Author’s POV
Naomi mulai memasuki sebuah ruangan yang sangat luas dan di ruangan tersebut, terdapat Adrian dan Seira yang tengah menunggunya untuk masuk. Begitu ia masuk, tatapan pertamanya jatuh kepada Seira yang menatapnya seakan keduanya tidak saling kenal. Ia dipersilahkan Adrian untuk duduk di kursi yang sudah disediakan,
Dengan sopan, ia mengangguk dan mulai mendudukkan bokongnya di kursi tersebut. Gadis itu duduk dengan tegap, untuk memberikan kesan jika yang dominan dan tegas.
“Naomi ya…” ujar Adrian sembari melihat lembaran kertas yang sedang ia pegang. Ia melihat sejenak foto yang ada di lembar tersebut sebelum ia meluruskan pandangannya kepada Naomi.
“Ceritakan tentang diri kamu,” ujar Seira yang diangguki mengerti oleh gadis itu,
“Saya Naomi Tjahara, sebelumnya saya adalah alumni ilmu komputer dari Universitas Unijaya, Jakarta. Saat ini saya bekerja sebagai freelancer selama beberapa tahun ini,” ujar gadis itu dengan ramah. Sebisa mungkin untuknya bersikap tenang dalam menjelaskan dan menjawab segala pertanyaan yang dilontarkan oleh Adrian dan Seira
“Apa yang membuat kamu tertarik untuk bekerja di perusahaan ini?” tanya Seira dengan serius.
“Perusahaan ini menawarkan posisi yang saya minati dan geluti selama saya menjadi freelancer. Saya rasa, saya bisa menyalurkan semua ilmu yang saya miliki dalam pekerjaan-pekerjaan yang akan datang. Selain itu, saya menginginkan penghasilan yang tetap dan pasti,”
“Freelancer ya… freelancer itu kerja sendiri, bukan?” tanya Adrian menyelidik,
“Ya benar,” ujarnya dengan anggukan tegas.
“Jika kamu diterima di perusahaan ini, kamu akan dituntut untuk bisa bekerja secara tim. Apa kamu bisa?”
Naomi mengangguk,”Ya, saya bisa. Saya sudah terbiasa bekerja secara tim selama saya mengerjakan projek-projek saya saat saya kuliah,”
“Posisi apa yang akan kamu pilih jika kamu harus bekerja secara tim? Dan kenapa kamu memilih posisi tersebut?” tanya Seira, sembari mengaitkan kedua tangannya di depan dirinya,
“Saya akan memilih posisi ketua tim, karena saya percaya kepada potensi yang ada dalam diri saya untuk mengerjakan pekerjaan dan membangun hubungan yang baik antar sesama anggota tim,” ujar gadis itu dengan yakin.
Melihat gadis itu yang tampak yakin dengan dirinya, Adrian mengangguk-angguk. Sedari tadi, ia belum menemukan orang yang bisa setenang dan seyakin ini dalam memaparkan ide dan pemikirannya. Ia akui kemampuan dan hasil karya orang-orang sebelumnya sangat bagus. Namun saat wawancara, semuanya terlihat kurang dalam komunikasi yang baik. Padahal, untuk masuk ke perusahaan ini, diperlukan komunikasi yang baik karena project yang dikerjakan dilakukan secara tim.
“Bagaimana sikapmu terhadap kritik yang ditujukan untukmu?” tanya Seira lagi, membuat Adrian yang masih bergelut dengan pikirannya, menoleh kepada gadis itu,
“Secara pribadi, saya akan menerima kritik tersebut jika kritik tersebut bersifat membangun. Saya akan berusaha menjadikan kritik tersebut sebagai bahan koreksi saya baik dalam pekerjaan maupun pribadi saya,”
“Terakhir,” ujar Adrian yang kemudian mencondongkan tubuhnya ke depan,
“Mengapa kami harus memilihmu?”“Baik. Saya adalah orang yang berintegritas dan bertanggungjawab akan segala pekerjaan yang saya pegang. Saya yakin jika saya memiliki potensi yang besar untuk turut berpartisipasi dalam setiap pekerjaan dan project yang perusahaan ini buat. Saya juga orang yang pekerja keras untuk mencapai target yang diinginkan,”
“Oke, cukup sekian. Dalam minggu ini, kamu akan mendapatkan email jika kamu diterima di perusahaan ini dan kamu akan mulai bekerja hari Senin,”ujar Adrian yang diangguki oleh Naomi. Naomi melirik kepada Seira yang tampak mengabaikan tatapannya dengan kertas yang ia tatap.
“Umm… anu pak. Saya mau nanya,”
“Jika saya tidak diterima, apa saya juga akan dikabari?” tanyanya dengan sopan,
“Hmm… jika kamu tidak diterima, maka kamu tidak akan mendapat kabar apapun sampai hari Jumat ini,” ujar Adrian. Naomi kemudian mengangguk dan dengan sopan ia berpamitan untuk keluar dari ruangan.
Adrian kemudian meminta Yanti untuk kembali memanggil daftar selanjutnya. Yanti mengangguk dan mulai meninggalkan ruangan untuk berjalan menuju ruang tunggu. Begitu wanita itu meninggalkan ruangan, Adrian menolehkan dirinya kepada Seira, berniat untuk membicarakan Naomi,
“Sei, bukankah tadi dia terlihat bagus?” ujar Adrian yang diangguki oleh Seira,
“Ya… lumayan,”
“Lumayan? Menurutku dia menarik loh. Maksudku dibandingkan kelima orang sebelumnya, dia lebih menarik orangnya,”
Seira merapikan kertas-kertas yang ada di depannya sebelum ia juga menoleh kepada Adrian,
“Kita lihat saja keempat orang selanjutnya,”
"Kau terdengar begitu dingin. Apa karena dia adikmu jadinya kau begitu dingin kepadanya?" ujar Adrian, membuat Seira langsung menoleh kepadanya,
"B-bagaimana kau bisa tahu?"
"Jadi kalian benar-benar bersaudara? Wah, aku tidak menyangka tebakanku benar," ujar pria itu sambil menepuk-nepukkan kedua tangannya dengan bangga kepada dirinya sendiri,
"Adrian..." panggil Seira dengan nada yang tidak menyenangkan,
"Aku hanya menebaknya, karena nama belakang kalian sama. Selain itu juga kau terlihat berbeda saat Naomi masuk kemari. Padahal sebelumnya kau terdengar ramah, namun kau tidak bersikap seperti itu kepada gadis itu,"
Seira kemudian meluruskan pandangannya begitu ia mendengar perkataan Adrian barusan,
"Dia adik sepupuku. Ayahnya adalah adik ayahku," ujarnya tanpa menatap Adrian.
"Oh... Begitu. Tapi kau tidak perlu bersikap seperti itu juga kan... Maksudku kau bisa saja bersikap ramah seperti yang lakukan sebelumnya. Apa bedanya jika kau juga bersikap ramah kepadanya dan kepada yang lain?"
"Aku harus bersikap seperti itu, supaya dia mengerti jika ia menjadi seperti sekarang ini karena usahanya sendiri, bukan karena aku," ujar Seira yang diangguki mengerti oleh Adrian.
“Kau benar-benar kakak yang baik ya…” ujarnya dengan senyuman miringnya,
Percakapan mereka berhenti karena tiba-tiba Yanti datang dengan membawa seorang lainnya untuk mereka wawancara. Keduanya memutuskan untuk mengakhiri pembicaraan mereka begitu Ratih benar-benar masuk ke ruangan mereka.
Author’s POV Beberapa tahun berlalu. Kini Alex dan Naomi sudah terang-terangan menunjukkan hubungan mereka ke rekan kerja mereka. Mereka melakukannya perlahan-lahan, dimulai dari berjalan bersama dan akhirnya Naomi pun mengaku kepada rekan-rekannya mengenai hubungannya bersama dengan Alex. Ia melakukannya bukan karena ia ingin pamer, ia merasa jika hal seperti ini tidak bisa disimpan dan disembunyikan untuk selamanya. Sudah 2 tahun berlalu dan keduanya masih berpacaran dengan begitu harmonis. Tentu saja di dalam sebuah hubungan akan selalu ada cek cok dan juga pertikaian. Namun itu tidak membuat hubungan mereka putus di tengah jalan karena mereka sadar, bagaimana pun mereka menjauh, pada akhirnya kembali lagi bersama. Hubungan mereka tentu saja sudah disetujui oleh keluarga Naomi dan keluarga Alex. Salah satu plot twist yang mereka dapatkan adalah ternyata Benny adalah teman lama Charles. Mereka berteman sejak mereka masih bersama-sama mengel
Author’s POV Alex menarik napasnya dan mencoba untuk menenangkan dirinya. Ia merasa ia harus bicara tatap muka dengan kedua orang tuanya mengenai pertunangannya dengan Giselle. Kalau perlu ia akan mendatangi Kevin---ayah Giselle untuk membatalkan pertunangan mereka, Pria itu mulai keluar dari mobilnya dan mulai masuk ke dalam rumah kedua orang tuanya. Karena kedatangan pria itu mendadak, Adelia dan Charles juga terkejut dengan keberadaan anaknya yang tidak mengabari mereka jika ia datang kepada mereka. Dengan mantap, pria itu duduk di sofa bersama dengan kedua orang tuanya. Ia menatap serius kedua orang tuanya sebelum dia membuka suaranya, “Papa, mama... Alex ingin membatalkan pertunangan ini. Bisakah Alex mendapatkan kontak pak Kevin supaya Alex bisa berbicara kepadanya empat mata?” tanya Alex dengan serius. Charles beserta istrinya saling bertatap-tatapan sebelum mereka pun tersenyum, “Tidak perlu...” ujar Charles kepadanya.
Author’s POVGiselle masih menatap Naomi yang terlihat canggung bersamanya. Saat ini mereka berada di sebuah café langganan Giselle yang mana mereka memesan ruang vip entah untuk apa alasannya bagi Naomi. Namun berbeda dengan Naomi, Giselle hanya ingin pembicaraannya dengan Naomi tidak bocor ke luar dan tidak mengundang banyak orang untuk mendengarkannya,Sembari menunggu makanan mereka tiba, Giselle dengan tegas duduk dengan tangan yang terlibat dan ia menyenderkan tubuhnya di kursi. Sementara Naomi, ia berusaha untuk menghindari tatap muka terhadap gadis itu,“Sejak kapan kau mengenal Alex?” tanya Giselle, membuka percakapannya bersama dengan Naomi setelah sekian lama mereka hanya diam dan tidak berkutik apapun.“Sejak kami SMA…” jawab gadis itu dengan jujur. Kali ini ia juga meluruskan pandangannya kepada Giselle. Jika Giselle sekali lagi ingin mengklaim Alex sebagai miliknya, ia juga tidak a
Author’s POVKali ini Naomi tidak lembur. Ia sudah siap mengerjakan pekerjaannya dan sekarang adalah saatnya untuk pulang bersama dengan Alex. Gadis itu masih berjalan dengan pria itu yang sedang menunggunya di dalam mobil. Dan ketika gadis itu sudah sampai di basement, seseorang menarik tangannya yang membawanya menjauh dari mobil Alex.Bingung dengan siapa yang menariknya, gadis itu menoleh dan mendapatkan Giselle yang sedang menarik tangannya.“M-mau kemana?” tanya gadis itu yang sama sekali menarik dirinya dari Giselle, seakan ia pasrah jika Giselle menariknya seperti itu,“Temenin aku shopping,” ujarnya dengan singkat. Gadis itu masih diam, ia tidak banyak bertanya dan hanya ikut dengan apa yang gadis itu lakukan kepadanya.Ia mendengar banyak mengenai Giselle dari Alex. Giselle adalah anak yang paling kecil diantara saudaranya yang lain. Biasanya anak yang paling terakhir akan mendapatkan kasih s
Author’s POV Alunan musik klasik dari bar ternama ini dapat membius pelanggannya untuk merasa rileks. Bar tersebut terlihat sepi, meskipun terlihat sepi namun ada begitu banyak pria hidung belang yang lalu lalang untuk menggoda sosok cantik seperti Giselle yang sedang meminum vodka sendirian. Ia masih berpakaian kerjanya, dengan blouse peach dan rok span yang mencetak lekuk tubuhnya dengan sempurna. Ditambah lagi dengan high heels dan lipstick merah maroon yang membuatnya terlihat berkelas. Saat ini ia memikirkan perjodohannya bersama dengan Alex. Alex terlihat serius ketika ia berkata ia tidak ingin berjodoh dengan dirinya. Tidak hanya itu, ia juga tidak bisa membenci sosok Naomi yang sudah pernah menyelamatkannya dan juga gadis itu bukanlah tipikal gadis yang munafik. Awalnya ia mengira jika cinta pria itu hanyalah cinta semu seperti dia bersama dengan wanita-wanita lainnya. Ia sama sekali tidak menyangka jika pria itu memang benar-benar me
Author’s POV“Sebenarnya Alex adalah calon tunanganku,” Perkataan tersebut terus terbayang-bayang dibenak Naomi. Ia mendapat pesan dari Alex yang menanyakan keadaannya tadi dan gadis itu mengabaikan pesan itu dan memilih untuk mengerjakan pekerjaannya. Ia terus bekerja hingga ia sendiri menyerah akan dirinya dan ia meletakkan kepalanya di meja. Ia menghela napas, mengapa semuanya menjadi serumit ini?Hubungannya bersama dengan Alex sudah membaik dan sekarang mereka harus berhadapan dengan perjodohan Alex. Gadis itu sedikit kecewa karena pria itu tidak berkata apapun kepadanya dan pada akhirnya berakhir pada gadis itu yang mengetahuinya dari orang lain.Tapi ia juga tidak terlalu menyalahkan Alex karena jika dirinya berada di posisi Alex, mungkin ia juga akan melakukan hal yang sama. Lagi dan lagi gadis itu menghela napasnya. Ia berusaha untuk bangkit dan juga kembali mengerjakan pekerjaannya.Tidak lama