"Nona, Kim. Anda ditunggu di meja administrasi." Seoramg suster memanggil Kimmy yang masih merunduk di kursi besi sambil menunggu hasil operasi Mommynya. Dengan langkah gontai, Kimmy berjalan sambil mengusap wajahnya yang penuh dengan bercak air mata.
"Silakan Nona, Kim. Ini rincian biaya untuk Tuan Piero. Karena nama Tuan Piero masuk ke dalam daftar tanggungan asuransi, maka Tuan Piero kami bebaskan dari pembiayaan. Tapi, untuk Nyonya Anna, pembiayaanya tidak ada tangguhan. Ini semua tercantum," terang Suster bagian administrasi menjelaskan sambil menyerahkan lembaran rincian biaya.
Kimmy tercengang melihat angka yang tertera begitu banyak. "120 juta," gumamnya. "Apa ini harus dibayarkan sekaligus, Sus?"
"Benar Nona Kim. Kami tidak akan melakukan tindakan lanjutan jika Nona belum membayarkan paling tidak lima puluh persen. Dan sisanya bisa dibayarkan sebelum Nyonya Anna meninggalkan rumah sakit ini," jawab suster itu.
"Tapi apa Nyonya Anna sudah dipastikan dapat ditolong, Sus?"
"Kalau untuk masalah itu, saya tidak bisa memastikanya. Selain kemampuan dokter yang menangani, nasib baik juga sangat menentukan. Ya semoga saja Nyonya Anna bisa diselamatkan."
Kimmy memucat. Nampak jelas wajahnya begitu lesu setelah mendengar rincian biaya untuk Mommynya dan juga hasil yang belum dapat dipastikan.
"Bagaiamana Nona. Apa Nona bisa melakukan pembayaranya sekarang?" tanya Suster itu. Dari nadanya terdengar jelas kalau dia memastikan.
"Aku boleh minta waktu, Sus?"
Kimmy melihat kerutan di dahi suster itu. Dia sepertinya kecewa dengan ucapan Kimmy.
"Keselamatan Nyonya Anna ada di tangan Nona. Semakin lama Nona membayarnya, semakin lama juga kami akan memberikan tindakan lanjutan kepada pasien," tegas suster itu dengan penuh penekanan.
"Aku akan usahakan secepatnya, Sus," balas Kimmy. Dan kemudian dia melipat kertas yang berisi rincian biaya itu. Lalu dimasukanya ke dalam tas kecil miliknya.
Aku harus cari kemana uang sebanyak itu? Sedangkan tabunganku saja tidak ada setengahnya, batin Kimmy lirih.
Terlintas dipikiran Kimmy untuk menghubungi Alleandro. Dan Kimmy mengambil hp nya lalu mencoba untuk menelpon laki-laki berotak mesum itu.
"Halo." Aleandro menjawab telpon Kimmy dengan suara parau. Sepertinya dia baru saja terbangun dari tidur.
"Tuan Al. Saya membutuhkan pertolongan Tuan," ucap Kimmy.
"Kimmy! Kau kenapa?" Aleandro berbalik tanya.
TUT—TUT—TUT!
Seketika baterai hp Kimmy habis. Sehingga membuat pembicaraan mereka terputus.
"Ah Shit!" umpat Kimmy kesal.
Kimmy semakin gelisah. Dia kembali ke ruang tunggu IGD. Tidak banyak yang dapat dilakukan dalam keadaan seperti ini. Namun Kimmy masih berupaya mencari cara untuk membayar pembiayaan Mommynya.
Semetara itu, hatinya masih diresahkan dengan hasil penanganan dokter yang menangani Mommynya. Sudah lebih dari dua jam, namun tim medis belum satu pun yang keluar dari ruang operasi.
****
"Maaf, Tuan. Saya terpaksa menghubungi Tuan pagi-pagi buta seperti ini," ucap Alleandro dari seberang telpon.
"Hmm ... Ada apa?" balas Piero singkat. Dia mengeraskan suaranya karena tidak ingin diketahui kalau dirinya sedang berada di rumah sakit.
"Tadi Kimmy menghubungi saya, Tuan. Tapi sebelum sempat dia mengatakan sesuatu, sambunganya terputus. Namun, saya mendengar suaranya seperti sedang menangis, Tuan. Apa Kimmy baik-baik saja?"
Anak mami itu menangis? Di mana dia? batin Piero.
"Kau pagi-pagi seperti ini menghubungiku hanya untuk membicarakan perempuan itu!" bentak Piero.
"Ma-Maaf, Tuan. Sa-."
TUT—TUT!
Piero menutup telponya sebelum Alleandro selesai menjelaskan. Lalu dia berusaha mengangkat tubuhnya yang masih terhubung dengan selang infus. "Aaaaach ... " desis Piero merintih.
"Suster!" Piero memanggil perawat yang mengurusnya dengan suara berat. Namun tidak ada jawaban dari orang yang dipanggilnya. Dan kemudian, dia memaksa tubuhnya untuk beranjak dari ranjang pasien. Piero melepas paksa jarum infus dari lengan tanganya. Lalu dia berjalan pelan menuju pintu dari ruangan VIP ini.
Piero melihat ke arah kanan dan kiri dari lorong yang menghubungkan kamar-kamar pasien. Tidak ada satu pun manusia yang nampak terlihat. Sehingga membuat dia kembali berjalan hingga ke ujung lorong.
"Tuan Piero." Akhirnya salah seorang suster melihatnya. "Kenapa Tuan bisa berada di sini? Tuan seharusnya istirahat di dalam saja. Kondisi tubuh Tuan masih lemah," ujar Suster yang perawakanya cukup manis dipandang itu.
"Sus, wanita yang menolong saya, sekarang berada di mana?"
Suster itu nampak berpikir. "Wanita? Saya tidak tahu, Tuan. Mungkin Suster Cleo tahu. Karena pada saat Tuan dibawa masuk ke ruang ICU pertama kali, suster Cleo yang ikut membantu dokter menangani Tuan," jawabnya.
"Tolong panggilkan suster itu."
"Baik, Tuan. Tapi sebaiknya saya bantu Tuan kembali ke kamar ya."
Piero ditandu tangan oleh suster untuk kembali masuk ke dalam kamar rawat inap. Dan kemudian, suster tersebut membantu Piero berbaring di ranjang pasien kembali.
"Tuan istirahat saja dulu. Saya akan panggilkan suster Cleo," kata suster itu sebelum dia beranjak pergi dari ruangan ini.
Piero sempat mengingat kejadian sebelum dia berada di rumah sakit ini. Dari mulai perdebatanya dengan Kimmy sampai dia dikeroyok oleh empat orang pemuda dewasa.
"Gadis bodoh! Kenapa kau selamatkan aku?" gumam Piero.
"Tuan mencari saya? Ada yang bisa saya bantu?" seorang suster membangunkan lamunanya. Nampaknya itu adalah suster Cleo yang dibicarakan tadi.
Piero mengarahkan wajahnya menatap suster itu. "Kau tahu siapa wanita yang membawaku ke sini?"
Suster Cleo mengerutkan dahi. "Wanita seperti apa, Tuan?"
Piero menjelaskan ciri-ciri perempuan yang dimaksud. Dari mulai rambut sampai jenjang kakinya, secara terpirinci digambarkan lewat lisan. Sepertinya dia hapal betul bentuk tubuh Kimmy.
"Maaf, Tuan. Kalau wanita yang Tuan maksudkan saya tidak tahu," jawab suster Cleo.
"Aach! Sudah!" ucap Piero dengan nada kesal. Dan membuat suster itu nampak ketakutan. Lalu dia meninggalkan Piero.
Kemana kau Kim! Kau tidak bisa lari dariku, ucap Piero dalam hati.
Piero meraih ponselnya. Dia mencoba untuk menghubungi kerabat yang sangat dipercaya. Seorang sahabat yang membantunya bangkit dari keterpurukanya di masa lalu.
Laki-Laki itu adalah Kenan. Teman semasa kuliahnya dulu. Piero merasa berhutang budi denganya. Maka dari itu, hingga saat ini dia selalu menjaga hubunganya tetap baik dengan Kenan.
Setelah Piero memberi tahu keadaanya, Kenan mengatakan akan segera datang untuk menjenguk Piero. Kenan sudah dianggap seperti saudara sendiri. Namun Kenan tidak pernah memanfaatkan Piero dalam hal apapun. Padahal, Piero sudah berjanji akan membantunya jika dia membutuhkan apapun. Tanpa terkecuali dan tanpa nominal batasan.
"Selamat pagi, Tuan Piero," sapa dokter Diego yang baru saja masuk ke dalam kamarnya dengan ramah.
"Pagi, Dok," jawab Piero dengan senyum tipis.
"Bagaimana keadaanya, Tuan? Apa Tuan merasakan ada keluhan lain di tubuh Tuan?"
"Tidak, Dok. Apa saya hari ini boleh pulang, Dok?"
"Kita lihat ya. Kalau memang tubuh Tuan sudah lebih membaik, saya akan izinkan Tuan pulang."
"Terima kasih, Dok."
Dokter Diego memeriksa perkembangan kesehatan Piero dengan beberapa alat medis.
Kimmy masih berada di dalam rumah sakit. Memikirkan cara bagaimana mendapatkan uang 120 juta dalam waktu satu hari. Atau nyawa Mommynya akan menjadi taruhanya.Kimmy berkeringat basah. Wajahnya yang cantik nampak lusuh seperti kurang darah. Jelas saja. Karena semalaman dia belum tidur. Dan juga polesan make up nya pun sudah luntur.Dia sudah mendapatkan pinjaman alat pengisi daya untuk baterai hp-nya. Sambil menunggu itu terisi penuh, dia mensortir satu per satu nomer-nomer pelanggan yang ada di dalam phone book. Ya, berharap ada salah-satu pelanggan yang mau memakai jasanya. Dan uang yang dia dapatkan bisa membayar biaya pengobatan Mommynya. Walaupun dia tahu, biaya itu sangatlah besar. Bahkan tidur dengan dua pria dalam satu hari saja belum bisa mencapai setengahnya.Seketika itu, terlintas di benaknya wajah seorang pria tua. "Papi ... Aku rindu," ucap Kimmy lirih. Mata Kimmy mulai berkaca-kaca.Sudah tiga jam Kimmy masih menunggu ka
Kimmy berjalan menunduk di sepanjang bahu jalan dekat rumah sakit tempat Mommynya dirawat. Hati dan pikiranya berkecamuk. Sudah ratusan tetes air matanya mengalir deras tanpa henti. Ingin rasanya dia mengakhiri hidupnya saja saat ini, itu yang terlintas di pikiranya. Dia menghentikan langkahnya dan menatap kosong ke arah seberang jalan."Sudah tidak ada gunanya aku hidup," gumam Kimmy. Dan kemudian, dia menggerakan kakinya untuk melangkah menyebrangi jalan tanpa menoleh ke kiri dan kanan.Kimmy mendengar suara mobil yang akan melintas dengan cepat dari arah sebelah kanan. Tapi itu tidak dihiraukanya. Melainkan dia terus berjalan.WWWWWWWWWEEEEENG!BRUAAAAK!Kimmy terjatuh di pinggiran jalan bersamaan dengan seseorang yang baru saja menarik lenganya. Tubuh Kimmy menindih pria itu. Tanpa sadar mereka pun saling bertatapan. Deru napas yang berhembus kasar seakan berlomba siapa yang paling kuat."Wanita bodoh! Apa yang ka
Kimmy sudah lebih dari 5 jam tertidur pulas di atas kursi. Dia masih berada di ruang rawat inap menemani Mommynya. Perlahan, dia membuka kedua kelopak mata dan menguceknya lembut. Kimmy menahan nguap kantuk dengan telapak tanganya.Kedua bola matanya dengan cepat mencari Anna. Wajahnya tersenyum ketika melihat Anna sudah semakin membaik. Walaupun masih terbaring di atas ranjang pasien dengan selang inpus yang masih terhubung di pergelangan tangan.Kimmy beranjak dari kursinya dan mendekat kepada Anna. "Mommy ... " ucap Kimmy, Anna tersenyum menatap putrinya."Mommy sudah sehat?" Kimmy menggenggam tangan Anna.Anna mengangguk sambil tersenyum. Wajahnya mulai terlihat segar kembali. Nampaknya, kondisi tubuh Anna sudah semakin pulih."Apa yang terjadi, Mom?" tany Kimmy, dia penasaran kenapa Mommynya bisa sampai berani keluar dari rumah.Kimmy melihat Anna membuang napas. "Malam itu dia pulang dalam keadaan mabuk. D
Kimmy merenung menatap langit yang gelap dari balik jendela kamar tempat Mommynya dirawat. Dia memperhatikan segumpal awan hitam yang bergerak secara perlahan dengan angin sebagai pendorongnya. Wajah lusuh karena kurang istirahat, nampaknya tidak membuat dia mengeluh. Tidak terasa, sudah tiga hari dia menemani Mommynya di dalam kamar rawat inap."Kau sedang apa, Kim?" tanya Anna, dia menegur putrinya yang seperti sedang memikirkan sesuatu."Mom, aku rindu papi," ucap Kimmy, dia menatap kosong dengan mata berkaca."Andai saja papi masih ada, mungkin keadaan kita tidak akan seperti ini, Mom," sambungnya, dia mengungkapkan isi hatinya yang sudah menangis pilu.Kimmy mendengar Anna membuang napasnya dengan kasar. "Mommy juga rindu dengan papimu, Kim. Tapi takdir sudah menentukan jalan hidup kita seperti ini. Kau harus kuat melewatinya, Kim," ujar Mommy Kimmy.Kimmy mulai meneteskan air mata ketika wajah papinya melintas di bena
Esok paginya dokter sudah mengizinkan Anna untuk meninggalkan rumah sakit. Kimmy membereskan semua barang-barang milik Anna dan dimasukan ke dalam satu tas. Tubuh Anna belum pulih benar. Namun, dia sudah dapat berjalan dengan baik."Terima kasih Dok sudah merawat Mommyku dengan baik," ucap Kimmy, dia menjulurkan tangan mengajak dokter itu bersalaman."Sama-Sama Nona Kim. Kesembuhan pasien memang sudah menjadi tanggung jawab kami," balas dokter itu dengan ramah.Iya, bagi yang punya uang. Bagi yang tidak, apa dokter akan berbicara seperti itu juga, oceh Kimmy dalam hati.Kimmy membalas senyumnya. Dan kemudian dia meninggalkan kamar rawat inap. Kimmy membantu memegangi Anna untuk berjalan. Langkah Kimmy tertahan ketika berada di area lobby rumah sakit. Karena seseorang berpakaian seragam hitam-hitam menegurnya. "Nona Kim."Kimmy melihat bingung ke orang itu. "Tuan siapa?" tanya Kimmy."Saya Camelon. Saya ditugaskan Tuan
Cukup lama Kimmy dan Piero saling beradu pandang. Membuat Kenan seperti sedang menonton adegan drama."Nampaknya kehadiranku mengganggu kaliian," seru Kenan, dia berhendak untuk pergi."Tunggu!" panggil Piero. "Kau di sini saja."Kimmy kembali ke tempat duduknya dengan wajah masam sambil melipat kedua tanganya bersila di dada. "Aku menolak kau pekerjakan di kantormu, jelas!" ucap Kimmy dengan tegas."Nona Kim. Apa sebaiknya tidak dipikirkan dulu?" saran Kenan."Pikirkan apa! Pikirkan untuk aku diam saja ketika dia melakukan hal suka-suka terhadap diriku! Iya!" balas Kimmy yang berbicara keras dan tanpa rem."Kau tahu kalau dia ini bukan manusia! Dia adalah bos yang suka memeras keringat anak buahnya!" Kimmy menatap serius wajah Kennan."Dia tidak layak mendapat penghormatanku!" tutur Kimmy, dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Dia meluapkan semua kegundahan dalam hatinya."Nona Kim, apa a
Seusai dia membaca semua dokumen yang ternyata isinya adalah pengenalan semua usaha milik Piero, Kimmy beranjak dari kursinya menuju lemari kaca yang menyimpan banyak plakat.Satu per satu diperhatikanya. Hingga mata Kimmy terpaku pada sebuah plakat yang diberikan oleh komite organisasi pengusaha muda terbaik di tahun ini. Kemudian, dia membuka kaca yang menutupi lemari itu. Lalu mengambil plakat yang berwarna kuning milik Piero Alexander.Kimmy merasakan plakat ini cukup berat. "Apa ini terbuat dari emas?" gumam Kimmy, dia menimang-nimang plakat itu."Jangan jadikan dirimu bertambah sulit karena mencuri barang milikku," seru Piero, yang secara tiba masuk ke ruangan Kimmy.PLAAAAK!Plakat itu jatuh dari tangan Kimmy membentur lantai. Kimmy tercengang karena dia kaget dengan kedatangan Piero yang tanpa mengetuk pintu. "Kau tidak pernah diajarkan bagaimana caranya masuk ke ruangan orang lain!" seru Kimmy ketus.Pi
Kimmy sudah berada di lantai 2 namun bola matanya masih mencari tempat makan yang dikatakan Piero. "Ah itu dia," gumam Kimmy, dia menuju kafe yang berada di sebelah kanan dari posisinya."Selamat siang. Selamat datang di kafe x. Ada yang bisa saya bantu, Nona?" sapa seorang pelayan dengan ramah, yang bertugas di kafe ini sebagai penerima tamu."Aku mencari meja atas nama Tuan Piero," jawab Kimmy.Pelayan itu mencari nama yang disebutkan Kimmy di buku daftar list pengunjung. "Tuan Piero ada di ruang non smoking dengan nomer meja 12, Nona. Mari saya antar," terangnya.Kimmy mengikuti pelayan yang mengantarnya menuju meja yang sudah dipesan oleh Piero. "Ini Nona meja no 12. Silakan," kata pelayan itu setelah sampai di depan meja yang dituju.Kimmy melihat Piero sedang berbicara dengan seseorang yang di mana posisi lawan bicaranya membelakangi Kimmy.Cuma ada dua kursi. Aku lebih baik berdiri saja. Daripada harus me