Gadis tersebut berjalan lurus, lalu turun ke sebuah stasiun kereta MRT sambil masih menuntun sepedanya. Higiri mengikutinya. Gadis tersebut terlihat memilih rute tertentu, dan membayar tiket kereta MRT-nya dan berjalan menuju tempat pemberhentian kereta, sambil berdiri.
Terdengar beberapa pengumuman stasiun, namun tatapan gadis tersebut tetap kosong. Setelah beberapa menit, sebuah kereta MRT berhenti, gadis tersebut terburu-buru masuk. Higiri tetap mengikutinya juga terburu-buru. Beberapa stasiun lewat, gadis tersebut benar-benar hanya menatap ke bawah, dengan pandangan kosong. Higiri, antara penasaran dan kasihan, apa yang terjadi pada dirinya? Apakah benar gadis ini, Kenta? Kereta MRT tersebut lalu berhenti di sebuah stasiun. Gadis tersebut lalu beranjak turun, lalu melewati tangga naik, lalu keluar dari stasiun kereta MRT. Ia berjalan kaki sendirian sambil menuntun sepedanya. Langkahnya mulai lesu. Melewati beberapa toko, lalu menuju jalan setapak, tibalah ia di sebuah rumah yang terletak di tengah jalan. Rumah tersebut tampak mempunyai dua lantai, namun tidak besar. Tetangga di sebelah kanan dan kirinya juga tinggal sendirian, bahkan di depannya, ada rumah kosong yang tidak dihuni sama sekali. Nampaknya si gadis juga tinggal sendirian. Rumah tersebut bercat putih, dan kecil luasnya. Hanya ada pagar dan tiga langkah saja, sudah pintu masuk. Di sebelah pintu masuk, ada sebuah taman kecil, yang sama sekali tidak ada tanaman apapun, hanya ada bangku dan meja kosong yang kotor. Gadis tersebut masuk ke dalam rumah tersebut lalu memarkir sepedanya di depan. Di sini, Higiri berhenti, lalu mengangkat tangan kanannya dan membuka telapak tangannya. Sebuah tongkat panjang berwarna merah tiba-tiba saja muncul – kita bisa menyebutkan tongkat nada, karena tongkat tersebut bisa mengeluarkan kekuatan dari alunan-alunan nada yang bisa dijadikan sihir – Higiri mengayunkan tongkat tersebut di salah satu dinding rumah gadis tersebut. Ia menggunakan kekuatan magisnya. "Kutandai saja, takut salah jalan, atau kemungkinan besar aku akan lupa," gumamnya, lalu melihat-lihat sebentar rumah tersebut, dan mulai berjalan kembali. Dalam setiap perjalanannya, Higiri terus menerus berpikir apakah benar ia gadis tersebut, Kenta? Hatinya memang senang, namun keraguan besar justru mulai muncul. Ponselnya terus menerus berdering, Ichigo nampaknya terus menerus memberikannya pesan, namun Higiri tidak pernah membalasnya, bahkan satu kalipun, tidak pernah. Di sepanjang perjalanannya pulang, Higiri hanya terus berpikir apa yang terjadi pada gadis tersebut? Apakah dia yatim piatu? Apa yang terjadi pada orangtuanya? Apakah selama sepuluh tahun ini, ia tidak punya teman?Apakah ia pindah dari desa, ke kota besar ini? Banyak, banyak sekali pertanyaannya. Wajah Higiri sendiri penuh rasa penasaran, namun juga kebingungan. Ada keinginan, ingin sekali langsung berbicara dengan gadis tersebut, namun tidak mungkin. Pertanyaan terus berulang di kepala Higiri dan seolah ingin sekali mendapatkan jawabannya. Ketika sampai di kamarnya, Higiri hanya bisa menghela nafas panjang. "Aku menemukannya, langit terasa berwarna biru di dalam hatiku, namun kemungkinan, langit berwarna gelap untuknya. Aku akan mencoba, mengikutinya mulai sekarang, pelan-pelan mengenalkan diriku kepadanya. Waktuku tidak banyak. Sama sekali sempit, namun jika tidak dicoba, aku tidak akan tahu, apakah dia mengingatku, atau tidak."Langit malam, masih agak biru, biru dongker yang cerah. Namun sepertinya semakin lama, semakin gelap, karena malam mulai menyelimuti. Hari ini memang membuat Higiri senang, namun dalam hati terdalam, banyak pertanyaan yang ingin ia tanyakan kepada gadis tersebut. Sangat banyak. Malam mulai menampakan wujudnya. Malam itu, Higiri tidur dengan penuh pertanyaan di kepalanya. Paginya, Higiri memulai lagi kegiatannya kemarin, namun kali ini, ia memulai sangat, sangat pagi sekali, langsung menuju ke rumah gadis tersebut. Terlalu pagi dan belum ada bus dan MRT. Dengan tongkat magisnya, Higiri membuat sebuah lorong. Ia melayang di dalamnya, sangat cepat, menuju ke rumah gadis tersebut. Melewati banyak rumah, pohon, dan jalanan. Tentu saja tidak ada manusia yang bisa melihat terowongan ini, karena ini adalah lorong magis! Setelah beberapa waktu melayang, lorong magis tersebut berhenti di depan rumah si gadis kemarin. Higiri lalu menutup lorong tersebut dengan tongkat magisnya, lalu setelahnya, tongkat tersebut menghilang. Higiri berjalan mencari persembunyian, seperti tiang listrik, ia ingin mengetahui di mana gadis tersebut sekolah. Menanti matahari yang pelan sekali tingginya, tiba-tiba saja, gadis tersebut keluar dari rumahnya, lalu berjalan menuju stasiun kereta MRT kemarin, namun kali ini ia tidak membawa sepedanya. Higiri mengikutinya kali ini, secara diam-diam di belakang gadis tersebut. Gadis tersebut masih menatap sekelilingnya dengan tatapan kosong dan kebanyakan hanya melihat jalanan saja. Setelah melewati beberapa stasiun kereta MRT, ia turun dan berjalan pelan menaiki tangga, keluar stasiun. Nampaknya ia tidak pernah naik bus menuju ke sekolahnya setiap pagi, hanya sesekali waktu ketika ia tidak memakai sepedanya. Gadis tersebut berjalan kaki, namun sekolahnya agak jauh. Sesekali, ia menghela nafas dan mendesah kelelahan. Setelah berjalan agak jauh, sampai juga di sebuah sekolah swasta. Terlihat sekelompok gadis berjumlah enam orang yang berada di gerbang sekolah, sepertinya sudah menunggu gadis tersebut dari tadi, lalu mereka menghampirinya, dengan tatapan sinis. Higiri mengamatinya dari jarak agak jauh namun tidak terlalu dekat juga. "Hei, apakah kau sudah mengerjakan seluruh tugas kami?", tanya salah satu gadis tersebut, sepertinya dia adalah kepala geng di sana. "Aku, aku sudah mengerjakannya..." jawab gadis berambut biru tua itu. Nampak beberapa gadis mulai merebut paksa tasnya, hingga ia terjatuh. Higiri yang melihatnya, hendak menolong, namun Higiri mengurungkan niatnya karena, tiba-tiba saja seorang gadis menampar wajah si gadis berambut biru tua tersebut."Apa-apaan ini? Hanya segini saja? Ya ampun, tugas kami ada enam, dan kau belum mengerjakan punyaku? Hanya milikku yang belum kau kerjakan?? Kau cari mati saja!" seru gadis pemimpin tersebut sambil melemparkan sebuah buku tugas ke arah gadis berambut biru tua tersebut. Sambil berlutut, gadis berambut biru tua tersebut menjawab, "Aku, aku tidak bisa menyelesaikannya, aku bahkan tidak tidur semalam hanya demi mencari jawabannya dan menyalin ulang ke buku kalian, aku tidak tidur!" Seorang gadis lalu menghampirinya, dan menaikkan dagu si gadis berambut biru tua tersebut dengan kasar menggunakan tangan, "Ada baiknya kau selesaikan tugas-tugas sekolah milik ketua kita.., atau ia akan menyiksamu nanti!" Higiri mengepalkan tangannya, hendak berjalan ke arah gadisnya, namun lagi, seorang gadis yang nampaknya adalah anggota geng tersebut, sepertinya mulai berbicara kasar kepada gadis berambut biru tua tersebut. "Kau harusnya sadar, dasar yatim piatu. Nama belakang saja kau tidak punya. Kasta paling rendah, kau hanya bisa jadi pembantu saja, kenapa harus kau sekolah di sekolah elit ini? Oh, bagaimana kalau kita jadikan Kenta sebagai pesuruh? Ketua, kau tidak perlu lagi ke kantin, biarkan saja Kenta yang membawa makananmu! Harusnya dia berterima kasih sudah kau berikan masuk ke dalam grup ini!"revisi pertama, sedikit koreksi dan alur cerita yang diperjelas.
Higiri mendengar percakapan tersebut, ternyata benar, itu gadis yang ia cari selama ini! Jackpot! Namanya Kenta, iya, memang benar, namun kondisinya tidak bagus. Sang gadis ketua yang arogan, menatap Kenta dengan sinis, "Kalau begitu, kau akan kumaafkan, ayo masuk ke dalam kelas, dan jangan lupa, bawakan makan siangku nanti. Jangan lupa!" Para gadis tersebut tertawa dan masuk ke dalam sekolah. Kenta ingin menangis, ia menyeka air matanya yang mulai keluar sedikit, namun semua ia tahan. Ia lalu masuk ke dalam sekolah. Higiri yang berada di ujung jalan, kini perlahan menyadari, bahwa ada yang tidak beres dengan kehidupan Kenta. Ia memutuskan untuk menunggu Kenta selesai sekolah. "Ia masih sama, manis, walaupun badannya kecil dan tidak begitu tinggi. Namun aku yakin, ia punya penderitaan besar. Aku, aku sangat ingin menolongnya. Seorang pembantu? Pesuruh? Apa yang terjadi sebenarnya kepada Kenta selama ini?" Higiri menunggu dan menunggu, bahkan sambil terduduk di jalan itu. Penantiann
Kenta menghela nafas panjang lagi, kali ini ia berhenti berjalan, dan menundukan kepalanya, "Gadis ketua bernama Sato Moe. Ia sangat disukai para siswa di sekolah," jawab Kenta sambil memulai berjalan lagi, dan melanjutkan, "Ketika aku masuk ke sana sejak sekolah dasar, Moe belum ada. Ia masuk sekitar sekolah menengah. Karena keluarganya sangat kaya raya, ia bahkan bisa melakukan perawatan fisik, dan aku waktu itu menganggap ia sangat cantik dengan rambut coklat dan bola mata coklatnya." "Lalu?" tanya Higiri lagi, penasaran. "Aku mengaguminya. Moe membuat sebuah grup, sebuah geng, untuk seluruh gadis di sekolah itu, dan gadis-gadis tersebut menjadikannya ketua. Seluruh gadis yang ikut grupnya, sangat memuja Moe, mungkin karena ia sangat cantik dan kaya raya, ia sering membagikan uang. Waktu itu aku juga mengajukan diri masuk ke grupnya. Namun Moe melihatku sebagai ancaman. Ia mengijinkan aku masuk grupnya, namun, suatu hari, Moe berbisik kepadaku bahwa aku terlalu cantik secara fisik
Moe membuang gunting yang ia pegang, lalu maju ke arah Higiri sambil tersenyum, "Kau sangat tampan. Rupanya murid dari sekolah sebelah. Oke, aku bisa berhenti menyiksa Kenta, namun kau harus menjadi pacarku. Kau tidak cocok bersama Kenta, lihat saja, wajah pembantu, hahaha!" seru Moe sambil tertawa lebar, diikuti tawa gadis-gadis anggota gengnya. Higiri langsung menampar Moe, walaupun penuh amarah, tamparan itu tidak sekeras yang dibayangkan, laku Higiri berucap, "Aku adalah pacarnya Kenta, tidak peduli seburuk apa, aku menyukainya, dan sekali lagi, jika kalian berbuat yang macam-macam kepada Kenta, sehelai rambut saja terancam, aku tidak akan segan kepada kalian!” ucap Higiri dengan wajah penuh amarah, lalu membantu Kenta berdiri, dan menggandeng tangannya, berjalan menjauhi para gadis-gadis brengsek itu, sambil berlari kecil menuju halte bus yang biasa mereka lewati. Namun, di tengah jalan, Kenta menarik tangannya, berhenti berjalan, dan tertunduk. Higiri menatapnya, namun kali ini
Kenta berpikir sebentar, lalu ia menghela nafas panjang juga, "Baiklah, lagipula mungkin saja kau salah orang, aku sudah menganggapmu aneh. Kau yang memulai semua ini namun aku yang harus tunduk pada syaratmu. Benar-benar pria aneh!” serunya. Higiri tersenyum lebar dan mengangkat kepalanya, "Kita teman, atau pacar?" tanya Higiri sambil tersenyum lebar. Kenta membalas Higiri dengan senyuman kecut, "Begini ya, aku tidak pernah menganggapmu pacar. Bahkan teman juga tidak! Aku tidak akan menjawab syarat yang kau berikan, kau sangat keras kepala dan aku sudah lelah, terserah!” serunya, lalu melanjutkan langkahnya menuju stasiun kereta MRT. "Oke!!!" sahut Higiri sambil mengikuti Kenta. Wajahnya senang, namun di sisi lain, Kenta terlihat lelah dan kesal. Di sepanjang perjalanan, Higiri selalu ingin menggenggam tangan Kenta, namun tidak pernah mendapat kesempatan. Ya sudah, saling diam saja. Namun sesekali, Higiri mengajak Kenta bercanda sambil bertanya beberapa hal, apa makanan yang disu
Memori tersebut membuat Kenta tiba-tiba terbangun. Dadanya sakit sekali, termasuk kepalanya. Ia berteriak kencang sekali. Ia mulai menangis dan bergumam, "Memoriku mulai kembali, kenapa? Kenapa??" Ia makin berteriak dengan kencang dan menangis, tertunduk lesu, bahkan ia mulai melempar bantal tidurnya. Malam yang panjang baik untuk Higiri maupun Kenta. Pagi hari mulai menjelang. Kenta hendak pergi ke sekolah, seperti biasa. Kali ini, ia sama sekali tidak melihat Higiri. Kenta mulai merasa aneh, namun ia berpikir mungkin Higiri memang salah orang, sambil menggelengkan kepala, Kenta mulai berjalan menuju sekolahnya, seperti biasa, menaiki kereta MRT dan berjalan kaki. Namun sedari tadi, Higiri benar-benar tidak muncul juga batang hidungnya. Sesampainya di sekolah, Kenta melihat Moe sedang menunggunya, bahkan melihatnya dengan sinis. Kaki Kenta mulai agak bergetar berjalan menuju gerbang sekolah. Moe sudah menunjuk Kenta, sambil juga menunjuk sebuah pohon besar di antara semak-semak di
"Sudah jam dua siang. Aku, apa jawabanku? Apakah aku mencintai Higiri? Aku mulai mencintainya? Menyukainya? Memikirkannya?" gumam Kenta dalam hati, ia ragu kalau ia sendiri merindukan celotehan Higiri yang kadang membuatnya tertawa, namun ia merasa janggal, pertemuan mereka sangat, sangat singkat sekali. Dengan semua pertanyaan itu, Kenta tiba-tiba saja terlelap tidur. Dalam tidurnya, ia memimpikan kenangan manis kemarin-kemarin, bersama Higiri. Ciuman pertamanya, pelukan hangat seorang pria yang mengaku bahwa pria itu mencintai dirinya, sampai tawa dan senyum ketika mereka bepergian bersama. Memori yang indah, namun, di satu sisi lainnya, sejak kehadiran Higiri, memori-memori masa kecil Kenta yang kelam, justru kembali muncul ke permukaan, dan menghantui Kenta. Ada hubungan apakah ini? Tiba-tiba saja, Kenta membuka matanya dan melihat ke arah jam. Ia terbangun begitu merasakan jantungnya berdebar kencang, namun, ia belum juga menemukan jawabannya. Sudah setengah empat sore! Ia denga
Kenta terdiam menerima benda tersebut, itu hanyalah sebuah kotak perhiasan warna hitam. Higiri lalu mencium bibir Kenta lagi, lalu berkata, "Aku akan mengantarmu pulang. Ingat, dua hari waktumu untuk memutuskan. Karena aku sendiri tidak punya waktu banyak. Aku tidak akan memaksamu, jangan terima jika kau merasa terpaksa, jujur saja dengan hatimu."Higiri lalu mengantar Kenta pulang dari pasar malam tersebut. Sepanjang perjalanan, mereka hanya terdiam, seperti salah tingkah. Kenta sendiri tidak berani berbicara apapun, sementara Higiri, wajahnya masih memerah pertanda ia memang tersipu malu. Mereka menaiki beberapa kereta MRT dan melewati beberapa halte bus, lalu, akhirnya sampai di rumah Kenta. Higiri lalu pamit pulang, sementara Kenta masuk ke dalam rumahnya, dan membersihkan dirinya, lalu berbaring di atas ranjangnya. Ia mengambil kotak perhiasan hitam yang diberikan Higiri dan menatap kotak tersebut dalam waktu yang sangat lama. Ada keraguan dalam hatinya. “Higiri ini, bercanda,
"Ah, iya, iya. Oh, aku kesini karena ada beberapa hal…" seru X, sambil melirik sesuatu yang menggantung di leher Kenta, ia lalu menggaruk kepalanya dan berkata, "Oh, jadi begitu ya, apakah ini keputusanmu? Apa kau yakin dengan keputusan ini? Kau sudah tahu siapa dirimu, kan? Kau juga sudah tahu siapa anak muda itu, kan?”Kenta menatap X dengan penuh kebingungan, dan bertanya, "Maksudnya? Ah, sebaiknya kita duduk dulu di dalam, aku akan menyiapkan minuman!"Mereka berdua lalu masuk ke dalam rumah. X lalu mengambil duduk di kursi dekat meja makan, dan Kenta langsung membawakan air minum segelas untuk pamannya itu. "Kenta, apa itu?" tanya X sambil menunjuk-nunjuk kalung yang dipakai Kenta. Kenta lalu menggenggam kalung yang ia pakai di lehernya, sambil berseru, "Oh, oh, ini? Paman, aku sebenarnya, sebenarnya… mempunyai seorang pacar! Dan dia memberikanku kalung ini kemarin!"X menatap kalung tersebut agak lama. Kalung itu lalu memancarkan sedikit cahaya berwarna warni, padahal warna kal