Home / Rumah Tangga / 7 Ramadhan Tanpamu / Suamiku Lebih Aku Pentingkan

Share

Suamiku Lebih Aku Pentingkan

Author: TheCalm
last update Last Updated: 2022-05-17 20:33:46

Seperti gayung bersambut, Nizam pun hendak menelpon istri tercintanya untuk memberikan kabar. "Dik, halo!" Ucapnya tergesa-gesa.

"Assalamu 'alaikum," Zeira mengingatkan.

"Iya, Dik. W*'alaikumsalam. Tadinya Abang mau menelpon Adik," ungkap Nizam dengan suara berbahagia.

Zeira mengernyitkan dahinya, 'Apa Bang Nizam tahu aku jual cincin kawin?' pikirnya tak terucap.

"Dik, kok di sana riuh sekali? Adik lagi di mana?" tanya Nizam heran.

"Oh, iya Bang, Adik ini mau nengok ibu di Sukabumi, Pak RT pagi sekali menelpon memberitahu kalau ibu sedang sakit." Jelas Zeira.

"Adik ini kebiasaan selalu minta izin setelah di jalan."

"Iya, maafkan, Adik. Tadi Abang mau menelpon, mau apa?"

Nizam menarik napas panjang sebelum dirinya memberitahukan kepada istrinya. Dia ternyata telah ditelpon dari pihak agensi Belanda untuk bersiap-siap bekerja di sana. Nizam memang sudah lama mengagumi negara Belanda ini serta sudah lama juga dirinya mengirim CV-nya ke agensi sana. Walaupun tadinya hanya coba-coba saja.

"Apa? Abang mau ke Belanda bulan besok? Ninggalin Adik dan Zidan, Bang?" ucap Zeira terkejut hingga suaranya terdengar ke seluruh angkot yang ditumpanginya.

"Sebelumnya Abang pulang dulu, minggu besok Abang harus medical check-up juga membuat paspor." Jelasnya dengan helaan napas kasar. Kemudian menambahkan,"Abang ke sana untuk masa depan kita, Dik. Masa kita tinggal berjauhan sedangkan masih di wilayah Indonesia. Abang di mess, adik di kontrakan."

"Tapi 'kan Bang. Kalau masih di dalam Indonesia setidaknya kalau ada apa-apa Abang bisa pulang!" Pernyataan Zeira disertai nada memelas yang terdengar di telepon genggamnya yang menempel di kuping. "Abang mengerti, salah satu dari kita harus berani berkorban demi masa depan, Adik." Nizam meyakinkan kembali, akan tetapi pembicaraan terputus dan sudah dipastikan kalau pulsa sudah habis. Deruan napas Zeira nyaring bersamaan dengan bunyi tanda telepon terputus.

Terminal sudah ada di depan mata, Zeira melirikan matanya ke arah dua bis dengan jurusan berbeda ialah Sukabumi dan Jakarta. Kemudian kakinya pun melangkah pada moda kotak persegi panjang ini. "Kini, suamiku lebih penting bagiku dari ibu tiriku yang sedang sakit." Zeira berdesis sendiri sambil dengan cepat melangkahkan kaki kanannya masuk ke dalam bis jurusan Jakarta. "Bismillahirrohmanirrohim...."

Zeira memantapkan hatinya pergi menemui Nizam. Perasaan serta pikirannya tidak menentu ketika mendengar bahwa Nizam akan ke Belanda. Zeira memang tidak sanggup berjauhan ribuan miles dari suaminya serta jangkaunnya bukan dengan bis melainkan pesawat terbang. Di dalam bis matanya memperhatikan ke seluruh deretan tempat duduk, kemudian cepat berjalan pada deretan berkursi dua dan memilih duduk di dekat jendela. "Pak, perjalanan akan dimulai jam berapa?" tanya Zeira pada Pak Kondektur bis yang menghampiri untuk membayar tiket. Dia pun menjawab, "Jam setengah sepuluh lah, Neng." Kemudian Pak Kondektur pun turun bersamaan dengan Zeira, karena dia hendak membeli beberapa biskuit untuk Zidan. Setelah membeli keperluan selama perjalanan Zeira pun kembali duduk di mana dia meletakan tas kecil berisi beberapa helai baju ganti Zidan dan dirinya.

Setelah menunggu selama hampir 30 menit bis pun melaju dengan kecepatan sedang menelusuri tol cipali ini dan beberapa daerah lainnya. Di dalam bis Zeira segera mengirimkan pesan pada Pak Adam mengabarkan bahwa dirinya kali ini tidak bisa menjenguk ibu karena ada kepentingan lain di Jakarta.

Lalu kenapa Zeira tidak tinggal bersama keluarga ibu tirinya? Kenapa memilih kota Tasikmalaya?

Bis berhenti di rest area waktu maghrib berkumandang berarti tanda berbuka telah tiba, Zeira bersama penumpang lainnya turun sejenak sembari menukarkan voucher makan dengan sepiring hidangan ala kadarnya akan tetapi itu lumayan cukup membuat air liur Zeira menetes. Ala kadarnya memang untuk penumpang lain dengan tingkat ekonomi yang baik. Akan tetapi tidak untuk Zeira, hidangan ini jauh lebih baik dari menunya beberapa hari lalu. Di rumahnya dia hanya bisa memakan tumis kangkung dan daun singkong, itu pun karena ditanam olehnya.

"Makanan apa ini?" ucap Si ibu berpostur tubuh gendut sambil melirik ke arah di mana Zeira duduk di sampingnya. Zeira hanya tersenyum dan menikmati makananya hingga suapan terakhir. "Ih, kamu cantik-cantik mau saja makanan seperti ini!" sindir Si ibu. "Zeira lapar, Bu!" jawabnya singkat dan beranjak dari tempat duduknya.

Kebanyakan orang selalu memandang manusia lain dan tingkat makanan yang dikonsumsinya adalah penentu level kedudukannya. Si ibu melirik pada wajah serta pakaian Zeira dirinya menyimpulkan bahwa dia tidak seperti kaum kurang beruntung pada umumnya, akan tetapi lahap hingga habis memakan makanan berlauk sayur lodeh campur kepala ayam dan ikan pindang tongkol serta sepotong goreng tempe dengan rasa anyep. Prediksi menusia selalu salah memang, ingat; gula memang hampir sama dengan garam, namun jelas berbeda setelah diketahui rasanya.

"Alhamdulillah," syukur Zeira sambil menaruh gelas berisi teh hangat yang barusan diminumnya.

Sedangkan Si ibu menaikan bibir kanan atasnya tanda keheranan. Kemudian dia pun mengikuti Zeira yang kembali ke dalam bis, "Kamu asal mana, Neng?" tanyanya dengan logat bahasa jawa medok. "Saya asli Sukabumi, tapi tinggal di Tasikmalaya." Jawab Zeira ramah sambil menoleh ke arah Si ibu.

"Kamu bisa-bisanya makan makanan anyep tadi?"

"Kamu kelaparan karena puasa?"

Penuturan Si Ibu membuat Zeira tertawa kecil dan menjawab pendek, "Saya tambahkan garam sedikit dan sambal."

Si ibu hanya mendelik lalu duduk di depan bangku Zeira di mana asal dia duduk pertama kali.

Bersyukur dan ikhlas, maka hidupmu selalu bahagia serta tercukupi. Itulah Zeira sekarang pasca dia memilih untuk membesarkan anaknya oleh tangannya sendiri.

Kota-kota yang dilalui untuk menuju Jakarta sudah Zeira nikmati bersamaan dengan terpejamnya mata. Dia rupanya terlelap setelah kenyang berbuka puasa tadi.

"Neng, Neng...mau tidur di terminal?" gertak Si Ibu tadi.

Zeira tersentak kaget sembari melirik ke arah kanan dan kiri. "Kita sudah sampai terminal, ya Bu?" lirihnya disertai membenahi dirinya. "Iya, cepatlah!" jawab Si Ibu sekarang sepertinya dia sedikit khawatir akan keamanan Zeira. Zeira pun bergegas membetulkan hijab panjangnya dan mengencangkan gendongan. Sigap sekali dia mengambil tas yang ada di sampingnya bekas tadi dipakai menyender.

Zeira dan Si ibu pun turun dengan beruntun. Mata Zeira memutar ke seluruh terminal untuk mencari bis antar kota kopaja agar bisa ke Blok M ke tempat mess suaminya bekerja.

"Kamu nunggu suamimu menjemput?" tanya Si ibu yang memperhatikan sambil duduk karena anaknya memang akan menjemputnya.

"Naik bis saja, Bu. Suami pasti kerjanya sampai jam 23:00." Singkat Zeira dengan melangkahkan kakinya ke arah kopaja yang nampak satu-satunya ini karena waktu memang sudah menunjukan pukul 22:15. Dan inilah bus terakhir jurusan Blok M.

"Ikut anak ibu saja, kamu perempuan bawa anak kecil pula!" ajaknya bersimpati.

"Tunggu sini!" tambah Si Ibu kemudian.

"Tidak usah, Bu. Biar naik bis saja, insya Allah saya baik-baik saja." Tolak Zeira karena buatnya ini bukanlah yang pertama kali ditambah lagi kota Jakarta adalah tempatnya mengais rezeki semenjak dia SMA.

Malam di Ibukota tidak seseram kampung halaman Zeira yang gelap gulita walaupun sudah ada di zaman seperti sekarang. Sekarang Zeira sudah duduk di kursi paling depan dekat sopir bus. Tiba-tiba saja Si Ibu gendut tadi sudah duduk di sebelahnya. "Loh, kok ibu di sini? Anak ibu tidak jadi menjemput?" Zeira bingung disertai lirikan.

Si ibu hanya terdiam saja hingga kopaja melaju dengan cepat. Sedangkan Zeira hanya mengernyit heran juga bergeming sedangkan tangannya memeluk Zidan erat. Hanya memakan waktu 45 menit lamanya, kopaja berhenti di depan pemberhentian terakhir yaitu Blok M. Zeira melirik pada Si ibu yang sudah berdiri memberi jalan kepadanya. Zeira semakin bingung di buatnya, terlebih lagi saat si ibu kembali mengikutinya. Mess Nizam memang tidak begitu jauh dari kopaja berhenti, hendak saja Zeira menoleh pada Si ibu dia sudah menghilang. Dia pun hanya menghela napas dan bergumam, "Kenapa dengannya?"

Persis di depan pintu gerbang mess Nizam, Zeira dikejutkan oleh tepukan pundaknya dari belakang. "Lain kali jangan gegabah pulang sendirian, kamu itu diikuti dua pemuda dari terminal!" beritahu Si ibu gemuk yang tiba-tiba sudah ada di belakangnya. "Masa iya sih, Bu? Lalu anak ibu tidak jadi jemput?" Zeira menimpali tidak percaya.

"Dik?" sapa Nizam yang baru datang dengan sepeda motornya. "Kamu malam-malam begini ke sini? Katanya mau ke Sukabumi?" tambahnya dengan cepat menghampiri dan membuka helmnya.

"Iya, Bang. Adik mau meyakinkan dengan apa yang abang beritahu di telepon!" jawabnya namun pandangan masih pada Si ibu berbadan gemuk yang masih berdiri di sampingnya.

"Syukurlah, kalau sudah bersama suamimu, Neng!" ucap Si Ibu lega sambil mengambil handphone yang ada di dalam tasnya. Kemudian dia menelpon seseorang untuk menjemputnya. Sepertinya rumahnya pun memang tidak begitu jauh dari mess Nizam, tak lama mobil avanza hitam sudah ada di depannya. "Lain kali minta temani siapa saja kalau jalan malam-malam, kamu ini wong ayu!" ungkapnya sambil menepuk pundak Zeira.

Zeira melongo sambil bertakbir, "Allahu Akbar!" Serta kemudian dia pun berteriak, "Terima kasih, Bu. Hati-hati."

Si ibu yang belum diketahui namanya olehnya itu hanya melambaikan tangannya dan berlalu. Sementara Zeira masih memperhatikan hingga mobil lenyap tak terlihat. Dari sini Zeira semakin yakin kalau Allah SWT akan melindungi hamba-hambanya jika langkahnya niat karena kebaikan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • 7 Ramadhan Tanpamu   The Endings Won't End You

    "Kenapa harus pakai SAYANG?" Zeira menyeringai begitu saja tanpa mempedulikan perasaan Zehab. "Ya sudah, kemanapun itu, jika Kamu suka dan Aku bersamamu, Aku pun pasti suka!" Tambah Zeira santai dengan punggungnya disandarkan pada sandaran jok mobil. "I love you, Zeira. Kamu perlu tahu itu!" Ujar Zehab disertai tangan men-starter mobil, dengan kecepatan sedang mobil pun melaju menuju ke tempat Zehab rencanakan untuk memberikan kejutan pada Zeira. Tempat itu adalah sebuah fantasi pikiran Zeira yang sering dikatakan olehnya ketika mereka sedang bersama. Zehab yang sudah jatuh cinta pada Zeira mencari tempat yang sesuai dengan fantasinya itu. Kalau laki-laki telah bertekad membahagiakan wanita yang dicintainya pasti akan berusaha untuk bisa mewujudkan impiannya. Dan, Zehab adalah lelaki selalu bekerja keras untuk itu. Perjalanan yang ditempuh memang lumayan cukup lama, oleh karena itu rengekan manja Zeira yang bertanya lagi dan lagi, "Kapan sampai?" Membuat Zehab gemas dibuatnya. Di

  • 7 Ramadhan Tanpamu   Ingin Meminta Kepastian

    Kendati Rudi telah memahami ada dalang di belakang penembakan beberapa tahun silam. Akhirnya, kasus yang belum terungkap ini pun akan segera diketahui olehnya. "Ini orangnya! Dia dalang semuanya. Dia ingin Zeira meninggalkan dunia selama - lamanya, itu dilakukan demi keponakannya." Penuturan disertai memberikan beberapa bukti yang masih tersimpan rapi di dalam telepon genggamnya. "Munandar sekarang pindah ke Belanda, artinya kalian harus berhubungan dengan kepolisian di sana untuk menangkapnya!" Azyumardi turut berbicara dengan mata melirik ke arah ibunya. Aminah paham dengan lirikan itu, kalau dirinya memang sangat tidak percaya kalau besannya bisa berbuat sejahat itu. Rudi pun langsung memberikan laporan pada atasannya agar kasus penembakan pada Zeira, kendati yang kena adalah Afifah, ibu mertuanya. Suasana seketika menjadi riuh ketika Pemuda yang menjaga gerbang datang dengan tergesa-gesa. "Nyonya, Tuan, di luar ada Tuan besar bersama pengawalnya." Azyumardi langsung mendeka

  • 7 Ramadhan Tanpamu   Zidan, Cucu Nenek!

    Pembicaraan pun langsung dihentikan diiringi oleh dimatikan handphone secara spontan.Kemudian, Neni menatap wajah Ujang sangat tajam seakan merasakan bagaimana perasaan Nizam sebagai seorang ayah yang ingin bersama anak-anaknya. 'Masa iya aku harus ke Padang?' ucap Neni dalam hati.Melihat adiknya melamun, Rudi menepuk lembut pipinya. "Kenapa lagi?" tanyanya. Neni menoleh, lalu menarik napasnya sangat panjang kemudian dikeluarkan. "Aa temani Neni ke Padang untuk mengambil Queena besok pagi!" Pintanya tanpa berbasa-basi lagi. "Ayo, kita ajak Zidan sekalian." Lirih Rudi sembari meraih lengan Zidan yang sedang bermain-main di depannya. "Mau ketemu nenek sama kakek, nggak?" tanya Rudi dengan mata menatap wajah polos Zidan."Nggak!" ketus sekali Zidan menjawab, dan langsung disela oleh Neni, "Zidan, sayang...tidak boleh begitu." Zidan menjawab kembali, "Nenek, juga kakek 'kan maunya Zidan berpisah sama mama dulu. Terus hingga Zidan tinggal di hutan...." Rupanya peristiwa dulu masih tersim

  • 7 Ramadhan Tanpamu   I Hate Shit Words!

    Pertanyaan Zehab membuat Zeira mengerlingkan sudut matanya. "Hidup ini tak harus terlalu banyak pertimbangan...." "Lepaskan dan lupakan masa lalu yang menurut kita tidak harus ada!!" "Kita nikmati saat ini?" Tangan Zehab diulurkan tepat di depan Zeira, sesaat setelah dirinya berbicara. Zeira yang sedang menikmati hangatnya kopi jahe pun menatap lekat kedua bola mata indah dan mendamaikan di hadapannya. Cangkir kopi ditaruhnya pelan sedangkan pandangannya tetap terpaut pada wajah Zehab. "Aku ingin mencoba...." Jawaban datar namun penuh kepastian. Perlahan Zeira meraih uluran tangan Zehab dan langsung disambut olehnya mesra. Mereka berhadap-hadapan. "Buatlah dirimu senyaman mungkin, dan biarkan dirimu bebas. Aku milikmu...." Bisikan Zehab di kuping Zeira dengan tangan membuka perlahan hijab yang membalut kepalanya. "Kamu sangat cantik...." ucap Zehab begitu penutup kepala itu terlepas. Zeira tersenyum tipis dan lekat sekali menikmati wajah tampan Zehad. Seiring dengan itu hati kecil

  • 7 Ramadhan Tanpamu   Aku Ceraikan!!!

    Tiba-tiba saja para awak media mendatangi ke arah mobil dimana mereka bertiga berada. Seketika suasana sangat ramai dan membuat Azyumardi mengisyaratkan Dahlan untuk pergi. Melihat reaksi istrinya seperti itu kemarahan Syahrizal mencuat, dia sakit hati dan merasa kalau dirinya terdzolimi karena perselingkuhan tersebut.Di dalam keriuhan para awak media yang selalu aktif mencari-cari informasi orang-orang ternama dan menurutnya patut diupdate kehidupannya."Aku ceraikan!""Aku ceraikan!!""Aku ceraikan!!!"Suara menggema Syahrizal menghentikan aktivitas para awak media hingga mereka semua bergeming dan cekatan sekali merekamnya.Suara lantang Syahrizal pun kembali terdengar dengan menyebutkan kembali kata-kata yang sama diakhiri menyebutkan nama lengkap istrinya, Azyumardi binti Adityawarman. Sontak saja itu membuat Azyumardi termangu tanpa reaksi. Dia sadar pada tindakannya, dan, baru sekarang. Tubuhnya lemas tak berdaya seolah kekuatannya dicabut seketika karena apa yang ditakutkanny

  • 7 Ramadhan Tanpamu   Jangan Bermain-main Dengan Takdir!

    Melihat reaksi lelaki di atasnya seperti tidak berkutik Azyumardi langsung menjatuhkan tubuhnya ke bawah lantai dengan cepat namun pelan. Sekarang posisinya berganti hingga membuat Dahlan tersadar dari bergemingnya. Matanya berkedip lambat. Kemudian, menatap tegas ke wajah cantik Azyu. Bibirnya hendak berbicara akan tetapi handphone milik Syahrizal yang ditaruh di atas bufet berdering nyaring. Sontak saja membuat kedua manusia tengah melakukan senggama tersebut bergegas berdiri dan membetulkan pakaiannya masing-masing. TREK! Pintu ruangan ada yang membuka. "Ehem!" Deheman kepura-puraan dari Syahrizal sambil langsung masuk dan berbicara, "Sayang, Abang lupa handphone Abang...." Itu langsung dijawab Azyumardi agak salah tingkah, "Oh, ya ...tadi berdering!" Serta dengan gesit berjalan ke arah bufet dan tangan kirinya meraih handphone milik suaminya sementara tangan kanannya membetulkan rambutnya yang acak-acakan. "Terima kasih, Sayang...." ucap Syahrizal dengan lembutnya mengambil hand

  • 7 Ramadhan Tanpamu   Aku Telah Melahirkan Anakmu....

    "Iya...sudah setahun...." Jawab Nizam.Azyumardi semakin menyudutkan dirinya sebagai wanita yang penuh dosa. Benar adanya setelah menjauhkan dirinya dengan Dahlan, Azyu sangat berbeda dari biasanya. Dia sering marah-marah tak jelas pada Syahrizal dan suka menghindar jika diajak berhubungan intim. Bahkan sering tidur di rumah orang tuanya. Sangat diterima oleh dirinya kalau kehidupannya tidaklah sedang baik-baik saja kendati belum ada yang mengetahui jika dirinya tengah menyembunyikan dosa besar."Teta?" Nizam agak meninggikan suaranya karena dirinya tak mendengar suara Azyumardi. "Iya Nizam, Zeira memang pantas bahagia. Dia wanita baik-baik dan terhormat. Kamu kembalilah padanya, Bundo dan Ayah pun setuju." Penuturan Azyumardi yang sendu juga pelan membuat Nizam berdecih kasar. Lalu dia pun mengakhiri pembicaraannya begitu saja.Nizam bukan hanya ingin membawa Queena ke Belanda, dia pun akan mengajak Zidan. Kendati harus mengambil hati putranya itu terlebih dahulu. *** Dahlan sama se

  • 7 Ramadhan Tanpamu   I Love You....

    Rontaan kecil itu tak dihiraukan oleh Dahlan. Dia pun mengerti kalau itu hanya reaksi tak serius, karena diketahui jika benar-benar berontak Azyumardi akan berlari ke arah pintu apartemen atau teriak. "Kita nikmati saja malam ini, Aku yakin Kamu akan ketagihan." Bisikan pelan dari Dahlan itu seolah perwakilan isi hati dan keinginannya Azyumardi. Ya, persetan dengan statusnya sebagai istri orang penting di Indonesia. Jikalah tak terpenuhi hasrat tempat tidurnya. Malam ini, Azyumardi merelakan mahkotanya disentuh oleh Dahlan. Bukan hanya itu, dia pun menikmatinya dan memintanya berkali-kali tanpa ada rontaan ataupun berkeinginan untuk minta tolong apalagi kabur. "Kamu kesepian? Kamu tak mendapatkan ini semua dari suamimu?" Dahlan mempreteli kehidupan ranjang Azyumardi sembari mengelus rambut panjangnya. Azyumardi hanya menggelengkan kepalanya, lalu tertidur di atas dada Dahlan. Malam pun telah berganti pagi. Karenanya, Dahlan pun bergegas bangun dan menyiapkan sarapan yang sebelumnya

  • 7 Ramadhan Tanpamu   Setahun Yang Lalu

    Tidak begitu lama suara Azyumardi pun terdengar jelas di ujung sana. "Queena di sini... dan Teta pun sudah melahirkan seorang putra." -Setahun Yang Lalu- Aminah dan Adityawarman langsung datang ke Sukabumi begitu dikabarkan oleh Azyumardi bahwa Queena ada di sana. Juga, bermaksud akan mengajak Zeira juga Zidan untuk tinggal bersama mereka di Padang. Mereka telah membuka diri serta menerima Zeira. Sayangnya, setelah sampai di Sukabumi Zeira sudah tidak ada dan Zidan tidak ingin ikut dengan mereka seolah anak kecil ini telah merekam semua kejadian masa lampau. "Zidan tidak mau bersama Nenek dan Kakek!" Teriakannya itu membuat Adityawarman terdiam sejenak hingga dan mengingat bagaimana dirinya mengorbankan Zidan ccucunya demi harta. Air mata bapak tua ini mengalir tak terbendung lagi karena menyesal kesempatannya dulu sempat bersama Zidan disia-siakan begitu saja. Sementara Azyumardi tengah merangkai sebuah drama agar rahasianya tidak terbongkar. -Flashback on- Malam yang sepi di an

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status