Share

Part 7: Kenyataan Pahit

Gadis tersebut berjalan lurus, lalu turun ke sebuah stasiun kereta MRT sambil masih menuntun sepedanya. Higiri mengikutinya. Gadis tersebut terlihat memilih rute tertentu, dan membayar tiket kereta MRT-nya dan berjalan menuju tempat pemberhentian kereta, sambil berdiri. 

Terdengar beberapa pengumuman stasiun, namun tatapan gadis tersebut tetap kosong. Setelah beberapa menit, sebuah kereta MRT berhenti, gadis tersebut terburu-buru masuk. Higiri tetap mengikutinya juga terburu-buru. Beberapa stasiun lewat, gadis tersebut benar-benar hanya menatap ke bawah, dengan pandangan kosong. Higiri, antara penasaran dan kasihan, apa yang terjadi pada dirinya? Apakah benar gadis ini, Kenta? 

Kereta MRT tersebut lalu berhenti di sebuah stasiun. Gadis tersebut lalu beranjak turun, lalu melewati tangga naik, lalu keluar dari stasiun kereta MRT. Ia berjalan kaki sendirian sambil menuntun sepedanya. Langkahnya mulai lesu. Melewati beberapa toko, lalu menuju jalan setapak, tibalah ia di sebuah rumah yang terletak di tengah jalan. 

Rumah tersebut tampak mempunyai dua lantai, namun tidak besar. Tetangga di sebelah kanan dan kirinya juga tinggal sendirian, bahkan di depannya, ada rumah kosong yang tidak dihuni sama sekali. Nampaknya si gadis juga tinggal sendirian. Rumah tersebut bercat putih, dan kecil luasnya. Hanya ada pagar dan tiga langkah saja, sudah pintu masuk. Di sebelah pintu masuk, ada sebuah taman kecil, yang sama sekali tidak ada tanaman apapun, hanya ada bangku dan meja kosong yang kotor. 

Gadis tersebut masuk ke dalam rumah tersebut lalu memarkir sepedanya di depan. Di sini, Higiri berhenti, lalu mengangkat tangan kanannya dan membuka telapak tangannya. Sebuah tongkat panjang berwarna merah tiba-tiba saja muncul – kita bisa menyebutkan tongkat nada, karena tongkat tersebut bisa mengeluarkan kekuatan dari alunan-alunan nada yang bisa dijadikan sihir – Higiri mengayunkan tongkat tersebut di salah satu dinding rumah gadis tersebut. 

Ia menggunakan kekuatan magisnya. 

"Kutandai saja, takut salah jalan, atau kemungkinan besar aku akan lupa," gumamnya, lalu melihat-lihat sebentar rumah tersebut, dan mulai berjalan kembali. 

Dalam setiap perjalanannya, Higiri terus menerus berpikir apakah benar ia gadis tersebut, Kenta? Hatinya memang senang, namun keraguan besar justru mulai muncul. 

Ponselnya terus menerus berdering, Ichigo nampaknya terus menerus memberikannya pesan, namun Higiri tidak pernah membalasnya, bahkan satu kalipun, tidak pernah. Di sepanjang perjalanannya pulang, Higiri hanya terus berpikir apa yang terjadi pada gadis tersebut? Apakah dia yatim piatu? Apa yang terjadi pada orangtuanya? Apakah selama sepuluh tahun ini, ia tidak punya teman?

Apakah ia pindah dari desa, ke kota besar ini? Banyak, banyak sekali pertanyaannya. Wajah Higiri sendiri penuh rasa penasaran, namun juga kebingungan. Ada keinginan, ingin sekali langsung berbicara dengan gadis tersebut, namun tidak mungkin. 

Pertanyaan terus berulang di kepala Higiri dan seolah ingin sekali mendapatkan jawabannya. Ketika sampai di kamarnya, Higiri hanya bisa menghela nafas panjang. "Aku menemukannya, langit terasa berwarna biru di dalam hatiku, namun kemungkinan, langit berwarna gelap untuknya. Aku akan mencoba, mengikutinya mulai sekarang, pelan-pelan mengenalkan diriku kepadanya. Waktuku tidak banyak. Sama sekali sempit, namun jika tidak dicoba, aku tidak akan tahu, apakah dia mengingatku, atau tidak."

Langit malam, masih agak biru, biru dongker yang cerah. Namun sepertinya semakin lama, semakin gelap, karena malam mulai menyelimuti. Hari ini memang membuat Higiri senang, namun dalam hati terdalam, banyak pertanyaan yang ingin ia tanyakan kepada gadis tersebut. Sangat banyak. Malam mulai menampakan wujudnya. Malam itu, Higiri tidur dengan penuh pertanyaan di kepalanya. 

Paginya, Higiri memulai lagi kegiatannya kemarin, namun kali ini, ia memulai sangat, sangat pagi sekali, langsung menuju ke rumah gadis tersebut. Terlalu pagi dan belum ada bus dan MRT. 

Dengan tongkat magisnya, Higiri membuat sebuah lorong. Ia melayang di dalamnya, sangat cepat, menuju ke rumah gadis tersebut. Melewati banyak rumah, pohon, dan jalanan. Tentu saja tidak ada manusia yang bisa melihat terowongan ini, karena ini adalah lorong magis! 

Setelah beberapa waktu melayang, lorong magis tersebut berhenti di depan rumah si gadis kemarin. Higiri lalu menutup lorong tersebut dengan tongkat magisnya, lalu setelahnya, tongkat tersebut menghilang. 

Higiri berjalan mencari persembunyian, seperti tiang listrik, ia ingin mengetahui di mana gadis tersebut sekolah. Menanti matahari yang pelan sekali tingginya, tiba-tiba saja, gadis tersebut keluar dari rumahnya, lalu berjalan menuju stasiun kereta MRT kemarin, namun kali ini ia tidak membawa sepedanya. Higiri mengikutinya kali ini, secara diam-diam di belakang gadis tersebut. Gadis tersebut masih menatap sekelilingnya dengan tatapan kosong dan kebanyakan hanya melihat jalanan saja. 

Setelah melewati beberapa stasiun kereta MRT, ia turun dan berjalan pelan menaiki tangga, keluar stasiun. Nampaknya ia tidak pernah naik bus menuju ke sekolahnya setiap pagi, hanya sesekali waktu ketika ia tidak memakai sepedanya. Gadis tersebut berjalan kaki, namun sekolahnya agak jauh. 

Sesekali, ia menghela nafas dan mendesah kelelahan. Setelah berjalan agak jauh, sampai juga di sebuah sekolah swasta. Terlihat sekelompok gadis berjumlah enam orang yang berada di gerbang sekolah, sepertinya sudah menunggu gadis tersebut dari tadi, lalu mereka menghampirinya, dengan tatapan sinis. Higiri mengamatinya dari jarak agak jauh namun tidak terlalu dekat juga. 

"Hei, apakah kau sudah mengerjakan seluruh tugas kami?", tanya salah satu gadis tersebut, sepertinya dia adalah kepala geng di sana. 

"Aku, aku sudah mengerjakannya..." jawab gadis berambut biru tua itu. 

Nampak beberapa gadis mulai merebut paksa tasnya, hingga ia terjatuh. Higiri yang melihatnya, hendak menolong, namun Higiri mengurungkan niatnya karena, tiba-tiba saja seorang gadis menampar wajah si gadis berambut biru tua tersebut.

"Apa-apaan ini? Hanya segini saja? Ya ampun, tugas kami ada enam, dan kau belum mengerjakan punyaku? Hanya milikku yang belum kau kerjakan?? Kau cari mati saja!" seru gadis pemimpin tersebut sambil melemparkan sebuah buku tugas ke arah gadis berambut biru tua tersebut. 

Sambil berlutut, gadis berambut biru tua tersebut menjawab, "Aku, aku tidak bisa menyelesaikannya, aku bahkan tidak tidur semalam hanya demi mencari jawabannya dan menyalin ulang ke buku kalian, aku tidak tidur!" 

Seorang gadis lalu menghampirinya, dan menaikkan dagu si gadis berambut biru tua tersebut dengan kasar menggunakan tangan, "Ada baiknya kau selesaikan tugas-tugas sekolah milik ketua kita.., atau ia akan menyiksamu nanti!" 

Higiri mengepalkan tangannya, hendak berjalan ke arah gadisnya, namun lagi, seorang gadis yang nampaknya adalah anggota geng tersebut, sepertinya mulai berbicara kasar kepada gadis berambut biru tua tersebut. 

"Kau harusnya sadar, dasar yatim piatu. Nama belakang saja kau tidak punya. Kasta paling rendah, kau hanya bisa jadi pembantu saja, kenapa harus kau sekolah di sekolah elit ini? Oh, bagaimana kalau kita jadikan Kenta sebagai pesuruh? Ketua, kau tidak perlu lagi ke kantin, biarkan saja Kenta yang membawa makananmu! Harusnya dia berterima kasih sudah kau berikan masuk ke dalam grup ini!" 

M.D.Samantha

revisi pertama, sedikit koreksi dan alur cerita yang diperjelas.

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status