Share

Part 6: Gadis Berambut Biru

Tiba-tiba saja Higiri berhenti. 

Jantungnya berdetak kencang sekali. 

Bola matanya membesar. Apa yang ia lihat sebenarnya sampai ia terkejut? 

Seorang gadis berambut panjang sepunggung dan berwarna biru tua, dengan bola mata berwarna biru langit, tinggi sekitar seratus enam puluh sentimeter, mengenakan jaket berwarna oranye dan kaos abu-abu, membawa tas ransel coklat di punggungnya, sambil menuntun sebuah sepeda di sampingnya, melewati halte bus itu.

Kedua matanya menatap ke arah jalan, dengan tatapan sedih dan kosong. Bola mata biru langitnya seolah menunjukan kesedihan, tidak ada yang lain selain rasa sedih. Ia terus berjalan sambil menuntun sepedanya tanpa ada ekspresi apapun di wajahnya.

Melihat gadis tersebut hendak menyeberang jalan, Higiri langsung berlari menyeberang jalan, namun mobil masih lalu lalang, bukan waktu untuk menyeberang. 

Ichigo menarik tangan Higiri, "Apa yang mau kau lakukan, hei!!"

Namun Higiri memfokuskan pandangannya ke arah gadis tersebut, sambil menunggu waktunya menyeberang jalan. Tiba-tiba saja, ia melihat gadis tersebut tampaknya tidak jadi menyeberang jalan, namun hendak berjalan ke arah lainnya. Lampu merah sudah menyala untuk mobil. Higiri lalu melihat gadis itu berjalan ke arah yang berlawanan, lalu secepat mungkin Higiri menyeberang jalan. 

Namun sayang, gadis itu mulai menaiki sepedanya dan mengayuhnya dengan cepat.

Higiri justru terus berteriak, "Berhenti, berhenti!!!"

Namun tidak mungkin meminta gadis tersebut untuk berhenti, bukan? Lagi pula gadis itu juga tidak mendengar teriakan Higiri.

Sesampainya di seberang jalan, Higiri langsung melihat ke arah halte bus tersebut, ia melihat nomor bus tadi, dan jadwal bus tersebut datang dan pergi. Entah mengapa, ia menghapalnya, dengan tujuan mungkin si gadis itu akan kembali lagi besok di halte yang sama dan mungkin, di waktu yang sama, sambil mengayuh sepedanya.

Ichigo tertinggal di seberang jalan, berteriak memanggil, namun Higiri tidak mendengarnya sama sekali, ia justru memandang jadwal bus yang terpampang di halte bus tersebut, dengan wajah bahagia. 

"Gadis itu masih hidup!" sahut Higiri, dengan senyum senang dan hati bahagia. "Aku sangat yakin itu dia, tidak ada orang lain lagi di dunia ini, yang mempunyai fisik yang sama dengannya, dan apalagi, wajahnya masih sama. Aku sangat yakin!"

Kali ini, Higiri merasa sangat yakin, ia memutuskan untuk langsung pulang, sementara ia tidak terlalu memperhatikan Ichigo yang dari tadi berusaha menggapai tangannya. Higiri terus saja berlari menuju stasiun kereta MRT terdekat. Ichigo tidak mengikutinya kali ini, namun, kekecewaan besar terlihat dari wajahnya, ia lalu terdiam, tidak mengikuti Higiri sama sekali. 

“Apakah Higiri sudah menemukannya?” tanya Ichigo dalam hatinya, namun rasa takut itu ada. 

Masalahnya, mengapa Ichigo harus takut? 

Sepulangnya dari sana, Higiri mulai merasa semangat, sambil berjalan menelusuri jalan setapak menuju ke kamar kost-nya, ia bergumam, "Masih ada satu setengah bulan tersisa, aku harus bisa meyakinkan gadis tersebut untuk ikut denganku, membawanya ke Dunia Musik, suku Harmoni, namun, apakah dia seorang manusia? Manusia membutuhkan oksigen, dan dunia manusia ini menurutku tempat yang aneh, sementara mungkin menurut dia, Dunia Musik akan lebih aneh lagi," lalu ia mulai menarik nafas panjang dan membuangnya, wajahnya mulai murung lagi. 

"Nanti saja dipikirkan, oke, aku akan pergi pagi-pagi sekali besok, semoga saja ia akan ada di sana!" gumamnya lagi.

Malam itu, Higiri sangat bersemangat. Ia menatap bintang-bintang di langit, berharap bahwa gadis tersebut besok akan kembali. Tentu, Higiri berencana bolos sekolah saja besok, fokus kepada gadis tersebut terlebih dahulu. 

Matahari belum begitu tinggi, pagi ini. Tidak menggunakan seragam hari ini, namun pakaian biasa. Higiri berlari menuju stasiun kereta MRT dan terburu-buru nampaknya, seolah tidak sabar ingin segera sampai di halte bis ujung jalan kemarin. 

Sepanjang perjalanan, ia bergumam, "Cepat, cepat!" Sambil mengepalkan tangannya pertanda ia sudah tidak sabar. 

Di setiap tempat yang ia lewati, Higiri tetap melirik sekelilingnya, mungkinkah gadis tersebut akan menggunakan kereta MRT juga sambil membawa sepeda kecilnya? 

Akhirnya tiba juga di pemberhentian yang diinginkan. Secepat kilat, Higiri keluar dari kereta MRT dan langsung berlari menuju halte bus yang kemarin. Sesampainya di halte itu, Higiri langsung mengambil tempat duduk di pojok halte. Waktu berlalu. 

Orang-orang dan mobil-mobil sudah berlalu lalang. Mata Higiri mulai lelah, sudah sekitar enam jam dari jam lima pagi, sampai jam dua-belas siang ini, gadis itu tidak menampakan dirinya sama sekali. Sudah berkali-kali bus lewat, namun tidak ada tanda sedikitpun kapan gadis itu akan muncul. 

Higiri sendiri bahkan melewatkan makan pagi dan makan siangnya, ia hanya membawa sebuah botol air minum kecil saja. 

Higiri mulai menarik nafas panjang sembari sedikit kecewa, sambil menunjukan raut wajahnya yang mulai kelelahan. 

"Apakah aku bermimpi? Mungkin?" keluhnya dalam hati. 

Ia mulai berdiri dari duduknya, dan berpikir untuk mencari makan siang sebentar, kebetulan di seberang jalan, seberang halte bus ini, ada sebuah restoran yang jendelanya besar, jadi ia memutuskan makan di sana sendirian. Higiri lalu bangkit dari duduknya dan mulai berjalan sedikit ke depan. Sebuah bus hendak berhenti di halte tersebut, pas ketika Higiri hendak berdiri. 

Tiba-tiba saja, dari arah berlawanan, seorang gadis berambut biru tua, berjalan agak cepat sambil menuntun sepedanya, lalu tanpa sengaja, ia menabrak lengan Higiri. 

Gadis itu lalu menatap Higiri sambil langsung membungkuk, “Maafkan aku!” serunya, lalu langsung berjalan agak cepat ke arah yang berlawanan dengan Higiri. 

Wajahnya menunjukan kesedihan. Kepalanya tertunduk lagi. Ia masih menggunakan pakaian seragam seperti kemarin, jaket berwarna oranye dan kaos abu-abu, dengan menenteng tas ransel berwarna coklat di punggungnya. Higiri menatap gadis itu, melirik wajahnya perlahan. 

"Kenta yang aku tahu, waktu itu ia tersenyum sangat manis, apakah ini orangnya? Apakah ia sudah berubah? Apa yang terjadi padanya? Air mukanya menunjukan kesedihan yang amat mendalam, sementara langkahnya pelan sekali, lesu, tidak bersemangat. Gadis ini kenapa? Apa yang terjadi?" semua pertanyaan ini mulai bermunculan di dalam hati Higiri. 

Gadis itu tampaknya sangat terburu-buru, ia bahkan langsung naik ke atas sepedanya dan mulai mengayuh lagi.

Higiri menatap gadis tersebut, dan merasa yakin itu Kenta, gadis yang ia cari selama ini, dengan rambut berwarna biru tua dan bola mata biru langit, namun, ada rasa ragu juga karena air mukanya begitu sedih. 

Higir tentu saja tidak ingin kehilangan gadis itu lagi. Ia kali ini berlari, mengikuti gadis tersebut dari belakang, kemana pun ia mengayuh sepedanya. Namun, di suatu jalan, gadis itu turun dan mulai berjalan sambil menuntun sepedanya lagi.

Higiri masih fokus melihat gadis tersebut, yang berjalan sambil menatap ke bawah dengan tatapan kosong, tanpa harapan sama sekali di dalam bola mata birunya yang indah, sayang sekali. 

Higiri lalu sedikit berjalan cepat dengan tujuan agar ia bisa mendekati gadis tersebut, sambil fokus menganalisa dalam hatinya, apakah dia gadis yang dicari-cari selama ini, jika iya, mengapa raut wajahnya sangat sedih, tidak tampak kebahagiaan sama sekali. Sudah tiga halte dilewati, namun gadis tersebut belum juga menunjukkan ke mana ia akan pergi.

Namun di suatu halte bus, akhirnya gadis itu berhenti, Higiri ikut di belakangnya, mendadak juga ikut menghentikan langkahnya, dari kejauhan, sambil memperhatikan gadis itu.

M.D.Samantha

revisi pertama, alur cerita diperjelas dan sedikit koreksi.

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status