomi.“Ceritakan tentang diri kamu,” ujar Seira yang diangguki mengerti oleh gadis itu,“Saya Naomi Tjahara, sebelumnya saya adalah alumni ilmu komputer dari Universitas Unijaya, Jakarta. Saat ini saya bekerja sebagai freelancer
Author’s POVNaomi memegang dadanya yang masih berdegub dengan kencang. Ia bersyukur dirinya tidak menunjukkan kegugupannya ketika ia wawancara tadi. Namun ia juga tidak menyangka jika dirinya bisa sepercaya diri itu begitu ia menjawab beberapa pertanyaan yang di lontarkan untuknya.Saat ini gadis itu mulai masuk ke dalam lift kosong yang baru saja terbuka di hadapannya. Gedung ini memiliki lantai setinggi 20 lantai dan saat ini ia tengah berada di lantai 14. Naomi memasuki lift kosong tersebut dan memencet tombol lantai dasar.Gadis itu menghela nafasnya dengan berat. Ia ingin sekali sensasi gugup ini cepat berakhir. Ia mengatur pernafasannya dan mulai menutup matanya,"Yang penting aku sudah berikan yang terbaik," batinnya, ditambah dengan senyuman yang menenangkan jiwanya.Ting!Lift terbuka dan beberapa orang masuk ke dalamnya. Gadis itu mulai menggeserkan dirinya begitu segerombolan orang masuk. Dan tidak
Author’s POVAwalnya, gadis itu berniat untuk berhenti bekerja sebagai freelancer sembari menunggu pengumuman yang akan ia dapatkan dari Lewis Studio. Namun ia tidak bisa menunggu dalam ketidakpastian, karena ia juga membutuhkan uang untuk ia bertahan hidup,Jadilah dirinya tetap mengerjakan beberapa pekerjaan sembari menunggu pengumuman tersebut.Disela-sela kesibukannya, seseorang meneleponnya. Ketika ia melihat nomor tersebut tidak ada di kontaknya, ia mulai mengambil ponselnya dan perlahan ia tempelkan ponsel itu ke telinga kanannya,“Siapa sih yang nelfon malam-malam gini?” batinnya yang penasaran,Gadis itu mengernyitkan dahinya karena tidak ada yang bergeming di telepon tersebut. Setelah sepersekian detik dia berpikir, akhirnya ia memutuskan untuk membuka mulutnya terlebih dahulu,“Halo?” ujarnya dengan ragu,Kerutan di keningnya tidak kunjung hi
Author’s POVSudah hari Jum’at dan hingga saat ini belum ada info apapun dari perusahaan Lewis Studio mengenai diterima maupun tidak diterimanya Naomi diperusahaan tersebut. Meskipun begitu, Naomi tetap melakukan aktivitasnya, yakni membantu sang ayah untuk berjualan.Gadis itu tidak melepas senyuman hangatnya kepada para pelanggan yang membeli dagangan mereka. Meskipun gadis itu memiliki tubuh yang mungil, namun parasnya sangat elok untuk dilihat walaupun ia hanya berpakaian biasa saja. Tidak heran terkadang ia mendapat godaan dari para pelanggan-pelanggan pria yang memuja paras gadis itu,Naomi hanya menganggap pujian dan godaan tersebut hanyalah angin lalu. Ia hanya tersenyum ramah dan mengabaikan godaan tersebut, tidak perduli seberapa tampannya pria yang memujinya tersebut.“Ini…” ujar gadis itu sembari memberikan seplastik mie ayam dan bakso kepada seorang yang sedari tadi terus menanyakan kon
Author’s POVSetelah gadis itu mencuci semua piringnya, ia berbalik untuk kembali ke kamarnya. Begitu ia berbalik, ia melihat sang ayah yang sudah berdiri di depannya, menanyakan hasil yang ia dapatkan dari email tersebut. Gadis itu menurunkan pandangannya dan menggeleng pelan. Sang ayah yang mengerti akan kesedihan gadis itu, bergerak maju dan menepuk-nepuk pundak gadis itu, berharap jika tepukan lembut tersebut meredakan kesedihan gadis itu.“Sudah… mungkin belum rejekinya,” ujar Benny yang diangguki pelan oleh gadis itu. Dengan lesu, gadis itu berjalan melewatkan sang ayah yang mengkhawatirkan dirinya yang sedang sedih seperti itu,Benny menghela nafas,Mungkin gadis itu butuh waktu untuk sendiri dulu.Naomi menutup pintunya dan mengambil tempat untuknya duduk di ranjangnya. Ia masih berpikir positif, mungkin ia harus menunggu beberapa jam hingga hari esok tiba. Gadis itu kemudian berjalan ke meja kerjan
Author’s POVNaomi selalu merapalkan perkataan itu untuk menenangkan dirinya. Pria itu seharusnya tidak mengetahui jika gadis itu tinggal disini, karena ia sudah beberapa kali pindah-pindah rumah karena dikejar oleh hutang-hutang.Baru saja dia bernafas lega, tiba-tiba ponselnya kembali berdering dan kembali ia bergidik ngeri dengan ponselnya sendiri. Ia berusaha untuk menahan dirinya untuk tidak memegang ponsel tersebut, hingga panggilan tersebut mati sendiri.Setelah melihat panggilan itu sudah terputus, gadis itu perlahan mendekati ponselnya dan mengambilnya untuk melihat siapa gerangan yang meneleponnya lagi. Dan tanpa ia sangka, nomor tersebut bukanlah nomor yang sebelumnya meneleponnya.Lebih tepatnya, yang saat ini memanggilnya adalah orang yang berbeda.Karena ia kembali penasaran dengan nomor tersebut. Dengan jantung yang berdetak gila-gilaan, ia kembali menelepon nomor tersebut. Ia menunggu nomor tersebut mengangkat
Author’s POVSebelum ia benar-benar menelepon Seira, gadis itu memilih untuk mandi terlebih dahulu karena ia sangat gerah dan sedari tadi ia banyak sekali keringat. Walaupun ia penasaran dengan apa yang akan menjadi pembicaraannya dengan Seira, ia memilih untuk tidak terburu-buru menanyakan itu kepada Seira,Naomi menikmati kesegaran yang baru saja ia dapatkan setelah ia mandi. Ia mengusap rambutnya menggunakan handuk sebelum ia menggantung handuk tersebut di lemari. Matanya tertuju kepada ponselnya yang sebelumnya ia letak di meja. Tangannya mulai meraih ponselnya dan setelah ponsel itu ada di tangannya, ia mencari kontak Seira untuk ia panggil.Ia mengambil tempatnya untuk duduk di ranjangnya sebelum dia memencet tombol dial untuk memanggil Seira. Dan tidak lama kemudian, Seira pun mengangkat teleponnya,“Halo kak, aku udah di rumah nih…” kata gadis itu sembari ia membaringkan tubuhnya dengan ponsel yan