"Persetan dengan tugas!" seru Gladis.
Pada akhirnya nurani Gladis itu yang menang. Ia segera memarkir mobilnya dan secepat kilat berlari menghampiri mobil Arsen.
"Arsen! Arsen!" teriak Gladis memecah kesunyian malam.
"Arsen ayo bangun, aku mohon sadarlah!" serunya lagi sambil membuka pintu mobil.
Dia berusaha menyadarkan Arsen yang tidak sadarkan diri dan tampak luka-luka. Darah megalir dari kepala dan tangannya yang terkulai lemas ke bawah saat Gladis membuka pintu mobil Arsen. Gladis panik sekali begitu meihat keadaan Arsen.
Jalanan malam hari itu tampak tidak terlalu ramai. Tetapi, ada beberapa pedagang makanan yang kebetulan mangkal di dekat situ. Tanpa pikir panjang ia pun mulai berteriak minta tolong.
Teriakannya yang nyaring membuat beberapa pengendara yang kebetulan lewat menepi dan membantu Gladis.
"Saya tadi melihat mobil mas ini ditabrak truk, saya mau mendekat tapi takut lihat asapnya tadi," kata seorang pedagang kaki lima.
"Kita hubungi ambulance, tolong dibantu siram mobilnya yang mengeluarkan asap itu, cepat, saya takut!" kata Gladis.
Pedagang kaki lima itu mengangguk, salah seorang pengendara mobil lain tampak langsung menelepon petugas dan juga ambulance untuk melaporkan adanya kecelakaan.Tak lama kemudian Ambulance pun datang dan segera mengevakuasi Arsen. Salah seorang petugas medis yang melihat Gladis berada dekat dan tampak panik pun segera menghampiri.
"Mbak kenal sama mas ini?"
"Kebetulan dia teman saya. Kebetulan saya lewat dan hapal mobilnya," jawab Gladis.
"Mbak bisa ikut dengan kami ke rumah sakit kalau begitu."
"Saya kebetulan membawa kendaraan, biar saya mengikuti dari belakang."
Sesampainya di rumah sakit, Arsen langsung dibawa ke ruang IGD. Gladis pun menunggu dengan cemas di luar.
Setelah beberapa lama menunggu, seorang dokter tampak keluar dari IGD dan berjalan menghampiri Gladis.
"Nona keluarga pasien kecelakaan tadi?"
"Saya temannya, Dok. Bagaimana kondisi teman saya?"
"Tangannya patah, dan ia juga mengalami benturan yang cukup keras di kepalanya. Kita harus menunggu sampai pasien sadar untuk observasi lebih lanjut."
"Pasien tidak mengalami gegar otak, Dok?" tanya Gladis.
"Itulah yang saya katakan tadi, kita harus menunggu sampai pasien sadar untuk mendengar keluhannya lebih lanjut."
"Baiklah, Dok. Apa sekarang dia sudah bisa dipindahkan ke kamar perawatan?"
"Tentu saja, silahkan Nona ke bagian administrasi terlebih dahulu, ya."
"Baik, Dok. Terima kasih banyak."
Gladis langsung mengurus administrasi supaya Arsen bisa segera dipindahkan.
Saat ia kembali, tampak dokter yang tadi menangani Arsen berbicara dengan beberapa orang petugas dari kepolisian. Gladis pun segera menghampiri mereka.
"Selamat malam, Pak," sapanya.
"Selamat malam, Mbak. Kami dari kepolisian, tadi kami mendapat laporan telah terjadi kecelakaan. Saat tiba di TKP beberapa orang mengatakan jika korban sudah dibawa ke rumah sakit. Jika tidak keberatan bisa Mbak ceritakan kejadiannya? Dia teman Anda? Kenapa kalian berada di mobil yang berbeda?"
Gladis menghela napas panjang lalu mengembuskannya perlahan.
"Kami menginap di hotel yang sama karena urusan pekerjaan. Tadi, saat saya melintas di TKP, saya melihat mobil kawan saya tiba-tiba berhenti di bahu jalan lalu dia keluar dari mobil. Saya memang tidak berniat untuk pergi bersamanya, tapi belum jauh saya pergi saya melihat kecelakaan itu terjadi melalui kaca spion. Kejadiannya begitu cepat, Pak," tutur Gladis menjelaskan.
"Baiklah kalau begitu, Mbak. Kami meminta nomor ponsel Anda untuk kami hubungi jika keteraangan Anda kami perlukan."
"Oh, silakan, Pak. Ini kartu nama saya," kata Gladis sambil membuka dompet dan menyerahkan kartu namanya.
Tiga anggota kepolisian itu pun langsung pamit pergi. Setelah itu, ia pun menjenguk Arsen di kamar perawatan. Ia sengaja memasukkan Arsen ke ruang VVIP supaya lelaki itu nyaman juga mendapatkan perawatan yang terbaik.
Tanpa terasa, air matanya menetes saat melihat Arsen berbaring dengan dipasangi infus dan juga alat bantu pernapasan.
"Kasian amat sih, Lo. Lagian, ngapain pake acara berhenti tengah jalan. Kau ini selalu mengingatkan orang untuk tidak ceroboh. Tapi, kau sendiri sangat ceroboh, dasar bodoh!" maki Gladis.Ia pun mengempaskan diri di sofa yang ada di ruangan itu. Tanpa sadar, ia akhirnya tertidur hingga tersadar di pagi hari karena sinar matahari yang masuk dan membuatnya silau serta suara gumaman. Ia segera menghampiri Arsen yang tampak sudah membuka mata.
"Ah, syukurlah kau sudah sadar. Apa ada yang terasa sakit? Aku panggilkan dokter, ya."
"Kau siapa? Kenapa aku ada di sini?"
Gladis mengerutkan dahinya dan menatap Arsen. "Kau tidak tau aku siapa?" tanyanya. Arsen menggelengkan kepalanya. "Aku bahkan tidak ingat siapa diriku. Kau siapa? Ini di mana? dan Aku kenapa?" cecar Arsen penuh kebingungan. Gladis tertegun selama beberapa saat hingga pada akhirnya ia langsung berlari keluar untuk menghubungi dokter. Tak lama kemudian, dokter dan beberapa perawat pun datang memeriksa Arsen dan juga memberikan beberapa pertanyaan. Setelah itu dokter pun mengajak Gladis untuk bicara di ruangannya. "Teman Anda mengalami amnesia. Ini pasti karena benturan yang sangat keras di kepalanya." "Ap-apa bisa sembuh seperti semula? Apa dia bisa kembali mengingat semuanya?" tanya Gladis khawatir. Dokter menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan. "Bisa, tentu saja bisa. Biasanya pasien ak
Kevin terus menyalahkan dirinya sendiri, dia sangat bingung bila atasnya tidak dapat ditemukan. Alasan apa yang tepat untuk dia laporkan ke perusahaan nanti, sementara trading proyek masih terus berjalan. Saat ini dia sangat membutuhkan kehadiran Arsen. Kevin mencoba mencari Arsen ke beberapa tempat, seperti restoran atau tempat hiburan yang biasa dikunjungi Arsen sebelumnya. Tetapi hasilnya nihil. Sementara itu Gladis yang sedang menyuapi Arsen harus menghentikan sejenak kegiatannya karena ponselnya berdering. Ternyata pesan masuk dari kantor polisi, memberi tahu perihal perkembangan kasus dari kecelakaan yang Arsen alami. "Habis ini aku keluar sebentar ya," kata Gladis meminta izin kepada Arsen. "Ke mana?" "Ke kantor Polisi untuk mengetahui tentang perkembangan kecelakaan yang kamu alami," jawab Gladis. "Hemm ...," jawa
Gladis mencari Arsen ke sana kemari. Ke semua penjuru rumah sakit. Dan ia bernapas lega saat melihat Arsen ada di taman. Arsen tengah duduk sambil menikmati pemandangan di sekitar taman. Melihat Arsen dalam keadaan baik-baik saja, ia pun langsung berlari menghampiri Arsen dan memeluknya. Entah apa yang merasuki Gladis , hingga dia bisa bersikap seperti itu. Sangat bertolak belakang dengan Gladis yang selama ini dingin kepada lelaki. "Hey, ada apa ini?" tanya Arsen. Ia membalas pelukan Gladis dan mengusap lembut kepalanya sambil tersenyum hangat. "Kenapa keluar ngga bilang? Aku khawatir karena kau tidak ada di kamar," tegas Gladis yang tampak sebal sambil terisak. Tanpa dia sadari, air mata mengalir begitu saja di pipi tirusnya. Tanpa dia sadari juga sebenarnya dia takut jika kehilangan Arsen. "Maaf, udah buat kamu khawatir," jawab Arsen. Ia me
"Tuhan! cobaan apa lagi ini?" teriak Gladis dalam batinnya. Gladis memang wanita yang bar-bar dan urakan. Bahkan dimata sebagian orang dia bisa dikatakan sebagai wanita yang brengsek dan terkesan murahan, tentu saja karena kelakuannya yang suka main ke club bersama laki-laki, minum-minuman beralkohol dan bahkan tekadang ia juga berjudi. Itu semua karena pengaruh saat dia kecil sampai remaja yang tinggal di lingkungan para mafia. Bahkan tidak hanya itu, dia bisa menjadi pembunuh yang terampil karena saat dia tinggal bersama sang ayah dia mempelajari bela diri dan Gladis juga dilatih bagaimana menggunakan berbagai macam senjata. "Tidak apa kita di cap orang lain brengsek, lebih baik menjadi diri sendiri dari pada hidup dari bayang bayang omongan orang lain, dan yang terpenting kamu bisa jaga tubuhmu sendiri sebaik mungkin, karna itu bentuk komitmen dan tanggung jawab terhadap dirimu sendiri," kat
Saat Gladis melihat Reska keluar dari lift, dia buru-buru mengalihkan perhatian Arsen. Dia langsung berbalik badan agar tidak ketahuan oleh Reska, mereka beruntung karena kondisi hotel lebih ramai dari hari biasanya. 'Tuh kunyuk satu pasti nyariin gue, karena gue bilang bakal balik ke hotel hari ini,' batin Gladis. Dan benar saja, ponsel Gladis kemudian berdering, telfon masuk dari Reska. Gladis tidak menggubrisnya, dia hanya melihat sekilas layar ponselnya itu. Wanita berambut coklat itu masih berdiri di depan Arsen sambil menhalau jalan sambil cengengesan. Setelah Reska pergi, Gladis menghembuskan nafas terasa lega. Tetapi dia masih was-was. 'Semoga gak ketemu si asisten itu, sudah cukup Reska yg bikin jantungan,' Gladis bermonolog sambil memasukkan ponselnya kedalam tas kecil yang di bawanya. Arsen kebingungan melihat gelagat aneh wanit
"Kenapa? sudah sampai di sini loh, ini tadi juga resto kamu yang pilih kan?" ucap Arsen membuat Gladis kehabisan kata-kata. "I-itu ... anu." Dia mencoba mencari alasan, melihat Arsen sambil tersenyum seperti bocah yang kehabisan akal. Sepertinya hari-hari yang akan datang Gladis tidak bisa tenang, karena kebohongan yang dia buat sendiri. Mulai dari dikejar Reska dan juga takut ketahuan Kevin, dan parahnya lagi saat ini mereka sedang diburu oleh Mr. X dan tentunya mata-mata Mr. X sangat banyak di luar sana. Entah apa yang akan terjadi padanya jika salah satu dari mereka behasil mengetahuinya. "Baiklah, tapi aku ingin duduk di situ," ujar Gladis sambil menunjuk meja kosong dengan posisi tertutupi tirai di bagian belakang kursi sehingga tidak terlihat dari tempat duduk Kevin. Jika ketahuan oleh Kevin, dia bisa langsung lari keluar karena posisi mereka dekat dengan
Dengan Reska yang kekeh masih ingin masuk, dan dengan sigap Gladis menghalangi di depan pintu agar Reska tak bisa masuk. Pintu yang sedikit terbuka dan di halangi oleh badan Gladis, Reska tetap mencoba mendorongnya tetapi tetap tidak bisa membukanya. "Apaan sih? mau masuk juga gak boleh," keluh Reska. "Udah mau bilang apa, cepetan di sini aja, mau masuk juga mau ngapain?" kata Gladis yang masih menahan pintu dengan badannya. Reska mulai menyelidik, dia terus bertanya, "Itu siapa sih?" "Apaan? kagak ada." "Terus yang ngomong di dalam itu tadi siapa? setan? atau anak jin?" ucap Reska sambil cemberut sudah seperti anak yang merajuk minta mainan. "Gak ada, kalo gak ada yang penting mending sana deh pergi jauh jauh, hush hush," usirnya kepada Reska dengan gerakan seperti mengusir anak itik. Tetapi pria bertubuh jangkung it
Pesan singkat masuk ke ponsel pria yang masih membuntuti Kevin. [Lenyapkan juga karyawan itu agar tidak menjadi beban saat dia kembali ke Jakarta nanti!] Setelah dia melihat isi pesan itu kemudian dia bergegas untuk melancarkan aksinya. Dia mulai mempercepat laju mobilnya, menyalip Kevin dan membunyikan klaksonnya bertubi-tubi dan aksinya itu membuat Kevin terkejut. Seketika dia membanting stirnya ke kiri. Pada saat itu kondisi jalanan sedang senggang, jadi aksi salip menyalip yang dilakukan pria tersebut berjalan dengan mulus. Naasnya Kevin malah terperosok ke jurang di kiri jalan, dia mencoba mengejar si pria tersebut tetapi ban mobil sudah terlanjur terlalu masuk ke kiri jalan. Dia mencoba menginjak rem, tetapi malah keliru pedal gas yang diinjak karena saking paniknya. Kemudian mobil Kevin menabrak pepohonan dan seketika itu mobil mengluarkan asap yang berasal dari depan b