“Udah? Kok lama?” tanya Elaine ketika Darell baru saja kembali dari toilet.
“Biasalah,” jawab Darell tak pasti.
Elaine mengerutkan keningnya. “Biasalah apa, sih? Yang jelas kalau ngomong,” protes Elaine.
Darell tiba-tiba menggenggam tangan Elaine, menyelipkan jarinya pada sela-sela jari Elaine. “Ke mobil dulu, yuk. Kamu nggak dingin apa? Nanti kita ngobrolnya di sana,” timpal Darell.
Elaine mengagguk setuju. Siapa juga yang tidak merasa dingin, jika mengenakan pakaian lumayan terbuka seperti Elaine? Terlebih jam juga sudah menunjukkan tengah malam. Darell dan Elaine langsung berjalan menuju mobil yang berada di parkiran depan restaurant.
Saat Elaine dan Darell berjalan melewati mobil jazz berwarna merah. Terdapat sepasang mata yang memantau mereka berdua dari dalam mobil. Sorot matanya mengisyaratkan bahwa dia tidak menyukai dengan pemandangan yang baru saja dilihatnya.
“Ish! Kenapa sih,
Jam sudah menunjukkan pukul 00.30 dini hari. Kini Darell dan Elaine sedang dalam perjalanan pulang. Darell sedang mengemudi dengan kecepatan 60 – 80 kilometer per jam, kebetulan sekali jalan tol sudah sepi. Hanya ada beberapa kendaraan berat yang melintasi jalan tol tersebut.“Serius lo bilang gitu sama Tirta?” pekik Elaine. Gadis itu sampai terlonjak dari jok mobil yang sedang dia duduki.Darell hanya menganggukkan kepalanya. Tadi dia menceritakan pertemuannya dengan Tirta di toilet. Darell juga menceritakan percakapan yang terjadi diantara mereka.Elaine berdecak, kini dia merasa kesal pada laki-laki yang sedang bersamaya. “Ih! Kenapa bilang gitu, sih?” gerutu Elaine. Dia tak menyangka Darell akan membuka aibnya pada Tirta. Sungguh itu hal yang paling memalukan untuknya.“Emang gak boleh?” ucap Darell so polos. Pandangannya masih fokus pada jalan.“Ya nggak boleh dong!” timpal Elaine cepat. Di
“Mau lo duluan atau gue?” tanya Darell saat mereka sampai di unit milik laki-laki itu. Mereka sedang mendiskusikan perkara yang memakai toilet pertama kali.“Lo aja, gue mau hapus makeup dulu,” jawab Elaine.“Oke.”Saat Darell memasuki toilet, Elaine sibuk menghapus makeup-nya. Sedikit tidak rela, karena hasil karya Mas Dewa benar-benar membuat Elaine mangling. Tapi dari pada nanti akan muncul masalah pada kulit wajah, terpaksa makeup ini harus segera dibersihkan.Elaine memandangi wajahnya yang sudah tanpa makeup. Gadis itu termenung. Bagaimana kalau dia datang ke acara tadi dengan makeup yang biasa saja? Terus bersanding dengan Darell yang sangat tampan? Mungkin bukan pujian yang akan dia dapatkan.“Kenapa bengong?” tanya Darell yang melihat Elaine sedang tertegun, memandangi wajahnya sendiri pada kaca yang sedang dipegang olehnya.“Huh?” Elaine terkejut dan langsung melihat Darel
“Lo mau kan tinggal di sini sama gue?”“Hah?” Elaine terkejut ketika mendapat pertanyaan tersebut.Tinggal di sini? Di apartemen bersama Darell? Jujur saja Elaine tak pernah membayangkan bahwa dirinya akan diajak tinggal bersama. Dadanya kembali berdegup sedikit lebih cepat. Elaine berfantasi dengan dirinya sendiri. Bagaimana jika dia tinggal setiap hari bersama Darell? Setiap dia menginap di sini saja, pasti selalu melakukan adegan panas. Bagaiamana jika setiap hari?Elaine menggeleng cepat, mencoba menepis semua fantasi kotor itu. Bisa-bisanya dia membayangkan hal yang tidak-tidak. Tapi … Elaine menantikan hal itu lagi. Dia sangat suka dan senang dengan perlakukan Darell padanya. Walau dia tahu, dalam melakukan permainan itu tak ada rasa saling suka diantara mereka. Semuan itu pure karena hasrat bilogis sebagai manusia, yang ingin dipuaskan saja.“Kenapa? Lo nggak mau?” tanya Darell yang melihat Elaine menggele
Hari minggu adalah hari tenang untuk Veni. Gadis itu baru pulang dari pasar, membeli stock makanan untuk satu minggu kedepan. Setelah itu dia mulai memasak untuk makan siang nanti, karena tadi dia sudah sarapan ketoprak di depan sebuah konter handphone yang tak jauh dari tempat kosnya.“Wah, mantap!” kata Veni memuji hasil makanannya sendiri. Hari ini dia memasak kare dengan ayam katsu.Veni merapikan dapur umum di kosannya, lalu dia langsung membawa mahakaryanya itu ke dalam kamar. Karena lapar lagi, dia mencoba menyemil setengah porsi ayam katsu yang baru saja dia masak. Sambil menyandarkan punggungnya pada dipan dan jemarinya asyik memainkan gawai.Veni melihat grup angkatannya karena sudah ada lebih dari tiga ratus chat di sana. Gadis itu mengerucutkan bibirnya sembari membaca satu persatu isi chat di grup angkatannya itu. Namun tiba-tiba matanya membelalak ketika melihat sebuah foto.Pada foto tersebut terlihat 2 orang: 1 laki-laki dengan
Udara pagi menyapa Elaine yang sedang menggantungkan handuknya di balkon kamar kos. Dia menghirup udara segar itu dalam-dalam. Berharap hari ini adalah hari yang baik, setelah kemarin dia diinterogasi oleh ketiga sahabatnya.Beruntung sekali Grace, Shani dan Veni tak memperpanjang masalah itu. Mereka dibuat percaya dengan penjelasan Elaine yang … tidak sepenuhnya benar. Ada rasa bersalah yang menyelimuti Elaine. Tapi untuk saat ini, sepertinya itu adalah cara terbaik.Elaine segera masuk lagi ke kamarnya, berganti pakaian karena hari ini ada kuliah jam tujuh pagi. Ah, tiba-tiba perut Elaine terasa mulas. Dia merasa gugup, ketika membayangkan dirinya masuk ke ruang kelas.Pasca Veni menceritakan bahwa di grup angkatannya sedang ramai membicarakan Elaine. Dia membaca chat yang sudah hampir seribu itu. Gila memang, mereka menggibah tidak kira-kira. Sampai-sampai Elaine di-tag beberapa kali oleh teman-temannya.Dia hanya membalas dengan emoticon senyum
Veni masih mematung, sambil memandang Elaine dengan padangan penuh tanya. Jika melihat momen tadi, sepertinya hubungan Elaine dan Soraya tidak baik.‘Ah, apa ini karena Darell?’ batin Veni.Elaine menghela napas panjang, dia putus asa. 12 juta dalam 2 minggu? Dari mana dia bisa dapat uang sebanyak itu dalam waktu singkat? Apa dia harus datang ke pesugihan? Ah rasanya rugi sekali kalau datang ke pesugihan cuman untuk hal seperti itu. Harus ke pesugihan itu ketika punya goal yang lebih tinggi. Duh ini kenapa sih, malah ngajarin yang nggak bener?Saking frustasinya Elaine dia sampai menutup wajah dengan kedua tangannya. Mencoba mencari solusi dari permasalahannya ini.“Lo ada masalah apa sama Kak Soraya?” bisik Veni sambil mencondongkan tubuhnya ke arah Elaine.“Huh!” Elaine menurunkan tanganya dengan kasar. Wajahnya kini terlihat seperti orang yang frustasi. “Masalahnya sepele. Gue nggak sengaja numpahin minu
“Halo, Elaine?” sapa seorang laki-laki dari seberang telepon.Elaine yang sedang mengerjakan tugas bersama teman-temannya yang lain. Terpaksa harus beranjak ke tempat yang agak sepi untuk mengangkat telepon dari Bisma.“Halo, Kak Bisma. Ada apa?” tanya Elaine. Sudah dua hari pasca Elaine memberikan lamaran pada Bisma. Semoga saja ada kabar baik tentang pekerjaan yang ditawarkan Bisma. Elaine sedikit harap-harap cemas.“Ini perihal lamaran kerja. Lo bisa ketemu sama Mommy Ara malam ini? Nanti gue temenin,” kata Bisma.Elaine tersenyum senang. Ah, akhirnya ada panggilan perihal pekerjaan paruh waktu itu.“Bisa, Kak. Bisa banget. Jam berapa?” tanya Elaine antusias, sampai-sampai matanya berbinar.“Jam delapan. Nanti kita ketemu jam tujuh aja, ya. Kosan lo di mana? Biar gue jemput.”“Oh di Pondok Amara. Tau nggak, kak? Di deket Indoseret ada gang kecil, masuk ke sana.&rdquo
Jam kerja paruh waktu Elaine, yaitu dari jam tujuh sampai jam sebelas malam. Terhitung empat jam. Elaine sudah bersiap-siap untuk berangkat kerja. Butuh perjalanan sekitar 1-2 jam untuk sampai di tempat kerja Elaine. Saat ini dia sedang menunggu Bisma di depan Indoseret.TING.Ponsel Elaine berbunyi. Dia langsung mengecek pesan yang baru saja masuk. Ternyata itu dari Darell.Darell: Lagi apa?Tumben sekali anak ini menanyakan kegiatan Elaine. Setelah hampir empat hari tidak menghubunginya. Kini laki-laki itu menanyakan aktivitas Elaine.Elaine: Lagi berdiri.Tak salah bukan Elaine membalas seperti itu? Memang pada kenyataannya Elaine sedang berdiri.Darell: Rasanya pengen nabok. Di mana? Jalan yuk!Elaine: Next time deh. Ada janji soalnya.Darell: Janji? Sama?Elaine: Cowok.Darell: Oh. Oke lah. Tapi malam minggu harus sama gue!El