Higiri mendengar percakapan tersebut, ternyata benar, itu gadis yang ia cari selama ini! Jackpot! Namanya Kenta, iya, memang benar, namun kondisinya tidak bagus.
Sang gadis ketua yang arogan, menatap Kenta dengan sinis, "Kalau begitu, kau akan kumaafkan, ayo masuk ke dalam kelas, dan jangan lupa, bawakan makan siangku nanti. Jangan lupa!" Para gadis tersebut tertawa dan masuk ke dalam sekolah. Kenta ingin menangis, ia menyeka air matanya yang mulai keluar sedikit, namun semua ia tahan. Ia lalu masuk ke dalam sekolah. Higiri yang berada di ujung jalan, kini perlahan menyadari, bahwa ada yang tidak beres dengan kehidupan Kenta. Ia memutuskan untuk menunggu Kenta selesai sekolah. "Ia masih sama, manis, walaupun badannya kecil dan tidak begitu tinggi. Namun aku yakin, ia punya penderitaan besar. Aku, aku sangat ingin menolongnya. Seorang pembantu? Pesuruh? Apa yang terjadi sebenarnya kepada Kenta selama ini?" Higiri menunggu dan menunggu, bahkan sambil terduduk di jalan itu. Penantiannya terbayar setelah mendengar bel terakhir berbunyi. Para murid mulai berhamburan keluar sekolah. Kenta dan gadis-gadis anggota geng tadi pagi, juga keluar, namun mereka justru menuju sebuah pohon besar yang ditutupi banyak tanaman besar di ujung sekolah. Higiri mengikuti mereka diam-diam. "Bodoh kau! Pesuruh apaan ini? Aku menyuruhnya membelikanku makanan, bukan pakai uangku! Kau sebagai pengikut harusnya membelikan makanan untuk ketua! Mengapa berani sekali kau meminta uang kepada ketua?!" teriak seorang gadis. Kenta sangat ketakutan, ia menggenggam erat tali ranselnya. Gadis tersebut lalu menamparnya hingga terjatuh. Wajahnya memerah, dan ia mulai menitikkan air mata, namun tetap ia tahan. "Kau menangis? Lemah sekali! Bawahan bodoh!" gadis ketua tersebut menamparnya sekali lagi, dan ketika ia hendak menampar Kenta untuk yang ketiga kalinya, kali ini Higiri datang, dan langsung menahan tangan gadis ketua itu. Seluruh mata para gadis tertuju kepada Higiri. Mereka terdiam. Higiri membuang tangan si gadis ketua, dengan kasar. Lalu ia berjalan dan membantu Kenta berdiri, sambil menggenggam tangannya, tanpa berbicara sama sekali, Higiri langsung membawa Kenta pergi sambil berlari kecil, pergi dari gadis-gadis tersebut. Para gadis hanya bisa terkaget-kaget. Higiri terus menggenggam erat tangan Kenta, sambil berlari meninggalkan gadis-gadis anggota geng tersebut. Tiba-tiba saja, setelah agak menjauh dari sekolah, Kenta berhenti berlari, lalu menarik tangannya. Higiri pun berhenti seketika, lalu menoleh kebelakang, menatap Kenta. "Siapa kau? Kenapa harus menarik tanganku?!" sahut Kenta, sambil menarik nafas panjang. "Aku tidak tahan lagi, mereka menyiksamu!" balas Higiri. Kenta menatap Higiri dengan tatapan kesal, "Tidak ada urusan denganmu! Kau mengenalku? Ini semua bukan urusanmu!" "Mereka menamparmu berkali-kali! Wajahmu memerah!" balas Higiri. "Ya, aku tahu, dan terima kasih atas tindakanmu, aku akan segera mendapat pemukulan lebih dari itu! Ketua, ketua.., sangat tidak menyukaiku karena ia terus berkata aku cantik, dan tidak boleh ada pria yang mendekatiku selain dia yang bisa! Dan aku benci sekolah itu!!!!" teriak Kenta lalu terduduk, dan menangis. Higiri lalu terdiam. Kini ia merasa bersalah. Kenta lalu menghentikan tangisannya, menyeka air matanya, dan mulai berdiri, melangkah. Ia berjalan menuju sebuah halte bus. Higiri masih mengikutinya. Sampai pada stasiun kereta MRT-pun, Higiri masih mengikutinya, bahkan ia duduk di samping Kenta. Kereta MRT yang tidak terlalu ramai, membuat Kenta berani bertanya, "Siapa kau? Kenapa mengikutiku terus? Aku sangat tidak nyaman, kau bahkan berani sekali menarik tanganku!”"Aku masih mengingatmu, Kenta, apa kau sudah lupa?" ucap Higiri sambil menghela nafas panjang. "Maksudmu? Kau ini siapa?” tanya Kenta sambil terheran-heran. "Apakah kau sudah melupakan masa kecilmu? Apa kau sudah melupakanku?" ucap Higiri lagi. Kenta mengernyitkan dahinya sambil membalas Higiri, "Siapa kamu? Aku, aku sudah tidak begitu ingat masa kecilku. Aku tidak ingin lagi mengingatnya..." Higiri melihat Kenta mulai bersedih. Entah apa yang terjadi pada Kenta selama sepuluh tahun ini, lalu ia berkata, "Tidak perlu mengingat semua masa kecilmu. Ingat saja aku. Aku bagian dari masa kecilmu”"Kau? Siapa?” tanya Kenta lagi. "Aku, Higiri, apakah kau masih ingat? Kita bertemu sepuluh tahun lalu di ladang bunga matahari itu,” jawab Higiri. Kenta tidak menjawab, namun, mata mereka saling menatap satu sama lain. Namun, kereta MRT sudah berhenti. Kenta lalu berdiri dan berjalan keluar, masih dengan wajah sedih. Sesampainya di luar stasiun, Higiri mulai berbicara, "Pelan-pelan saja mengingatku. Aku tidak akan memaksamu."Kenta hanya menatap Higiri dengan wajah sinis, lalu tidak membalas ucapannya. Mereka meneruskan perjalanan sampai ke rumah Kenta. Higiri masih tetap mengikuti. "Cukup, sampai sini saja. Satu, aku tidak mengingatmu. Dua, terima kasih sudah menyelamatkanku, namun tiga, aku akan mendapat balasan dari mereka, besok. Jadi sudah, sudah cukup, jangan mengikutiku lagi," ujar Kenta, sambil mengambil langkah pelan masuk ke dalam rumahnya. "Aku akan membuatmu mengingatku!" teriak Higiri, dengan senyum di wajahnya. Ia lalu berjalan pulang sendirian. Di setiap jalan yang ia lalui, senyum terpancar di wajahnya. Ia sedang mengingat kejadian tadi. Membawa Kenta lari dari kerumunan gadis kurang ajar, menggandeng tangannya, dan berlari bersama. Sungguh memori yang indah, padahal baru hari kedua sejak ia menemukan gadis yang ia cari selama sepuluh tahun tersebut. Esok harinya, Higiri masih melakukan kegiatan yang sama, yakni pagi hari sekali sudah di depan rumah Kenta. Kali ini, ia mengenakan seragam sekolahnya. Ia menunggu Kenta keluar. Masih sangat pagi, dan ia sudah bersemangat. Tiba-tiba, suara pintu terdengar. Kenta keluar dari rumahnya, menuju pagar, dan menemukan Higiri lagi, di depan rumahnya. Kenta mulai menghela nafas, ia lalu menatap Higiri dengan tatapan tajam. "Aku tidak pernah menyuruhmu datang kesini. Aku masih tidak bisa mengingatmu, sebaiknya kau kembali," ujar Kenta. "Maka itu, aku akan membuatmu mengingatku," jawab Higiri. "Kau sangat memaksa, ada hal penting apa sampai aku harus mengingatmu? Seolah kau sangat mengenalku?" balas Kenta lagi. "Itu, yah, itu, karena waktuku di sini tidak lama. Setidaknya, aku senang bisa menemukanmu!" sahut Higiri. Kenta menghela nafas panjang, tidak membalas Higiri sama sekali, nampaknya Higiri sangat keras kepala. Kenta mulai berjalan ke arah yang sama ke sekolahnya seperti kemarin. Higiri mengikutinya juga kali ini. "Mengapa kau selalu mengambil jarak terjauh setiap pagi? Bukankah siang kau justru naik bus untuk pulang sekolah? Ada apa dengan sepeda milikmu?" tanya Higiri. Dengan wajah lesu, Kenta memberanikan diri menjawab Higiri, "Jika aku pagi ini naik bus, aku akan bertemu ketua. Ia dan geng-nya selalu naik bus pagi hari. Setidaknya masalah tidak akan menemukanku jika aku naik sepeda. Siang hari, mereka tidak akan langsung pulang, namun mereka akan menunjukan arogansinya kepada siswi lain, maka itu aku bisa naik bus siang hari ketika pulang sekolah, dan tidak perlu bertemu mereka." "Sepertinya gadis ketua sangat membencimu, namun aku tidak melihat ada sesuatu yang salah denganmu, kau hanya gadis sekolah biasa” ucap Higiri.revisi pertama. alur cerita diperbaharui.
Kenta menghela nafas panjang lagi, kali ini ia berhenti berjalan, dan menundukan kepalanya, "Gadis ketua bernama Sato Moe. Ia sangat disukai para siswa di sekolah," jawab Kenta sambil memulai berjalan lagi, dan melanjutkan, "Ketika aku masuk ke sana sejak sekolah dasar, Moe belum ada. Ia masuk sekitar sekolah menengah. Karena keluarganya sangat kaya raya, ia bahkan bisa melakukan perawatan fisik, dan aku waktu itu menganggap ia sangat cantik dengan rambut coklat dan bola mata coklatnya." "Lalu?" tanya Higiri lagi, penasaran. "Aku mengaguminya. Moe membuat sebuah grup, sebuah geng, untuk seluruh gadis di sekolah itu, dan gadis-gadis tersebut menjadikannya ketua. Seluruh gadis yang ikut grupnya, sangat memuja Moe, mungkin karena ia sangat cantik dan kaya raya, ia sering membagikan uang. Waktu itu aku juga mengajukan diri masuk ke grupnya. Namun Moe melihatku sebagai ancaman. Ia mengijinkan aku masuk grupnya, namun, suatu hari, Moe berbisik kepadaku bahwa aku terlalu cantik secara fisik
Moe membuang gunting yang ia pegang, lalu maju ke arah Higiri sambil tersenyum, "Kau sangat tampan. Rupanya murid dari sekolah sebelah. Oke, aku bisa berhenti menyiksa Kenta, namun kau harus menjadi pacarku. Kau tidak cocok bersama Kenta, lihat saja, wajah pembantu, hahaha!" seru Moe sambil tertawa lebar, diikuti tawa gadis-gadis anggota gengnya. Higiri langsung menampar Moe, walaupun penuh amarah, tamparan itu tidak sekeras yang dibayangkan, laku Higiri berucap, "Aku adalah pacarnya Kenta, tidak peduli seburuk apa, aku menyukainya, dan sekali lagi, jika kalian berbuat yang macam-macam kepada Kenta, sehelai rambut saja terancam, aku tidak akan segan kepada kalian!” ucap Higiri dengan wajah penuh amarah, lalu membantu Kenta berdiri, dan menggandeng tangannya, berjalan menjauhi para gadis-gadis brengsek itu, sambil berlari kecil menuju halte bus yang biasa mereka lewati. Namun, di tengah jalan, Kenta menarik tangannya, berhenti berjalan, dan tertunduk. Higiri menatapnya, namun kali ini
Kenta berpikir sebentar, lalu ia menghela nafas panjang juga, "Baiklah, lagipula mungkin saja kau salah orang, aku sudah menganggapmu aneh. Kau yang memulai semua ini namun aku yang harus tunduk pada syaratmu. Benar-benar pria aneh!” serunya. Higiri tersenyum lebar dan mengangkat kepalanya, "Kita teman, atau pacar?" tanya Higiri sambil tersenyum lebar. Kenta membalas Higiri dengan senyuman kecut, "Begini ya, aku tidak pernah menganggapmu pacar. Bahkan teman juga tidak! Aku tidak akan menjawab syarat yang kau berikan, kau sangat keras kepala dan aku sudah lelah, terserah!” serunya, lalu melanjutkan langkahnya menuju stasiun kereta MRT. "Oke!!!" sahut Higiri sambil mengikuti Kenta. Wajahnya senang, namun di sisi lain, Kenta terlihat lelah dan kesal. Di sepanjang perjalanan, Higiri selalu ingin menggenggam tangan Kenta, namun tidak pernah mendapat kesempatan. Ya sudah, saling diam saja. Namun sesekali, Higiri mengajak Kenta bercanda sambil bertanya beberapa hal, apa makanan yang disu
Memori tersebut membuat Kenta tiba-tiba terbangun. Dadanya sakit sekali, termasuk kepalanya. Ia berteriak kencang sekali. Ia mulai menangis dan bergumam, "Memoriku mulai kembali, kenapa? Kenapa??" Ia makin berteriak dengan kencang dan menangis, tertunduk lesu, bahkan ia mulai melempar bantal tidurnya. Malam yang panjang baik untuk Higiri maupun Kenta. Pagi hari mulai menjelang. Kenta hendak pergi ke sekolah, seperti biasa. Kali ini, ia sama sekali tidak melihat Higiri. Kenta mulai merasa aneh, namun ia berpikir mungkin Higiri memang salah orang, sambil menggelengkan kepala, Kenta mulai berjalan menuju sekolahnya, seperti biasa, menaiki kereta MRT dan berjalan kaki. Namun sedari tadi, Higiri benar-benar tidak muncul juga batang hidungnya. Sesampainya di sekolah, Kenta melihat Moe sedang menunggunya, bahkan melihatnya dengan sinis. Kaki Kenta mulai agak bergetar berjalan menuju gerbang sekolah. Moe sudah menunjuk Kenta, sambil juga menunjuk sebuah pohon besar di antara semak-semak di
"Sudah jam dua siang. Aku, apa jawabanku? Apakah aku mencintai Higiri? Aku mulai mencintainya? Menyukainya? Memikirkannya?" gumam Kenta dalam hati, ia ragu kalau ia sendiri merindukan celotehan Higiri yang kadang membuatnya tertawa, namun ia merasa janggal, pertemuan mereka sangat, sangat singkat sekali. Dengan semua pertanyaan itu, Kenta tiba-tiba saja terlelap tidur. Dalam tidurnya, ia memimpikan kenangan manis kemarin-kemarin, bersama Higiri. Ciuman pertamanya, pelukan hangat seorang pria yang mengaku bahwa pria itu mencintai dirinya, sampai tawa dan senyum ketika mereka bepergian bersama. Memori yang indah, namun, di satu sisi lainnya, sejak kehadiran Higiri, memori-memori masa kecil Kenta yang kelam, justru kembali muncul ke permukaan, dan menghantui Kenta. Ada hubungan apakah ini? Tiba-tiba saja, Kenta membuka matanya dan melihat ke arah jam. Ia terbangun begitu merasakan jantungnya berdebar kencang, namun, ia belum juga menemukan jawabannya. Sudah setengah empat sore! Ia denga
Kenta terdiam menerima benda tersebut, itu hanyalah sebuah kotak perhiasan warna hitam. Higiri lalu mencium bibir Kenta lagi, lalu berkata, "Aku akan mengantarmu pulang. Ingat, dua hari waktumu untuk memutuskan. Karena aku sendiri tidak punya waktu banyak. Aku tidak akan memaksamu, jangan terima jika kau merasa terpaksa, jujur saja dengan hatimu."Higiri lalu mengantar Kenta pulang dari pasar malam tersebut. Sepanjang perjalanan, mereka hanya terdiam, seperti salah tingkah. Kenta sendiri tidak berani berbicara apapun, sementara Higiri, wajahnya masih memerah pertanda ia memang tersipu malu. Mereka menaiki beberapa kereta MRT dan melewati beberapa halte bus, lalu, akhirnya sampai di rumah Kenta. Higiri lalu pamit pulang, sementara Kenta masuk ke dalam rumahnya, dan membersihkan dirinya, lalu berbaring di atas ranjangnya. Ia mengambil kotak perhiasan hitam yang diberikan Higiri dan menatap kotak tersebut dalam waktu yang sangat lama. Ada keraguan dalam hatinya. “Higiri ini, bercanda,
"Ah, iya, iya. Oh, aku kesini karena ada beberapa hal…" seru X, sambil melirik sesuatu yang menggantung di leher Kenta, ia lalu menggaruk kepalanya dan berkata, "Oh, jadi begitu ya, apakah ini keputusanmu? Apa kau yakin dengan keputusan ini? Kau sudah tahu siapa dirimu, kan? Kau juga sudah tahu siapa anak muda itu, kan?”Kenta menatap X dengan penuh kebingungan, dan bertanya, "Maksudnya? Ah, sebaiknya kita duduk dulu di dalam, aku akan menyiapkan minuman!"Mereka berdua lalu masuk ke dalam rumah. X lalu mengambil duduk di kursi dekat meja makan, dan Kenta langsung membawakan air minum segelas untuk pamannya itu. "Kenta, apa itu?" tanya X sambil menunjuk-nunjuk kalung yang dipakai Kenta. Kenta lalu menggenggam kalung yang ia pakai di lehernya, sambil berseru, "Oh, oh, ini? Paman, aku sebenarnya, sebenarnya… mempunyai seorang pacar! Dan dia memberikanku kalung ini kemarin!"X menatap kalung tersebut agak lama. Kalung itu lalu memancarkan sedikit cahaya berwarna warni, padahal warna kal
Pagi ini, Kenta terlihat sedang berjalan, sendirian. Ia berjalan menuju sekolahnya, namun bukan untuk sekolah kali ini. Ia sedang mengingat-ingat kenangannya sendiri di sekolah ini.Pagi ini udaranya sangat segar. Kenta terpikir untuk mengunjungi sekolahnya Higiri, letaknya tidak jauh dan ia tahu jalan ke sana. Dengan rasa penasaran, Kenta berjalan menelusuri jalan setapak yang agak sepi. Memang, hari ini masih dalam suasana liburan untuknya karena sudah lulus. Sesampainya ia di sekolah tempat Higiri belajar, ia mendengar bunyi bel, pertanda sudah waktunya masuk kelas, dan sudah tidak nampak lagi murid-murid sekolah yang berlalu lalang. Kenta dengan seksama melihat sekolah tersebut dan terkejut, lalu bergumam, "Aku tidak pernah ke sini, namun memang benar kata orang-orang, sekolah ini besar sekali! Lebih besar dari pada sekolahku!”Ia lalu berjalan mengelilingi sekolah tersebut. Namun, selagi Kenta memandang sekolah itu, ia melihat dua orang di belakang sekolah, dari kejauhan. Seoran