Share

Chapter 2

    Gladis dan Arsen sudah saling kenal satu sama lain. Saat Gladis kuliah, Arsen adalah mentornya. Lebih tepatnya mentor Dajal, karena dia terkenal kejam dan untuk tugas yang dia berikan,  jika salah harus di ulangi lagi. Meski hanya satu kesalahan kecil, dan jujur saja Gladis sangat membencinya. 

    'Sial, kenapa harus dia?' gerutunya dalam hati.

     Ketika proposal dari masing-masing didiskusikan dan rapat sedang berlangsung.  Para  proyek manager dan manajemen kontruksi sedang berdebat saling mengunggulkan perusahaan mereka. Namun, Gladis dan Arsen yang paling menggebu gebu. Entah karena masa lalu atau memang karena pekerjaan. 

      "Bagaimana perusahaan kalian mengerjakan proyek besar seperti ini? sedangkan visi misi saja tidak jelas,"  sindir Arsen kepada Gladis.

      "Oh,  jadi  Anda meremehkan kami?  Lalu bagaimana seorang CEO  yang kejam dan arogan seperti Anda bisa menjalankan proyek ini?" timpal Gladis tak mau kalah. 

    "Maaf  saudara-saudara semua, saya kira lebih baik rapat di tunda terlebih dahulu.  Supaya kami dapat memutuskan dan memilih siapa yang akan kami pilih untuk proyek ini,"  kata  owner dari proyek tersebut.

     "Dan nanti untuk rapat selanjutnya, akan ada tim kami yang menghubungi, terima kasih,"  imbuhnya lagi  kemudian meninggalkan ruangan rapat.

    Setelah rapat dibubarkan Gladis segera menuju ke kamarnya dengan perasaan penat dan kesal. Dia juga segera menelfon untuk memastikan. 

      "Ya, halo tuan, apa benar target saya itu Arsen Mahavir?" tanya Gladis kepada Mr. X di telponnya.

    Dia tidak tau saat ini harus berbuat apa? karena sebenarnya Gladis menyimpan perasaan terhadap Arsen sejak dulu. Meski ia juga sangat membenci dan memiliki dendam sendiri kepada Arsen.

    "Ya benar, ada apa?" jawab Mr. X.

    "Ah, tidak tuan, saya hanya memastikan saja."

    "Saya beri kamu waktu 1 minggu untuk melenyapkanya," titah Mr. X lalu dia memutus sambungan telpon.

Gladis nampak frustasi,  dia mengempaskan tubuhnya ke ranjang.

    "Tuhan apa yang harus kulakukan? Apa ini karma? Aku bisa gila kalau seperti ini," katanya bermonolog sambil merutuki dirinya sendiri.

    "Otakku buntu kali ini, aku harus keluar mencari hiburan," dia bicara sendiri saat meraih sweater abu-abu untuk dipakainya. Lalu keluar dari kamar dan menuju ke kamar Reska untuk meminjam mobil.

    "Masih lama gak sih ini meetingnya di tunda?"  tanya Reska kepada Gladis begitu dia sampai di kamarnya.

    "Eh, bocah kenapa lo?" ucap Reska lagi. Ia merasa heran melihat raut muka Gladis terlihat muram.

    "Kagak, bosen aja gitu," jawab Gladis sambil mengerucutkan  bibirnya.

    "Paling cepet tiga hari. Tapi, gue nggak bisa pastikan, bisa jadi seminggu, kenapa emangnya?" sambungnya lagi.

    "Ah, gak asik nih, mana lagi ada turnamen dan tiketnya juga belum beli. Bantuin gue dapetin tiket Dota kali ini ya, please, tapi jangan bilang sama bokap ya," rengek Reska sambil memasang ekspresi memelas.

    "Dih, lo itu ya, otaknya cuma main game mulu," keluh Gladis.

   "Sini pinjem mobilnya, empet gue di sini pengen cari hiburan keluar," ujarnya lagi. Sambil meraih kunci mobil di atas meja dekat pintu masuk, tetapi segera direbut oleh Reska.

    "Eitss, janji dulu buat dapetin tiketnya, pertandingannya minggu depat nih, ya, please ya."

    "Hemm," kata Gladis, lalu Reska memberikan kunci mobilnya kepada Gladis.

     Tanpa basa basi lagi kemudian Gladis menuju ke tempat parkir  hotel. Tetapi ketika hendak masuk mobil dia mendapat telpon dari Mr. X.

    "Saya tunggu kabar baik dari kamu!" kata Mr. X.  Tanpa sempat menjawab, telpon pun sudah diputus membuat Gladis hanya bisa menghela napas panjang dan mengembuskannya dengan kesal.

    "Lama kelamaan bukan Arsen yang gue bunuh,  tapi lo juga bisa jadi sasaran gue nih! Nggak sabaran banget, " gumamnya kesal.

     Setelah memasuki mobil. Dia melihat Arsen juga menuju ke mobil pribadinya yang tepat berada di sebelah mobil Reska yang saat ini sedang dihuni oleh Gladis tentunya.  Refleks Gladis membungkuk supaya Arsen tidak melihatnya.  Kemudian ia pun memutuskan untuk mengikuti ke mana mobil yang dikendarai Arsen pergi.

   "Lah, ini kenapa gue jadi ngikutin dia? Padahal belum ada rencana apa-apa nih, kok malah ngikutin dia?" kata Gladis yang kebingungan sendiri sudah seperti terhipnotis oleh Arsen.

     Gladis teringat memori masa lalunya. Ketika dia masih kuliah dulu, dia sering kena ocehan Arsen karena suka membantah.  Dia juga sering ketiduran dan mendapat nilai yang kurang baik, termasuk paling sering mengulang tugas. Terkadang, Gladis merasa seperti dipermainkan oleh Arsen, karena setiap tugas yang diberikan olehnya harus sesempurna mungkin. Sedangkan untuk Dosen lain seperti itu sudah mendapat ACC  dan nilai sempurna.

     Arsen dan Gladis hanya memiliki selisih usia lima tahun. Tetapi Arsen sudah menjadi Dosen dan mentornya karena kejeniusannya. Dia bisa mendapat gelar Master saat usianya masih muda.  Sudah tentu  banyak wanita yang mengejar Arsen, termasuk juga dengan Gladis.

     Gladis begitu mengaggumi sosok Arsen dulu. Walau terkenal kejam dan arogan tetapi dia sangat menyukainya. Ke mana pun dan di mana pun Arsen berada, seperti medan magnet. Banyak para wanita entah muda ataupun yang sudah tua, ingin berada di dekatnya.

     Merasa sedang diikuti, Arsen segera menepikan mobilnya. Sadar jika targetnya tau sedang diikuti, Gladis tidak ikut berhenti melainkan langsung melaju. Hal itu ia lakukan supaya Arsen tidak curiga. Arsen pun segera masuk kembali ke dalam mobil karena merasa perkiraannya salah.

     Namun, belum sempat ia mengenakan sabuk pengaman. 

      BRAK ! BRAK !

 Tiba-tiba mobil Arsen ditabrak dari belakang.  Sebuah truk melaju begitu kencang sehingga tidak sempat mengerem dan tabrakan pun tak terhindarkan lagi, karena posisi mobil Arsen yang berhenti  di badan jalan.

     Arsen pun terpental di dalam mobil. Kepalanya terbentur dashbor. Mobilnya berputar 3 kali karena dorongan yang begitu keras dari mobil yang menabraknya, Tangan kiri arsen patah karena benturan keras. Kepala bagian belakangnya berdarah, serta pelipisnya memar.

     Gladis yang berada belum jauh dari lokasi kecelakaan itupun kaget, dan seketika menghentikan mobilnya.

    "Astaga !" jerit Gladis spontan.

       Truk yang menabrak Arsen langsung melarikan diri. Sementara, mobil yang dikendarai Arsen hancur di bagian bekalang. Kaca mobil yang pecah berserakan di jalanan. Keluar asap dari bawah mobil. Gladis dilema seketika, ia ingin menolong ,tapi karena teringat tugas dari Mr. X ia ingin pergi.  

         Namun, ia ragu. Melihat kematian di hadapannya adalah hal yang sangat biasa, tetapi kali ini kasusnya berbeda.  Tanpa dia sadari, air mata mengalir begitu saja, membasahi pipinya. Dan baru kali ini dia melihat orang lain yang terluka tetapi hatinya seakan ikut merasakan sakitnya.

    "Apa yang harus aku lakukan," batinnya berbisik.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status