Aksa bungkam seribu bahasa, lidahnya begitu getir ingin mengatakan hal yang sebenarnya terjadi pada Shikha.
"Aku sudah mendapatkan sebuah kabar dari anak buahku, bahwa–"tiba-tiba saja Aksa menghentikan ucapannya begitu saja, Shikha semakin mendekat. Ia meneliti mimik wajah Aksa yang berubah.
"Katakan,"ucap Shikha penuh harap. Aksa sungguh tak tega, memberikan berita ini kepada Shikha. Namun, ia juga tak ingin jika istrinya itu mendapat kabar dari orang lain.
Dalam satu tarikan, dengan keyakinan dan segala resiko. Aksa melanjutkan kalimatnya yang tadinya sempat terjeda.
"Clay, sahabatmu. Telah tiada,"jantung Shikha berdegup lebih cepat, aliran darahnya berdesir hebat.
Kakinya tak mampu lagi berpijar, hingga membuat tubuhnya mencelos ke lantai.
"Katakan, jika ini bagian dari leluconmu, Aksa."lirih Shikha, sedetik kemudian bulir putih bening jatuh kepipinya. Aksa bungkam, lidahnya keluh. Ia sungguh membenci wanita itu, tapi ia lebih
Seusai pemakaman Clay dilangsungkan, pagi itu juga Aksa membawa Shikha menuju sebuah tempat yang telah menjadi tujuannya datang. Dia harus bergerak cepat untuk menuntaskan kasus kematian Clay. Aksa segera mengemudikan CRV hitam miliknya menuju tempat tujuan. Shit! Jalanan di hadapannya macet total karena sedang ada perbaikan jalan. Menyebalkan! Dia bisa telat sekarang, pikirnya kesal. Pukul 9 pagi akhirnya mereka berdua tiba di tempat tujuan. Dia segera menemui anak buahnya di ruangan tempat biasa mereka berkumpul untuk menyusun strategi. Hanya Aksa dan anak buahnya'lah yang mengetahui tempat ini. Seluruh mata tertuju pada mereka berdua, wajah pias Shikha dengan mata sembabnya terlihat begitu miris, mereka yakin sekali. Shikha begitu terpukul atas kematian sahabat yang sudah ia anggap sebagai saudara kandungnya sendiri, semasa kecil mereka selalu bermain bersama, banyak sekali kenangan yang mereka pahat begitu indah dalam memori mereka. "Dimana dia?"Tanya Aks
"Ayo kita pulang, Shikha. Aku sudah tak sabar ingin segera 'menyantap'mu. Upss ... Maksudku ingin segera menyantap masakanmu, untuk urusan pria bodoh ini kita bisa tunda hari ini."kata Aksa seraya merangkul bahu Shikha dan segera membawa wanita itu pergi dari ruangan ini."Jika kau berani menyentuhnya lebih jauh, maka kau akan menyesal, Aksa!"peringat Carlos dengan nada tinggi, namun Aksa sengaja menulikan pendengarannya."Aku akan pulang bersama Nona muda, terus awasi pria itu dan jangan sampai lolos dari pantauan kalian atau kalian semua akan menerima akibatnya."ucap Aksa dengan nada penekanan dan tentunya begitu dingin."Oh, ya. Jangan anggap pria polos itu tak berbahaya, dia begitu berbahaya maka berhati-hatilah kalian."peringat Aksa pada anak buahnya itu.Aksa membawa pergi Shikha dengan Mobil CRV hitam miliknya menuju rumah, namun langkah Shikha terhenti, Aksa yang menyadari itu lantas menoleh kebelakang untuk melihat apa yang ingin membuat langkah
"Aku jadi tidak menyesal karena telah menikahkanmu dengan Aksa, Shikha."Suara berat itu berhasil membuat Shikha tertegun dengan bibir bergetar ia perlahan membalik tubuhnya untuk melihat siapa yang baru saja mendengar keluh kesahnya.Tiba-tiba sosok pria itu memeluknya begitu erat, seakan tak mengizinkan siapapun melukai tubuh mungil wanita itu. Padahal, jika di visum terlihat jelas sayatan serta luka lebam yang membalut kulit putih pucat milik Shikha.Shikha masih tak bergerak, bahkan ia tak membalas pelukan pria itu. "Ayah merindukanmu, Shikha."kata Harsa dengan suara seraknya. Seketika Shikha langsung membalas pelukan Harsa, nahas. Yang terjadi ia malah ingin tersungkur ke lantai, ternyata itu semua hanyalah khayalan Shikha semata. Sebegitu ia merindukan sosok ayahnya yang telah lama pergi meninggalkan dirinya.Shikha mengela air mata yang lolos seiring dengan kedatangan Aksa baru saja."Hey! Aku menyuruhmu untuk memasak, bukan melamun seperti ini."kat
Aksa yang telah mengetahui kode itu, tak tinggal diam. Ia melepas kaitan pada bra hitam milik Shikha, hingga membuat payudaranya terekspos begitu jelas dan sangat indah."Apa yang kalian lakukan!"suara bariton itu berhasil membuat aktifitas Aksa terhenti, dengan cepat ia memeluk tubuh Shikha dan berusaha menutupi tubuh bagian atas Shikha yang terekspos."Peluk erat tubuhku atau kau lebih memilih tubuhmu dilihat oleh Papi mertuamu."bisik Aksa, tangan Shikha memeluk tubuh Aksa dengan erat, ia menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Aksa, rasanya ia ingin sekali lenyap saja dari muka bumi ini.Pria bertubuh tinggi, rahang tegas, serta mata sedikit tajam itu perlahan berjalan mendekati mereka."Harusnya kalian melakukan itu di dalam kamar, bukan di dapur seperti ini."kata Ganendra_Papi Aksa kepada anak dan menantu perempuannya.Aksa berdecak, ia amat tahu jika sekarang papi nya ini tengah menggodanya. "Papi, bisakah datang setelah kami menyelesaikan i
Aksa kini telah berdiri tepat di depan pintu kamar Shikha yang terkunci, ia sungguh tahu jika istrinya itu tengah nangis tergugu meskipun dirinya tak dapat mendengar suara Shikha karena kamarnya kedap suara. Aksa menekan tombol berwarna hijau dan berharap wanita itu keluar dari ruangan itu. Tiga kali Aksa menekan tombol itu, namun wanita itu enggan untuk keluar. ini semakin membuat hati Aksa gundah, jujur ia sangat khawatir akan keadaan wanita itu meskipun selama ini dirinya begitu senang membuatnya kesal. "Apa wanita itu tuli? Atau ia sudah tiada di dalam sana,"gerutu Aksa dengan dahi yang sedikit mengkerut. Selama ini ia sungguh tak tahu bagaimana cara membujuk seorang wanita, mantan kekasihnya saja tak berani marah kepadanya, pasalnya Aksa sendiri adalah pria yang mempunyai sifat tempramental, pasti sudah dapat menerka-nerka bagaimana jika sifatnya itu kambuh. Aksa yang mulai kesal kemudian menekan bel itu berulang kali dengan tempo yang be
Kedua insan yang tengah tergulung selimut tebal masih merajut mimpi di atas bentangan nabastala terkikis sinar mentari yang menyapa pagi hari ini. Aksa mengerjap mata beberapa kali sebelum bangkit untuk duduk di tepi ranjang milik Shikha yang akan menjadi miliknya. Aksa melirik ke samping dimana tengah terbaring seorang gadis, lebih tepatnya seorang wanita yang telah ia rampas ke virginannya tadi malam. Sekelebat memori otaknya memutar setiap detik kejadian yang semalam terjadi, Aksa yang begitu ganas hingga membuat Shikha kewalahan akibat menerima hujaman berulang kali dari Aksa. Seulas senyum tipis terbit dari bibir Aksa, ntah mengapa dirinya kini merasakan hal aneh yang menyelimuti perasaannya. Sangat sulit diterima oleh akal sehat Aksa, bahwa tadi malam ia mengaku begitu mencintai istrinya, pria itu juga mengatakan bahwa Shikha tak akan pernah lepas dari cengkramannya. Aksa kini beralih menatap jam weaker di atas nakas, tepat berada di sampingnya.
"Aksa..."panggil Shikha lirih dari dalam kamar mandi, namun suaranya terdengar cukup jelas. Aksa segera melangkah, menghampiri Shikha yang telah selesai berendam seraya membawakan handuk untuknya."Ini handukmu,"Aksa beralih menatap kearah lain, ia sangat tau jika Shikha tak ingin dilihat dalam keadaan seperti ini. Ya meskipun percuma saja, Aksa telah melihatnya dengan jelas semalam.Shikha segera meraih handuk itu dan melilitkan ketubuhnya."Sudah,"mendengar itu Aksa langsung berbalik dan segera menggendong Shikha untuk keluar dari bathtub.CEO dingin itu dengan perlahan-lahan meletakkan Shikha ke atas ranjang."Apa kau bisa memakai pakaianmu sendiri?"tanya Aksa, Shikha mengerjap dengan mata bulat nan polosnya itu lalu ia menggeleng kuat.Tak tahan dengan sikap lucu istrinya ini, Aksa kemudian mencomot pipi chubby Shikha sembari tersenyum tipis."Baiklah, Nona muda. Tuan muda yang paling tampan di dunia akan segera menyiapkan pakaian
"Aku akan menyuruh Bi Lean untuk membawakan kita sarapan."kata Aksa seraya berjalan keluar kamar. Shikha yang masih tergenang dalam lamunannya, kini kembali tersadar karena suara bel berbunyi. Pria bertubuh jangkung memunculkan dirinya dari luar memasuki kamar, ia duduk di tepi ranjang dan setelahnya beralih memainkan ponsel. Lihatlah, baru saja ia merasakan bahwa Aksa telah berubah menjadi ramah dan begitu seru namun sekarang ia kembali menjadi batu es yang dingin dan tak tersentuh. Setelah beberapa waktu berlalu tanpa adanya perbincangan satu sama lain, kini mereka telah menikmati sarapan pagi bersama di kamar setelah kedatangan Bi Lean beberapa saat yang lalu. "Kau menyetujui ide Mami?"Tanya Aksa dengan mulut yang masih penuh dengan makanan, Shikha menatap Aksa kemudian kembali fokus dengan sarapannya. "Aku tak tau... Semua tergantung padamu."ucap Shikha. Aksa mengangguk samar kemudian kembali melanjutkan kegiatannya yaitu mengunyah