Share

5 - Kekerasan didepan mata

"Ayoo pergi," ajak Sere tadinya ia ingin memarahi Faresta karena tiba - tiba menciumnya, saat ingat di tempat umum akhirnya memendam keinginannya.

Sere diam saja, masuk ke mobil meninggalkan Faresta yang tersenyum penuh kemenangan.

"Sekarang kita prewedding dulu," tutur Faresta, Sere hanya diam tak menjawab masih kesal dengan kejadian tadi, ia mengangkat bahu tak peduli saat tidak mendapatkan sahutan, melanjutkan perjalanan dengan keheningan.

Sere diperintahkan untuk mengganti pakaiannya, ia hanya menurut. Selesai melihat pantulan diri dicermin, dia sedikit terpaku karena tak menyangka akan secantik ini. Sehabis puas mengagumi sendiri, Sere lekas keluar saat dipanggil oleh Faresta  mengetuk pintu dengan tak sabaran.

"Kenapa lama sekali," geram Faresta terpaku saat tatapannya, melihat paras cantik Sere.

Sere sama terdiamnya, mereka saling mengagumi visual masing - masing. Sampai teguran fotograper membuat keduanya tersadar, lekas Faresta membantu Sere berjalan larena high hillnya yang tinggil.

"Duh, aku takut jatuh," gumam Sere pelan, Faresta menoleh lalu tersenyum saat gadisnya terus menatap kaki yang memakai high hill.

"Makanya pegangan sama aku," kata Faresta dengan nada lembut, Sere hanya mengangguk menurut.

Faresta dan Sere mengikuti intruksi fotograper, melakukan gaya sesuai perintah pria itu. Dua jam mengerjakan, akhirnya memerintahkan untuk pose bebas. Dengan senang hati Faresta langsung meraih tengkuk Sere, dan menciumnya lama, menginstruksikan agar pengambil gambar memotretnya. Faresta terus melakukan model hot, yang membuat Sere syok dan malu. 

"Kamu jangan seenaknya, nyosor dong," geram Sere saat keduanya tengah berdua.

"Why? 'kan bentar lagi kita nikah," seru Faresta, tak tersinggung dengan ucapan Sere, melepaskan pakaian menjadi bertelanjang dada karena mereka berada dalam ruang make-up.

"Kenapa kamu membuka baju di sini!" pekik Sere menutup matanya, terkejut melihat Faresta melepas pakaian dihadapannya, apalagi roti sobek membuatnya memikirkan untuk bersandar pasti enak.

"Memangnya kenapa? kamu tergoda," goda Faresta mendekati Sere yang duduk di kursi yang masih menutup wajahnya dengan telapak tangan.

Faresta membungkukan tubuhnya, agar mukanya sejajar dengan Sere. Lengan kekarnya terulur menarik tangan yang menutup para gadis yang diincarnya, senyuman terukir saat wajah Sere langsung berpaling. 

"Menjauhlah," berang Sere mendorong dada bidang Faresta, tetapi tidak mundur sedikitpun.

"Hahahha, kamu menggemaskan sekali. Ayo buka pakaianmu, kita adu siapa yang paling tahan tidak menyerang," tantang Faresta menaikan alisnya menatap Sere.

"Tidak! kamu mencari kesempatan dalam kesempitan aja." Tolak Sere ia menggeleng keras, menolak tantangan mesum dari Faresta.

"Alasan saja, bilang saja kamu takut kalah dengan tantangan itu," ejek Faresta membuat Sere geram, memang itu tujuannya.

"Aku tidak takut kalah, aku hanya malu tidak berpakaian dihadapan lelaki," elak Sere.

"Cuma gak pake baju, gak usah lepasin bra kamu. Alasan aja malu, bilang aja takut!" cemoh Faresta, ingin memancing Sere agar mengiyakan tantangannya.

"Kamuuuuu!" geram Sere menggertukan giginya.

"Oke aku terima," kata Sere kesal, Faresta tersenyum penuh kemenangan.

Sere melepaskan gaunnya, menyisakan celana pendek sepaha dan bra merah. Faresta terpaku dengan tubuh putih nan mulus, ingin rasanya ia cepat - cepat melahap habis perempuan dihadapannya. Dirinya berusaha meredam gairah yang langsung muncul, tanpa harus dirangsang terlebih dahulu.

Sere tersenyum puas, saat melihat sesuatu menonjol di selangkang Faresta, senyuman mengejek muncul di bibirnya membikin pria itu menggeram kesal.

"Aku menyerah!" geram Faresta, ia mendekat dengan cepat, menarik lengan Sere membuat gadis itu menabrak dada bidangnya, dirinya menunduk melahap bibir ranum candunya itu. 

Tangan kirinya tak diam, merayap meremas payudara Sere yang terbungkus bra. Sedangkan lengan kanannya memeluk erat tubuh gadisnya nan berusaha melepaskan diri.

"Lepaskan aku," sentak Sere dengan napas terengah, disaat Faresta melepaskan pautannya melihat Sere membutuhkan oksigen.

"Bernapas bodoh," ucap Faresta memaki, lalu meraup bibir ranum itu hingga membengkak.

Faresta beralih ke leher jenjang Sere membuat tanda kepemilikan, Sere melenguh ia mulai terlena sentuhan pria mesum ini.

Puas menghiasi bagian itu, beralih kedua gundukan yang dia remas, menurunkan penutup karena tidak ada busa membikin dirinya gampang melahap dan mulai mengulum puting gadisnya sudah mengeras.

"Ahhhhh," lenguh Sere, tanpa sadar ia menjambak rambut Faresta, membuat pria iru semakin bersemangat karena gadisnya terpancing.

"Enak 'kan sayang," ucap Faresta bersamaan pintu terbuka, membuat Sere terkejut lalu mendorong pria yang mengulum putingnya membikin sedikit meringis saat merasa sakit diarea itu. Lekas menutup payudaranya lagi cepat meraih handuk yang ada didekatnya.

"Maaffff, Tuan." Perias yang memake-up Sere menunduk, karena tak sengaja mengangguk aktifitas panas majikannya. 

"Kau tau salahmu di mana!" geram Faresta dengan nada dingin, ia meraih pakaiannya lalu memakainya mendekati wanita yang diam di pintu.

Faresta menjambak rambut wanita itu, membuat Sere terkejut dengan tindakan Faresta. Ia menutup mulutnya saat melihat, Faresta membenturkan kepala perias itu ke pinggiran pintu membuat keningnya mengeluarkan darah, bersamaan raungan.

"Tuan, maaffff, ampunnnnn," isak perias, meringis saat perutnya ditinju oleh Faresta.

"Stopppp, Tuan!" pekik Sere panik melihat darah mengalir semakin banyak di kening perias.

"Dia sudah menganggu kesenanganku, harus dihukum!" geram Faresta tertahan, menoleh membalas tatapan Sere yang menajam.

"Lepaskan! aku bilang lepasankan, lepaskan setan!" sentak Sere kesal, ia mendekat setelah memastikan handuk tidak akan melorot. 

"Kamuuuuu, belum ada yang berani membentakku," ujar Faresta dingin, menatap marah ke arah Sere. Terlihat dari urat - urat yang menonjol.

Sere gementar takut, nyalinya langsung menciut. Faresta merogoh sakunya, menelepon seseorang. Beberapa saat datang dua pria melakukan perintah Faresta, membawa perias yang mulai hilang kesadaran itu.

"Di--dia mau dibawa ke mana?" tanya Sere pelan, saat pintu sudah ditutup dengan keras.

"Kamu malah mengkhawatirkan orang lain, sedangkan dirimu sedang terancam," kekeh Faresta mendekati Sere, yang tanpa sadar melangkah mundur. Terhenti saat tubuhnya menabrak tembok, membuat rasa dingin hinggap dikulit yang terpangpang.

"Kenapa berhenti," ejek Faresta menaik turunkan alisnya.

"Ya iyalah berhenti, kan ada tembok. Emang aku apaan bisa nembus tembok," ucap Sere yang rasa mengucapkan dalam hati, malah berujar dengan gumaman, membuat Faresta menyeringai geli.

"Sudahlah, lain kali jangan ikut campur. Jangan sampai aku menyakitimu, wanita yang akan melahirkan anakku," ujar Faresta datar, ia keluar memerintahkan agar Sere lekas menganti pakaian.

Sere mengembuskan napas berat, ia sangat takut tadi. Beruntung Faresta tidak melakukan tindakan kekeras padanya. Lekas mengganti pakaian, menyusul pria itu yang sudah berada diparkiran. Sehabis masuk ke mobil, Faresta langsung melajukan mobilnya, suasana terasa mencengkram, padahal sinar matahari sangat terik bukan hujan petir.

"Kita mau ke mana?" tanya Sere pelan, berusaha memecahkan keheningan yang seperti hendak menelannya.

Faresta bungkam, tak menjawab pertanyaan Sere, membuat gadis itu mengembuskan napas, memilih bersandar dan memejamkan mata sampai terlelap.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Dayat_eMJe
lanjut thor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status