Home / Lainnya / A.M.O.R.E.G.A / BAB PERTAMA :

Share

BAB PERTAMA :

last update Last Updated: 2021-04-10 23:04:56

Amor selalu bangun pukul lima pagi untuk mencoba membantu Bude Ani mengantar dagangannya ke pasar dan berjualan tempe di langganan biasa. Mereka mengejar jam pagi untuk mendapatkan sedikit rezeki agar tidak ketinggalan pelanggan.

   Langgan tetap yang menjadi pedagang di pasar, biasanya akan lebih pagi. Memang Bude Ani membuat tempe dan menjualkannya di pasar. Lalu berbelanja untuk kebutuhan kedainya juga dia lakukan sebelum berangkat ke pasar. Kemudian setelah itu, ia jualan sampai pukul sepuluh pagi. 

Usai berdagang, biasanya Bude Ani mengantarkan pesanan Bu Yanti. Bude Ani dan Bu Yanti adalah teman. Mereka pernah tinggal di panti yang sama. 

Setelahnya dia akan belanja dan mengantar bahan makanan ke panti. Dulu, sebelum dia berani untuk tinggal sendiri, kira-kira 4 tahun lalu, dia tinggal di panti. Bu Yanti pemilik panti itu menawarkan ikut bersamanya saat masih berumur 11 tahun. Saat itu, ia seorang diri di jalanan. Tengah mengais rezeki demi sesuap makanan.

 Saat itu dia baru pergi dari rumah, mendengar namanya disebutkan dia sudah merasakan bahwa ini tak akan pernah berakhir baik, pergi adalah jalan terbaik.

      Padahal ayahnya melihat dia saat itu tapi tak ada pencegahan sama sekali.

Memang dia tak berguna, untuk apa dicegah? Hanya akan membuat pusing saja, pikirnya. Tanpa sadar, ia menggelengkan kepalanya dan menjadi pusat perhatian anak-anak di Panti.

       “Kak, kenapa?” Angel seorang anak kecil masih berumur 7 tahun, ditinggalkan orang tuanya karena kecelakaan. Sedangkan saudaranya tidak ada yang mau mengurus. Itu sebabnya dia harus berada di panti ini. Miris memang hidup ini. Ada banyak orang-orang baik, tetapi banyak juga yang tidak—minus rasa kemanusiaan.

"Ah maaf, Kak, lupa. Bukan apa-apa," ujarnya. Terlalu asik memikirkan hidup ini, dia sampai lupa bahwa sudah sampai di panti.

Panti Kasih Ibu. Begitulah namanya. Kenapa bukan Harapan? Atau apa pun itu? Kata Bu Yanti agar anak-anak merasakan bahwa Kasih Ibu tetap ada walau mereka tak bersama.

Lucu? Tidak sih. Tetap ada anak yang berpikir bahwa orang tua mereka sudah meninggal padahal meninggalkan karena dosa yang membuat dia malu justru anaknya yang terhujat. Ah, sudahlah.

"Amor, bawa apa, Nak?" Ibu Yanti tergopoh dari belakang karena memukul kucing yang baru saja keluar.

"Ini, Bu, belanjaan seperti biasa Ibu pesan. Dan ini ada sisa tempe juga tahu buat adik-adik. Amor belum punya uang buat beliin lebih,” ujarnya. Dia tersenyum saat mengatakannya.

"Tidak usah, Nak. Jika tidak ada jangan dipaksa." Bu Yanti tersenyum lembut sembari mengusap pundak Amor.

      Dia bingung dengan kedua orang tua Amor, anak sebaik ini kenapa harus dibuang? Kesalahan mereka bukan kesalahan anak. Tapi dia tak mau ambil pusing, dia berusaha menjaga Amor. Sebenarnya dia menyuruh Amor sekolah dan tinggal di sini saja tapi memang dasar anaknya tidak mau, ya mau bagaimana? Katanya biar mandiri. Padahal selama di sini pun dia tak pernah merepotkan.

“Ya sudah. Ayuk, masuk dulu. Kita lagi kedatangan donatur semalam. Dan puji syukur dapat banyak makan enak buat anak-anak.”

Ibu Yanti tersenyum memandang anak-anak yang sudah mulai ke meja makan. Dia membangun tempat ini sendirian dari sisa tabungan almarhum suaminya. Dia sudah menjanda sejak 20 tahun lalu, tidak mau menikah lagi, cukup membesarkan anak semata wayangnya yang sekarang menjadi tentara di Papua dan belum menikah sampai sekarang. Ia juga memiliki kebun di sekitar panti dan beberapa rumah kontrakan yang dia kontrakkan untuk menyambung hidup. Karena anak di panti sudah mendapat donatur.

      Itu sebabnya, dia bersedia menyekolahkan Amor karena sudah dianggap sebagai anaknya sendiri.

"Kamu sekolah jam berapa masuknya? Masih OSPEK kan?"

"Iya, Bu, ini hari ketiga. Gak apa-apa, Bu. Telat sedikit nanti paling dikasih hukuman aja,” ucapnya seraya tersenyum simpul.

"Ya, tapi kalau bisa jangan. Kamu pakai motor kak Angga saja ya. Orangnya juga tidak ada di sini kok. Ibu gak pandai kalau tidak motor matic.”

"Gak usah, Bu. Naik angkot saja." Amor menolak.

"Eeh, jangan. Pakai saja motor kakakmu itu. Tidak apa. Nanti telat kalau pakai angkot. Kamu bawa baju ganti, 'kan? Mandi di sini saja, Ibu mau beres-beres belanjaan ini sekalian masak untuk siang."

 Memang Ibu Yanti bisa memasak tiga kali sehari karena tidak semua anak di panti seleranya sama. Tapi mereka tidak merepotkan dengan meminta hal yang jauh di luar jangkauan, jadi masih amanlah.

Amor tidak bisa lagi menolak. Dia takut jika mengelak, Bu Yanti pasti akan sedih dan kecewa. Dia tak mau lagi mengecewakan orang lain. Sudah cukup kedua orang tuanya yang kecewa jangan lagi orang yang sayang padanya dan menjaga dia selama ini bersedih. Dia takkan sanggup. 

***

Kegiatan paginya selesai dan dia akan berangkat ke sekolah. Karena Bu Yanti sudah memberikan dia izin untuk menggunakan motornya, maka dia akan memakainya meski sebenarnya dia kurang nyaman,

     Tapi dengan begitu dia akan cepat sampai ke sekolah dan kebetulan ini adalah hari ketiga dia mengikuti OSPEK. Jadi, usahakan jangan terlambat. Dua hari berturut-turut dia tidak terlambat walau pas-pasan waktu bel akan berbunyi. Setidaknya masih bisa ditolerir, pikirnya.

Dia sampai dengan selamat dan memarkirkan motornya di parkiran khusus sepeda motor. Dia melihat kembali sekolah ini. Sudah tiga hari dia masuk sekolah, tapi lagi-lagi dia menatap takjub dan tidak percaya akan apa yang terjadi.

Setelah semua yang terjadi, dia tidak bisa bermimpi indah karena sudah cukup dengan mimpi buruk yang selalu menjadi bunga tidurnya.

Sama seperti sekarang dia akan menikmati setiap waktu yang Tuhan berikan saat ini sampai nanti waktunya tiba, dia akan kembali dibuang. Namun, sebentar saja dia mau menikmati hari-hari yang tidak seberapa ini. Dia pun tidak akan tahu berapa lama dia bisa hidup tenang sebelum semuanya akan kembali ke dasar. Semula dia beradaka

 "Heh, anak baru?" Raya senior yang kebetulan adalah panitia OSPEK bagian kegiatan memanggilnya.

"Iya, Kak," jawabnya tenang. Sangat tenang dan tanpa ekspresi sampai-sampai Raya pikir dia orang gila atau apa. Bukannya ingin mengejek tapi Raya khawatir dan merasa dia tidak bisa berbaur, takutnya dia yang tidak nyaman.

"Kamu melamun pagi-pagi. Jangan melamun di parkiran. Sana, berbaur dengan temanmu. Mereka sudah akan berbaris. Kami lagi menunggu siapa saja yang terlambat." Raya menjelaskan karena juniornya ini terlihat agak bingung kenapa dia di sini dan menyuruhnya langsung berbaris.

"Kita OSPEK hanya sampai besok. Dan besok terakhir sebelum dua hari lagi kita akan menginap. Jadi hari ini dipercepat saja. Memang tidak ada pemberitahuan. Tapi, biar nanti sampai siang kalian masih bisa menyiapkan diri untuk besok. Karena terakhir besok juga hukuman pasti lebih berat. Hari ini kita hanya pengenalan tentang sekolah. Sudah sana!"  Raya menyuruhnya pergi, dan Amor pun mengangguk.

"Siapa, Ray?" tanya salah satu temannya.

"Anak baru. Aku kasihan melihatnya. Tapi, entahlah. Seperti pernah melihat dia sebelumnya. Atau aku salah orang kali ya? Soalnya kan banyak juga sih yang mirip. Tapi ini beneran, aku seperti melihat mata seseorang di matanya,” katanya sambil mengedikkan bahu,

"Kali aja cuma mirip doang. Atau saudaranya," ujar Natalie

"Iya kali aja," ujar temannya yang lain. Raya hanya mengangguk. “Semoga saja dia betah dan semakin baik di sini.” Kemudian ia berlalu bersama temannya.

Jangankan temannya, dia pun heran dengan dirinya sendiri. Walau sebenarnya tidak ada yang salah dengan menghawatirkan orang lain. Hanya saja selama ini Raya agak cuek. Dan dia juga tidak terlalu akrab dengan yang lain kecuali Natalie dan Amel. Orang lain menganggap dia sombong walau sebenarnya tidak. Dia hanya tidak ingin terlibat terlalu jauh dengan urusan orang lain.

      Tapi entah kenapa melihat Amor dia merasa khawatir dan ada rasa kasihan di dalamnya. Mungkin karena dia anak satu-satunya dan orang tuanya sibuk, jadi dia seperti pernah melihat dirinya di dalam Amor.

 

...

...

...

@Fatamorgana16

 

Senin, 01 Maret 2021.

Riau.

 

 

(**)

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Luisana Zaffya
Uhuyyyyy..... Nice story
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • A.M.O.R.E.G.A   BAB EMPAT PULUH

    Sepanjang perjalanan menuju tempat yang dituju, senyuman tak pernah luntur dari bibirnya. Dia juga sesekali bersenandung serta bersiul karena bahagia. Saat hampir mendekati tempat yang dituju hatinya sangat bahagia dan rasa tak sabar ingin bertemu pun pemuda itu rasakan. Namun, semua kebahagiaannya itu langsung sirna saat melihat pemandangan yang membuatnya langsung terluka. Di depannya ada Amor yang sedang bersama pria lain dan terlihat sangat akrab. Dia hanya diam dan memperhatikan dari kejauhan dengan hati yang bercampur aduk, antara marah, terluka dan kecewa. Dia sangat kecewa karena Amor begitu dekat dengan pria berumur itu sedangkan dengan dirinya Amor malah sering menjaga jarak."Sebenernya apa yang salah dari gue Amora. Kenapa juga lo selalu menolak padahal gue hanya menawarkan pertemanan nggak lebih," lirih pemuda itu dan masih memperhatikan interaksi antara Amor dan si pria asing tersebut. "Gue Rega Hanung Brathayuda ... nggak akan pernah sudi mundur begitu aja. Gue akan ter

  • A.M.O.R.E.G.A   BAB TIGA PULUH SEMBILAN

    Kedekatan Amor dan Rega semakin berkembang setelah kejadian hari itu. Amor juga menghentikan protesannya karena merasa sangat lelah telah melarang tetapi terus diabaikan. Cacian dan makian juga masih dia terima karena kini dia semakin dekat dengan si idola sekolah, Amor juga hanya diam karena dia memang sangat tidak ingin ribut dengan orang lain."Jadi ... kalian benar-benar memiliki hubungan yang lebih?" tanya Serena dengan tatapan bertanya ke arah AMor yang sedang menikmati makan siangnya dengan santai di dalam kelas. Sejak dia semakin dekat dengan Rega, Amor sudah taklagi makan siang di kantin lagi. Dia lebih memilih berada di tempat yang sepi seperti kelasnya tersebut."Tidak.""Ah, masa iya? tapi aku melihat yang lain dari kedekatan kalian belakangan ini," sangkal Prastya yang tiba-tiba saja muncul dari arah pintu. Pemuda berpenampilan katrok itu tiba-tiba muncul dan mengalihkan atensi Serena dan juga Amor yang sedang berbincang sambil makan siang tersebut."Dari kedekatan kali

  • A.M.O.R.E.G.A   BAB TIGA PULUH DELAPAN

    Amor diam dan terus memperhatikan Rega yang masih saja menundukkan kepalanya karena merasa sangat bersalah kepada gadis di hadapannya tersebut. Sejujurnya Rega juga tidak menyangka kalau gara-gara dia mendekati Amor malah membuat hidup gadis itu tidak tenang. Rega juga tahu semuanya yang sudah terjadi di dalam ruangan osis tadi. Bahkan, dia sendiri yang memanggil Gilang untuk segera ke ruang osis dan memberikan pembelaan sekaligus menolong Amor yang hanya diam saja meski dipermalukan.Setelah mengeluarkan beberapa kata yang sangat ingin didengar oleh Amor, Rega langsung pergi begitu saja tanpa mau menunggu jawaban apa yang akan gadis itu lontarkan. Meski Rega melangkah pergi, tetapi hatinya terus berharap supaya Amor memanggil namanya dan menghentikan langkahnya itu. Namun, ternyata yang dia inginkan hanyalah angan dan tidak bisa terwujud. Amor masih saja menganggap dirinya tidak ada dan itu membuat perasaan Rega menjadi terlukai.Sejujurnya Amor sangat ingin berbincang dengan Rega,

  • A.M.O.R.E.G.A   BAB TIGA PULUH TUJUH

    Amor tetap melanjutkan kegiatannya di sekolah dan melanjutkan tugasnya menjadi anggota osis. REga memang sudah tak lagi mendekatinya, tetapi pemuda itu tetap menjaga dirinya meski sedikit menjauh. "Rega benar-benar sudah menjauhimu ya?" tanya Serena dengan tiba-tiba yang entah sejak kapan sudah berada di sampingnya. Amor menoleh sebentar kemudian melanjutkan kembali langkahnya untuk menuju ruangan osis. "Iya, dia benar-benar sudah menepati janjinya. Tapi terkadang aku masih merasa kalau dia selalu ada setiap aku butuh bantuan." Ingatan Amor melayang pada keadian saat dia dilecehkan hari itu. Rega tiba-tiba datang dan membantu dirinya yang hanya diam meski dimaki-maki. "Itu artinya ... dia sebenarnya masih mau dekat sama kamu tapi dia juga tidak mau kalau membuatmu risih seperti saat itu," sahut Prastya, salah satu teman dekat Amor meski kelas mereka berbeda. Prastya ini juga biasanya diasingkan oleh teman-teman yang lainnya karena penampilan dia yang culun dan tidak

  • A.M.O.R.E.G.A   BAB TIGA PULUH ENAM

    Rega diam dan membiarkan Amor pergi, dia tidak bisa terus memaksa Amor untuk menerima kehadirannya, tetapi dia juga tidak bisa kalau harus tetap membiarkan Amor takmenerima kehadirannya. Namun, kini Rega harus membiarkan gadis itu sendiri dulu dan dia akan kembali mendekati kalau keadaan Amor sudah jauh lebih baik. Setelah kejadian sore itu, Amor mulai merasakan ketenangan kembali menghampiri kehidupannya. Tatapan-tatapan esal teman-temannya kini tak lagi tertuju padanya karena dia dan Rega sudah tidak dekat seperti dahulu. Amor enang karena akhirnya hidupnya kembali tenang tanp gangguan siapapun lagi, termasuk Rega sebagai biang masalah dalam hidupnya. "Kan, apa gue bilang. Mereka itu nggak ada hubungan dan nggak akan pernah memiliki hubungan karena Rega nggak pernah cocok sama dia." "Ya, memang seharusnya begitu kan. Dia nggak pantes bersanding sama bintang sekolah kayak Rega, kalaupun mereka pernah dekat gue yakinnya sih pasti dia main dukun." "Wah, iya bener. K

  • A.M.O.R.E.G.A   BAB TIGA PULUH LIMA

    "Sudah mama bilang, belajar yang benar kenapa malah bermain-main. Kamu memang selalu merepotkan dan bisanya hanya membuat masalah saja." Mama Amor benar-benar marah dan menghajar gadis itu dengan berbagai caci dan makian yang tak pantas diucapkan oleh seorang ibu. Dia sangat kecewa dan sang anak yang menurutnya sudah membawa sial sejak lahir "Maaf, Ma. Amor tidak bermaksud melakukan itu semua, Amor ...." "Kau memang anak yang tidak bisa diandalkan. Hanya bisa membuat malu keluarga saja dan tidak bisa membanggakan." Mama Amor menatap gadis itu dengan sangat tajam, menunjukkan kalau dia benar-benar tidak suka dengan yang sudah sang anak lakukan." "Apa salahku, Ma? kenapa Mama bersikap seperti ini. Apa yang sudah kulakukan," lirih Amor sambil menangis, tetapi sama sekali tidak dipedulikan oleh sang ibu. Bagi wanita yang tak lagi muda itu air mata Amor sama sekali tidak ada gunanya, justru membuatnya semakin muak kepada gadis itu sendiri. "Pergi dari hadapanku sekarang juga, dasar ana

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status