Suara perut Sere membuat gadis itu memalingkan wajahnya menatap keluar jendela, wajahnya sudah memerah karena malu.
"Perut sialan! malunya aku," batin Sere, meremas perutnya karena lapar.
Faresta tersenyum kecil tidak terlihat sama sekali, ia lebih cepat melajukan mobil lalu memarkirkan ke restoran. Membuat Sere menatap tempat yang mewah dihadapannya, lalu menoleh menatap Faresta.
"Ngapain ke sini?" tanya Sere.
"Pup," sahut Faresta singkat, Sere menatap kesal pria dihadapannya dengan tajam.
"Masa iya, mau pup harus ke resto, kan bisa tadi ke toilet umum, Tuannnnn," geram Sere tertahan tak habis pikir.
"Kauuu banyak bicara, ikut saja ayoo," ajak Faresta turun dari mobil lalu menarik Sere agar mengikutinya.
Iya mendudukan Sere dengan sedikit keras, beruntung kursi itu empuk membuat bokongnya tak sakit. Faresta pun ikut mendaratkan pantatnya, lekas membaca menu dan memilih makanan cepat memesannya. Dengan iseng sambil menunggu gadis itu meraih daftar, membulatkan mata saat melihat harga hidangannya yang dipesan Faresta.
"Kenapa harganya mahal sekali," ucap Sere pelan, menatap Faresta penuh pertanyaan.
"Koki Mingoo Kang." Sere mengangguk mengerti karena yang memasak adalah koki hebat.
Setelah pesanan datang Sere terdiam, hanya dua porsi dan meminumnya harga sampai empat juta. Mendingan uangnya disimpan untuk keperluan lain, lalu makan di pinggir jalan tempat langganannya, ya ia harus mengajak Faresta agar mau mencicip jajanan murah meriah tapi wenak.
"Kenapa melamun? gak suka, ayoo pesan lagi," tawar Faresta saat melihat Sere hanya menatap makananya.
Sere tersentak saat mendengar suara Faresta, ia lekas menggeleng lalu melahap makanannya. Faresta hanya tersenyum, tangannya terulur mengelap sisa santapan di bibir Sere membuat gadis itu terpaku.
"Ayoo pulang," ajak Faresta setelah menghabiskan makanannya.
"Aku ingin melihat Ibuku," pinta Sere mengelap bibirnya dengan tisu.
"Ya sudah, aku antar tapi jangan lama - lama, aku lelah sekali," ujar Faresta dibalas anggukan Sere.
"Terimakasih," ucap Sere melihat Faresta membayar makanan lalu dirinya mengikuti langkah pria itu yang mulai mendekati mobil di parkiran.
"Ayoo masuk." Faresta menatap Sere yang sedari tadi malah terdiam di hadapan pintu mobil.
"Iya," sahut Sere masuk lalu memakai sabuk pengaman, Faresta langsung melajukan mobilnya.
Faresta benar - benar mengantarkan Sere ke rumah sakit, pria itu langsung memarkirkan mobil dan mengikuti langkah Sere.
"Kenapa kamu mengikutiku?" tanya Sere mengungkapkan rasa penasarannya, saat sudah sampai di pintu ruangan Ibunya dirawat.
"Memangnya tidak boleh?" tanya balik Faresta, menatap Sere yang menggeleng.
"Tidak sih," seru Sere lalu membuka pintu, terlihat sang Ayah tengah duduk di kursi sambil bersidekap.
"Ke mana saja kamu!" sergah Al, menatap tajam ke arah Sere, sedangkan Faresta tidak ada disampingnya karena mengangkat telepon.
"A--aku dari rumah, Yah," sahut Sere dengan nada gemetar, tetap saja ia seorang perempuan apalagi anaknya saat dibentak pasti rasanya sesak.
"Harusnya kamu cari kerja! atau jaga Ibumu ini tadi malam. Suster meneleponmu dan tidak diangkat, karena wanita keadaannya memburuk! Ayoo mana uang yang Ayah minta, sambil sini uang untuk biaya menjaga Ibumu," pinta Al menyodorkan tangannya.
"Ayahhhhh, Sere tak punya uang," cicitnya pelan, bersamaan Faresta masuk.
"Ada apa ini?" tanya Faresta diam disebelah gadisnya.
"Kau siapa! jangan ikut campur," sergah Al menatap tajam Faresta.
"Jaga ucapanmu!" geram Faresta menatap tajam Al.
"Dia siapa?" tanya Faresta berusaha melembutkan suaranya.
"A-aaaa," ucap Sere gemetar karena ditatap tajam oleh Al, menisyaratkan agar cepat - cepat memberi uang.
"Aku Ayahnya, memangnya kenapa! kau siapa?" tanya Al dengan gaya sombong, menilai pakaian Faresta sampai membulatkan matanya karena tau harga barang - barang yang melekat di tubuh pria di dekat putrinya.
"Ohhhhh, saya calon suaminya," ucap Faresta datar, nenatap remeh ke arah Al.
"Pekerjaanmu apa, sampai mau menikahi anakku, dan maharnya kau bisa berikan beraha ha!" geram Al kesal, karena ditatap remeh oleh pria dihadapannya membuat harga dirinya serasa jatuh.
"Saya CEO dan memiliki beberapa perusahaan diluar negeri dan mahar bisa kau tanyakan pada Sere, pernikahan kami seminggu lagi," sahut Faresta tenang, Sere menunduk malu.
"Memang berapa mahar yang dia berikan, jangan - jangan kau mengajukan sedikit lagi," bentak Al menatap putrinya tajam.
"Lima milyar Yah, maharnya," kata Sere membuat Al terdiam sebentar.
"Kamu pasti bohong," sindir Al masih tak terima.
"Ini buktinya." Sere memberikan sebuat cek lalu menariknya lagi saat sang Ayah hendak merebutnya.
"Nanti Ayah kukasih, tenang saja. Ini biaya untuk Ibu," tutur Sere pelan, tak ingin terdengar oleh Faresta.
"Jangan lupa cepat tranfer," ancam Al membisikan kepada Sere lalu melangkah meninggalkan mereka.
"Ibuuuuu, Sere ke sini," ucap Sere membelai surai sang Ibu yang mulai memutih.
Faresta menatap Sere keluar karena ingin menemui Al, ia melangkah mendekat lalu menarik lengan pria itu, tak lupa membersihkan tangannya dengan ekfresi jijik.
"Ada apa?" tanya Al dengan nada sombong.
"Saya hanya meminta diakad nanti kau datang, karena Sere membutuhkan untuk wali," ujar Faresta angkuh.
"Lalu apa yang kudapatkan, saya tak mau melakukan apapun tanpa mendapatkan apa-apa," sahut Al menyeringai.
"Saya bayar seratus juta," ucap Faresta melipatkan tangannya di dada.
"Seratus lima puluh juta," pinta Al menyerangi pasti pria sombong dihadapannya yang mengaku sebagai calon mertua
"Deal, ini ceknya," ucap Faresta menulis nominal lalu memberikannya kepada al sesuai ke inginannya, sehabis itu melangkah pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun.
"Calon menantu sialan, sekaya apa dirinya," gumam Al memasukan cek itu kekantong, ia akan cepat - cepat mencairkan uang itu.
***
Sere terus mengajak berbicara Ibunya yang masih betah memejamkan mata, ia mengusap lembut puncuk kepala wanita yang melahirkannya. Tak menyadari bahwa Faresta sedari tadi tadi tidak ada.
"Apa dia tidak menyadari aku jika tak ada?" batin Faresta bertanya saat masuk ke bilik dan menatap wanita yang berwajah sendu.
"Ayooo, waktumu telah habis, cepat aku sangat lelah!" tegur Faresta memegang lengan Sere, menariknya keluar.
"Apa aku boleh menginap disini?" tanya Sere pelan.
"Tidak! kau harus istirahat karena sebentar lagi hari pernikahan kita," kata Faresta memasukan Sere ke mobil, cepat melajukannya.
"Ini bukan jalan ke rumahku." Sere menatap jalanan lalu beralih ke Faresta.
"Memang iya,"sahutnya tak peduli.
"Kamu mau bawa aku ke mana, antarkan aku pulang," geram Sere saat mendapatkan gelengan dari Faresta.
"Farestaaaaaa."
Faresta kesal ia mematikan mesin, lalu menatap tajam ke arah Sere. Melepaskan sabun pengaman dan tubuhnya dicodongkan sampai bibir tebal itu bisa memangut benda kenyal yang sedari tadi mengoceh membuatnya geram. Sere mematung saat pria dihadapannya melakukan dengan kasar, tetapi perlahan terlena.
30 - lima puluh jutaSere terbangun saat jarum jam sudah pas menunjuk angka sepuluh. Matanya mengerjap menyesuaikan penglihatan karena cahaya masuk, gorden dibuka oleh Faresta. Pria itu baru saja pulang dari joging, dan melihat istrinya masih terlelap."Eunghhhhh," lenguhan Sere terdengar membuat Faresta menoleh memandang istrinya."Sudah bangun ratu tidur? Ayo cepat mandi dan sarapan," ujar Faresta mendekat dan duduk di hadapan Sere yang mengucek matanya."Ishhh, kamu menganggu saja. Tubuhku sangat pegal itu karenamu!" geram Sere memandang kesal ke arah Faresta."Sudah jangan menggerutu, mau kutambahkan lgi rasa pegalnya!" ancam Faresta membuat Sere membulatkan matanya lalu mendengkus."Kamu memang iblis berwujud manusia!" maki Sere menarik selimut lalu melangkah perlahan menuju kamar mandi, Faresta tersenyum jahat melihat gaya berjalan istrinya.&nbs
29 - Obat yang ditukar"Maaf Yah, tadi Sere tidur," balasnya pelan."Enak ya, tidur-tidur. Mana uang yang mau kamu transfer?" tanya Al dengan nada sedikit keras menahan amarah."Nanti Yah." Sere bingung harus menjawab apa."Nanti-nanti, pokoknya besok uang itu harus ada direkening Ayah!" geram Al lalu mematikan sambungan telepon secara sepihak."Apa yang harus kulakukan," gumam Sere memijit keningnya.***Matahari berganti bulan, Sere memandang langit malam yang terang hari ini. Ia memejamkan mata menikmati semilir angin berembus, lalu melihat bumantara lagi. Memikir ucapan sang Ayah yang menginginkan besok uang itu harus ada di rekeningnya membuat dirinya pusing.Sebuah lengan kekar melingkar di pinggang rampingnya, membikin terlonjak dan suara kekehan terdengar dari belakang."Kamu mengejutkanku, Tuann," geram Sere tetap pada posisi yang sama."Apakah kamu lupa, kamu mengganti panggilanku dengan sebutan apa?" tany
28 - Mencuri!Dari balik pohon Kanara berdiri, memandang bangunan megah yang dulu menjadi tempatnya berteduh. Tangan terkepal saat melihat sebuah mobil keluar, tetapi ia masih ragu untuk menampakkan diri saat mengingat kejadian di mansion Faresta. Ia melangkah mendekat lalu masuk ke sana, tanpa dihalangi oleh orang - orang karena mereka belum tau jika dia hendak diceraikan."Nyonya baru pulang?" sapa pelayan saat melihat Kanara berjalan menaiki tangga menuju kamarnya."Hmmmm." Kanara hanya berdehem dan menoleh sekilas tanpa berhenti melangkah, perlahan ia membuka pintu lalu masuk sedangkan pelayan yang bertanya tadi sudah pergi.Dirinya mengembuskan napas lega saat sampai kamar, dihempaskan tubuh ke kasur yang sangat empuk. Memejamkan mata lalu bangkit lagi, melangkah menuju lemari mengambil beberapa perhiasan miliknya. Hari ini dia nekad ke sini karena uang telah habis tak tersisa, dengan penuh harapan benda mahal ini belum diambil ternyata b
27 - Panggilan baru"Kenapa kamu diam saja Sere, kamukan sudah janji sama Ibu tadi mana," tegur Desti menatap tajam anaknya bak elang memandang mangsa."Ibuuuuu, astaga sudah jam segini. Pasti kamu harus ke kantor, ayoo cepat!" ujar Sere mengalihkan topik ia pamit dengan cepat dan mendorong Faresta agar berjalan."Heyyy, sudah dorongnya. Kita udah sampe ke parkiran," tutur Faresta terkekeh geli lalu berbalik memandang istrinya."Kenapa menatapku seperti itu!" ketus Sere mengalihkan matanya ke samping tidak ingin bertabrakan dengan manik Faresta."Ayo cepat! masuk mobil. Kamu akan aku antarkan ke rumah," kata Faresta lalu masuk tanpa membukakan pintu untuk Sere."Menyebalkan sekali," gerutu Sere lalu membuka pintu dan menutupnya lagi terdengar suara benda itu dikunci membuat Sere memandang suaminya."Kenapa pake segala dikunci," seru Sere spontan Faresta yang menyalakan mobil menoleh memandang istrinya."Memangnya kenapa,
26 - TamparanSere bangun pagi - pagi ia lekas membersihkan diri lalu pergi ke kantin untuk mengisi perut yang bergejolak minta diisi sedari tadi."Ahhh, kenyangnya." Sere mengelap bibirnya lalu cepat membayar."Mendingan aku belikan Ibu buah saja, pasti dia senang." Senyuman itu selalu terbingkai semenjak berbincang dengan Desti, dengan riang ia melangkah pergi menyebrang jalan untuk membeli buah - buahan."Aishhh, beruntung aku masih memiliki uang," ujar Sere memandang dompetnya, ia lekas memilih buah dan membelinya.Setelah membeli buah, Sere langsung ke rumah sakit dan cepat ke ruangan Ibunya. Saat membuka pintu pendengarannya menangkap suara tamparan membuat melebarkan akses masuk lalu matanya membulat saat melihat sang Ibu tengah memegang pipi."Apa yang kamu lakukan!" Teriak Sere penuh kebenciaan, ia mendekat dan mendekapan Ibunya."Dia pantas menerimanya, karena tak menuruti keinginanku," seru Al bersidekap dengan
25 - Jalang!"Sudahlah, Tuan. Kalau kamu ingin pergi, pergi saja," usir Sere dengan nada kesal, ia mengerucutkan bibirnya sambil menghentakan kaki.Faresta mengulas senyum tipis melihat tingkah istrinya, lalu menoleh memandang ibu mertua yang menggelengkan kepala."Ibuu, aku pamit dulu ya," ucap Faresta dibalas anggukan Desti."Hati - hati, Nak." Faresta mengangguk sebagai jawaban lalu melangkah keluar menghilang dari balik pintu."Sereee," panggil Desti membuat wanita itu menoleh memandang Ibunya."Kenapa kamu memanggil suamimu Tuan, kamu jadi seperti bawahannya," seru Desti memandang anaknya bingung."Lalu aku harus memanggil apa, Buu," balas Sere menghempaskan bokongnya di kursi.Aku memang bawahannya, aku akan ditendang jika sudah selesai melakukan tugasku," lanjut Sere dalam hati tanpa sadar meremas baju yang ia pakai.Desti menepuk bahu Sere, membuat perempuan itu mendongak memandang Ibunya. "Ada apa Bu?" tanyanya.