Gladis mengerutkan dahinya dan menatap Arsen. "Kau tidak tau aku siapa?" tanyanya.
Arsen menggelengkan kepalanya. "Aku bahkan tidak ingat siapa diriku. Kau siapa? Ini di mana? dan Aku kenapa?" cecar Arsen penuh kebingungan.
Gladis tertegun selama beberapa saat hingga pada akhirnya ia langsung berlari keluar untuk menghubungi dokter.
Tak lama kemudian, dokter dan beberapa perawat pun datang memeriksa Arsen dan juga memberikan beberapa pertanyaan. Setelah itu dokter pun mengajak Gladis untuk bicara di ruangannya.
"Teman Anda mengalami amnesia. Ini pasti karena benturan yang sangat keras di kepalanya."
"Ap-apa bisa sembuh seperti semula? Apa dia bisa kembali mengingat semuanya?" tanya Gladis khawatir.
Dokter menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan.
"Bisa, tentu saja bisa. Biasanya pasien akan diberikan terapi okupasi."
"Terapi ok-okupasi itu, apa?" tanya Gladis.
"Terapi okupasi ini adalah terapi yang dilakukan agar penderita amnesia bisa mengenal informasi baru serta membantu penderita untuk bisa memanfaatkan ingatan yang masih ada. Bisa juga dengan memberikan suplemen dan yang paling penting adalah suport dari keluarga," kata dokter menjelaskan.
Gladis menganggukkan kepalanya tanda mengerti.
"Baiklah kalau begitu, Dok. Terima kasih banyak," kata Gladis.
Gadis cantik itu pun segera meninggalkan ruangan dokter dan kembali ke kamar perawatan Arsen. Tiba-tiba saja ia mempunyai rencana supaya Arsen tidak harus mati dan proyek besar bisa menjadi kemenangannya.
"Apa kamu tidak ingat apa-apa?" tanya Gladis pada Arsen.
"Tidak," jawab Arsen dengan wajah polosnya. Lelaki tampan itu tampak sekali kebingungan.
"Bahkan siapa namamu sendiri kau tak ingat?"
"Aku? tidak tau," jawab Arsen sambil menggelengkan kepalanya.
Gladis seketika meraung membuat Arsen bertambah bingung.
"Hei, kenapa kau menangis? Duh, sebenarnya aku ini siapa? Dan kau juga siapa?" tanya Arsen lagi.
"Ja-jadi, kau adalah Arsen Mahavir Adyatama, kau mengalami kecelakaan kemarin dan terjadi benturan keras di kepalamu. Tanganmu juga patah," jelas Gladis mencoba memberi tau apa yang telah terjadi kepada Arsen.
"Lalu kamu siapa?" tanya Arsen kepada Gladis.
Gladis mengembuskan napas perlahan dan perlahan menghapus air matanya.
"Aku, Gladis Maira Putri, calon istrimu," jawab Gladis mencoba meyakinkan Arsen.
"Kau calon istriku?" ulang Arsen meyakinkan dirinya sendiri sambil mengamati penampilan Gladis .
"Lalu, bagaimana aku bisa kecelakaan?" tanya Arsen lagi.
"Semalam , kita bertengkar karena perusahaanmu dan juga perusahaan tempatku bekerja memperebutkan tender yang sama. Lalu, kita tadinya berencana untuk melepaskan penat di sebuah club malam. Tapi, di jalan mendadak kau membahas kembali pertengkaran kita, lalu aku marah dan ngotot minta turun. Karena aku mengancam akan melompat, kau berhenti begitu saja di tengah jalan. Dan saat aku turun, dari belakang sebuah truk yang ngebut menabrakmu ... dan, ka-kau-" Gladis kembali menangis sedih.
Tak di sangka, Arsen membelai lembut kepala gladis. Tanda bahwa dia mulai bersimpati dan percaya kepada Gladis. Gladis bersorak dalam hati lalu mendongak menatap Arsen.
"Maafkan keegoisanku," kata Gladis . Dia mencubit pinggangnya sendiri agar merasa sakit. Dan air mata palsu pun mengalir berkat usaha yang Gladis lakukan.
"Tenanglah, jangan ceritakan lagi jika itu membuatmu sedih," kata Arsen yang tengah percaya dengan drama yang dimainkan Gladis.
"Maafkan aku, membuatmu khawatir dan maafkan aku telah membuatmu bersedih," sambung Arsen sambil mengusap air mata palsu di pipi Gladis dengan lembut.
"Hemm," jawab Gladis yang masih pura pura bersedih.
"Kamu juga jangan bersedih, aku akan membantumu agar segera pulih dan kembali seperti sedia kala," ucap Gladis lagi.
Sementara itu, di tempat lain Kevin tampak kebingungan. Semalam Arsen keluar entah ke mana. Ia hanya mengatakan ingin mencari udara segar. Tetapi, sampai siang belum juga tampak batang hidungnya.
"Aduh, tau bakal menghilang begini, semalam aku ikut ke mana dia pergi. Mana ponselnya juga mati lagi, aduuuh ...."
Kevin terus menyalahkan dirinya sendiri, dia sangat bingung bila atasnya tidak dapat ditemukan. Alasan apa yang tepat untuk dia laporkan ke perusahaan nanti, sementara trading proyek masih terus berjalan. Saat ini dia sangat membutuhkan kehadiran Arsen. Kevin mencoba mencari Arsen ke beberapa tempat, seperti restoran atau tempat hiburan yang biasa dikunjungi Arsen sebelumnya. Tetapi hasilnya nihil. Sementara itu Gladis yang sedang menyuapi Arsen harus menghentikan sejenak kegiatannya karena ponselnya berdering. Ternyata pesan masuk dari kantor polisi, memberi tahu perihal perkembangan kasus dari kecelakaan yang Arsen alami. "Habis ini aku keluar sebentar ya," kata Gladis meminta izin kepada Arsen. "Ke mana?" "Ke kantor Polisi untuk mengetahui tentang perkembangan kecelakaan yang kamu alami," jawab Gladis. "Hemm ...," jawa
Gladis mencari Arsen ke sana kemari. Ke semua penjuru rumah sakit. Dan ia bernapas lega saat melihat Arsen ada di taman. Arsen tengah duduk sambil menikmati pemandangan di sekitar taman. Melihat Arsen dalam keadaan baik-baik saja, ia pun langsung berlari menghampiri Arsen dan memeluknya. Entah apa yang merasuki Gladis , hingga dia bisa bersikap seperti itu. Sangat bertolak belakang dengan Gladis yang selama ini dingin kepada lelaki. "Hey, ada apa ini?" tanya Arsen. Ia membalas pelukan Gladis dan mengusap lembut kepalanya sambil tersenyum hangat. "Kenapa keluar ngga bilang? Aku khawatir karena kau tidak ada di kamar," tegas Gladis yang tampak sebal sambil terisak. Tanpa dia sadari, air mata mengalir begitu saja di pipi tirusnya. Tanpa dia sadari juga sebenarnya dia takut jika kehilangan Arsen. "Maaf, udah buat kamu khawatir," jawab Arsen. Ia me
"Tuhan! cobaan apa lagi ini?" teriak Gladis dalam batinnya. Gladis memang wanita yang bar-bar dan urakan. Bahkan dimata sebagian orang dia bisa dikatakan sebagai wanita yang brengsek dan terkesan murahan, tentu saja karena kelakuannya yang suka main ke club bersama laki-laki, minum-minuman beralkohol dan bahkan tekadang ia juga berjudi. Itu semua karena pengaruh saat dia kecil sampai remaja yang tinggal di lingkungan para mafia. Bahkan tidak hanya itu, dia bisa menjadi pembunuh yang terampil karena saat dia tinggal bersama sang ayah dia mempelajari bela diri dan Gladis juga dilatih bagaimana menggunakan berbagai macam senjata. "Tidak apa kita di cap orang lain brengsek, lebih baik menjadi diri sendiri dari pada hidup dari bayang bayang omongan orang lain, dan yang terpenting kamu bisa jaga tubuhmu sendiri sebaik mungkin, karna itu bentuk komitmen dan tanggung jawab terhadap dirimu sendiri," kat
Saat Gladis melihat Reska keluar dari lift, dia buru-buru mengalihkan perhatian Arsen. Dia langsung berbalik badan agar tidak ketahuan oleh Reska, mereka beruntung karena kondisi hotel lebih ramai dari hari biasanya. 'Tuh kunyuk satu pasti nyariin gue, karena gue bilang bakal balik ke hotel hari ini,' batin Gladis. Dan benar saja, ponsel Gladis kemudian berdering, telfon masuk dari Reska. Gladis tidak menggubrisnya, dia hanya melihat sekilas layar ponselnya itu. Wanita berambut coklat itu masih berdiri di depan Arsen sambil menhalau jalan sambil cengengesan. Setelah Reska pergi, Gladis menghembuskan nafas terasa lega. Tetapi dia masih was-was. 'Semoga gak ketemu si asisten itu, sudah cukup Reska yg bikin jantungan,' Gladis bermonolog sambil memasukkan ponselnya kedalam tas kecil yang di bawanya. Arsen kebingungan melihat gelagat aneh wanit
"Kenapa? sudah sampai di sini loh, ini tadi juga resto kamu yang pilih kan?" ucap Arsen membuat Gladis kehabisan kata-kata. "I-itu ... anu." Dia mencoba mencari alasan, melihat Arsen sambil tersenyum seperti bocah yang kehabisan akal. Sepertinya hari-hari yang akan datang Gladis tidak bisa tenang, karena kebohongan yang dia buat sendiri. Mulai dari dikejar Reska dan juga takut ketahuan Kevin, dan parahnya lagi saat ini mereka sedang diburu oleh Mr. X dan tentunya mata-mata Mr. X sangat banyak di luar sana. Entah apa yang akan terjadi padanya jika salah satu dari mereka behasil mengetahuinya. "Baiklah, tapi aku ingin duduk di situ," ujar Gladis sambil menunjuk meja kosong dengan posisi tertutupi tirai di bagian belakang kursi sehingga tidak terlihat dari tempat duduk Kevin. Jika ketahuan oleh Kevin, dia bisa langsung lari keluar karena posisi mereka dekat dengan
Dengan Reska yang kekeh masih ingin masuk, dan dengan sigap Gladis menghalangi di depan pintu agar Reska tak bisa masuk. Pintu yang sedikit terbuka dan di halangi oleh badan Gladis, Reska tetap mencoba mendorongnya tetapi tetap tidak bisa membukanya. "Apaan sih? mau masuk juga gak boleh," keluh Reska. "Udah mau bilang apa, cepetan di sini aja, mau masuk juga mau ngapain?" kata Gladis yang masih menahan pintu dengan badannya. Reska mulai menyelidik, dia terus bertanya, "Itu siapa sih?" "Apaan? kagak ada." "Terus yang ngomong di dalam itu tadi siapa? setan? atau anak jin?" ucap Reska sambil cemberut sudah seperti anak yang merajuk minta mainan. "Gak ada, kalo gak ada yang penting mending sana deh pergi jauh jauh, hush hush," usirnya kepada Reska dengan gerakan seperti mengusir anak itik. Tetapi pria bertubuh jangkung it
Pesan singkat masuk ke ponsel pria yang masih membuntuti Kevin. [Lenyapkan juga karyawan itu agar tidak menjadi beban saat dia kembali ke Jakarta nanti!] Setelah dia melihat isi pesan itu kemudian dia bergegas untuk melancarkan aksinya. Dia mulai mempercepat laju mobilnya, menyalip Kevin dan membunyikan klaksonnya bertubi-tubi dan aksinya itu membuat Kevin terkejut. Seketika dia membanting stirnya ke kiri. Pada saat itu kondisi jalanan sedang senggang, jadi aksi salip menyalip yang dilakukan pria tersebut berjalan dengan mulus. Naasnya Kevin malah terperosok ke jurang di kiri jalan, dia mencoba mengejar si pria tersebut tetapi ban mobil sudah terlanjur terlalu masuk ke kiri jalan. Dia mencoba menginjak rem, tetapi malah keliru pedal gas yang diinjak karena saking paniknya. Kemudian mobil Kevin menabrak pepohonan dan seketika itu mobil mengluarkan asap yang berasal dari depan b
Pelukan Arsan semakin erat, dan kini wajah arsen menjadi menempel ke tengkuk Gladis membuat dia semakin gusar tidak karuan. 'Ya Tuhan Tolong Aku! ini dia beneran tidur kan? kenapa nempel gini sih?' ucap Gladis dalam hatinya sambil mengayunkan tangannya di depan wajah Arsen, untuk memastikan dia memang sudah tidur atau hanya pura-pura saja. Sebenarnya dia juga takut, karena ini kali pertamanya ia tidur satu ranjang dengan seorang pria. Jika sebelumnya dia sering bersama pria tapi tidak merasakan hal aneh yang mengusik hati dan pikirannya, seperti saat ini. 'Ini jamnya kenapa juga jadi lama banget sih? Kenapa nggak cepet-cepet ke pagi aja,' Gladis yang masih bermonolog dengan dirinya sendiri, sambil menatap jam dinding yang sepertinya lama sekali untuk berdetik. Yang semakin cepat berdetak adalah jantung Gladis, sudah seperti orang yang sedang lomba lari maraton. Karena lelah dengan