Matahari kini sudah mulai turun. Elaine bisa melihat warna langit yang sudah mulai berubah. Matanya kini terbuka sempurna dan melihat ke sekelilingnya. Gadis itu mendapati Tirta sedang berada di depan laptopnya.
Perlahan Elaine bangun dari posisi tertidur di kasur. Kini demamnya sudah turun dan dia mulai bertenaga. Sepertinya Elaine kurang tidur, makanya dia bisa pingsan.
“Udah bangun?” tanya Tirta saat melihat Elaine sudah dalam posisi duduk. “Mau makan? Nanti gue beliin makanan. Lo mau makan apa?” tanya Tirta lagi.
Ada perasaan senang di hati Elaine, saat Tirta begitu perhatian padanya. Walau Elaine tahu perhatian laki-laki itu hanya sebatas rasa kemanusiaan saja. Dia tak tega melihat Elaine yang lemas, terkapar dan tak berdaya.
“Apa aja. Sorry banget gue ngerepotin. Gue janji nanti bakal balas budi, kok,” ucap Elaine.
“Santai. Itung-itung ini balas budi gue juga, dulu lo udah ngerawat gue,” timpal
Sudah dari jam tiga sore Darell menunggu di parkiran Indoseret. Berharap dia melihat Elaine pulang ke kosannya. Laki-laki itu sangat panik, tapi dia tidak tahu harus ke mana. Jadi yang bisa dilakukan sekarang adalah menunggu Elaine.Jam digital pada mobil Darell sudah menunjukkan pukul enam sore. Berarti sudah tiga jam dia menunggu Elaine di sana. Darell memijit keningnya, dia sedikit merasa pusing. Jujur saja dia belum makan berat sedari pagi. Rasanya tak tenang untuk makan, jika dia belum menemukan Elaine.TING.Ponsel Darell berbunyi dan menampilkan notifikasi dari Grace. Buru-buru dia meraih ponselnya yang disimpan di atas dashboard mobil.Grace: Elaine aman, kok. Dia bakal balik ke kosan. Gak usah khawatir lagi. Thanks udah mengkhawatirkan sahabat gue. Thanks juga sudah kabari gue tentang kondisi Elaine.Darell menarik sudut bibirnya, lalu dia menghela napas lega. Ah, akhirnya dia mendapatkan kabar tentang Ela
“Hutang lo sama Soraya biar gue yang bayar. Besok gue yang urus, lo diem aja,” ucap Darell.UHUK. UHUK.Saking terkejutnya, Elaine sampai tersedak makanannya sendiri. “Dari mana lo tahu itu?” tanya Elaine panik.Elaine sebenarnya tak ingin Darell tahu masalah ini alasannya karena Soraya adalah mantan Darell. Walau mungkin ini tidak ada hubungannya sama Darell, Elaine khawatir malah akan menimbulkan masalah baru. Kalau berurusan dengan mantan itu memang sedikit memusingkan.“Kenapa sih nggak ngomong aja? Gue kan pernah bilang sama lo, apa pun yang lo pengin pasti gue kabulkan. Toh itu benefit lo. Bebal banget jadi anak,” ungkap Darell.“Jujur aja gue nggak enak dan gue nggak mau ketergantungan sama lo.”“Bagus dong kalau lo ketergantungan sama gue,” timpal Darell.“Hah?” Elaine bingung. “Kok bagus sih?” tanya Elaine.“Iya biar sama. Karena
“Lo pasti bilang sama Darell tentang masalah gue sama Kak Soraya kan, Ven?” tanya Elaine pada Veni yang sedang rebahan di kasur milik Elaine.Sepulang kuliah, Veni ingin mengunjungi kos Elaine. Katanya ingin menemani gadis itu plus mendengar cerita Elaine kemarin. Tapi gadis itu malah rebahan di kasur milik Elaine. Sedangkan si tuan rumah duduk di karpet miliknya. .Veni menganggukan kepalanya setelah mendapatkan pertanyaan itu dari Elaine. Lalu dia memiringkan badannya, menghadap ke arah Elaine. Menopang kepala oleh tangan kanannya.“Lagian lo tuh so-soan nggak denger saran gue. Terus kejebak gitu sama si Bisma sialan! Kualat lo gak denger apa kata Veni,” ucap gadis itu.“Ya kan gue gak mau ngerepotin Darell. Lagian siapa gue, minjem-minjem duit sama Darell?” bela Elaine.“Ah! Lo suka pura-pura. Gue tahu kalian tuh sebenernya ada something. Tapi kagak mau cerita aja sama gue,” sindir Veni.Dar
Pak Dzul baru saja menutup perkuliahan kali ini. Beliau langsung meninggalkan ruang kelas. Beberapa mahasiswa ada yang langsung mengikuti Pak Dzul keluar dari ruang kelas. Namun ada beberapa yang masih diam di dalam kelas.Elaine sedang sibuk merapikan barangnya, dia masukan buku dan alat tulis menulis lainnya ke dalam tas. Kemudian seseorang memanggilnya dari arah pintu kelas.“Elaine, Kak Bisma nyariin lo, nih!” panggil Dimas teman sekelas Elaine.Elaine langsung menoleh. Mendengar nama Bisma entah kenapa hatinya terasa kesal. Mau apa laki-laki itu menemui Elaine? Malas rasanya untuk bertemu dengan Bisma.“Wait, gue ikut!” kata Veni yang menahan tangan Elaine ketika dia berusaha beranjak dari kursinya.Veni ingin menjaga Elaine, kalau saja nanti Bisma berlaku kasar pada sahabatnya. Gadis itu melirikkan matanya pada Darell. Mengajaknyauntuk menemeni Elaine. Namun Darell menggelengkan kepalanya, dia tak ingin ikut. Sekarang
“Ayok makan!” ajak Elaine sambil tersenyum.Darell menoleh ke arah Elaine dengan tatapan canggung. Kemudian dia tersenyum dan duduk di depan Elaine.Gadis itu memerhatikan ekspresi wajah laki-laki yang ada di depannya. Sepertinya laki-laki itu terlihat sangat canggung.‘Apa Darell nggak suka sama makanan ini ya? Tapi tadi dia bilang kalau suka pasta,” batin Elaine.“Mmm … Gue nggak tahu makanan favorit lo. Jadi gue masak makanan favorit gue. Siapa tahu selera kita sama,” ucap Elaine sambil melemparkan senyuman manis yang dia miliki.DEG.Darell terhenyak ketika mendengarkan kalimat yang baru saja terucap dari mulut Elaine. Entah kenapa … kata-kata itu mengingatkannya pada seorang perempuan, yang juga sangat menyukai makanan yang sekarang ada di depan Darell, fetuccini carbonara. Darell langsung mentap ke arah Elaine, dan dia melihat senyuman manis dari gadis itu.‘Shit! Kenapa ka
“Lo mau tinggal di sini?” Darell langsung terlonjak. Dia merasa sangat senang, akhirnya Elaine mau untuk tinggal bersamanya. Dia bisa bersama dengan Elaine mulai sekarang. Selain itu tentunya bisa menjaga Elaine dari laki-laki brengsek seperti Bisma.Elaine mendongak sambil mengangguk. “Iya, gue mau tinggal di sini. Sebagai balasan dari apa yang sudah lo kasih ke gue. Gue nggak bisa bayar pakai uang. Se-iyanya bisa, mungkin butuh bertahun-tahun,” jawab Elaine.“Gue nggak butuh duit. Duit mah banyak, yang gue butuhin cuman lo aja,” timpal Darell.Elaine tersenyum, dia senang ketika merasa dibutuhkan seperti ini. Walau dia tahu Darel hanya membutuhkannya sebagai pemuas nafsu belaka. Asal bersama Darell, Elaine merasa senang. Sepertinya Elaine sudah mulai suka pada laki-laki ini.“Besok kita bawa barang penting lo di kosan ya!” ajak Darell.“Iya,” sahut Elaine.***Keesokan hari
“Len, lo mau ikut?” tanya Darell yang baru saja keluar dari kamar mandi.Sudah tiga hari Elaine tinggal bersama Darell. Aktivitas Elaine tak lepas dari melayani Darell dalam bentuk apa pun. Tapi Elaine merasa sangat senang. Pada dasarnya, Elaine sangat nyaman ketika bersama Darell.“Kemana?” tanya Elaine pada Darell.“Tempat nongkrong bareng Kale dan Valen,” jawab Darell sambil mengenakan kaus di kamarnya.Elaine memajukan bibirnya. Dia sebenarnya ingin ikut bergabung, sudah lama juga dia tidak bertemu dengan Kale dan Valen. Tapi apa daya, tugasnya belum selesai, plus sekarang sedang masa ujian. Dan … dia ada janji lain.“Kenapa? Nggak bisa?” tanya Darell yang melihat ekspresi Elaine.Elaine mengangguk cepat. “Next time deh. Gue masih nugas sama besok ada ujian,” jawabnya cepat.“Ya udah. Kayaknya gue balik malem. Kunci aja, nanti gue buka dari luar,”
“Elaine? Ngapain lo di sini?” tanya laki-laki yang baru saja membukakan pintu apartemen Darell.Sontak Elaine seperti kepergok satpol PP. Matanya membelalak dan mulutnya menganga. Pasalnya yang baru saja membukakan pintu apartemen Darell adalah Valen.“Cepet masuk, woy! Berat bege!” kata Kale dari belakang. Ternyata laki-laki itu sedang membopong Darell yang … sepertinya pingsan.Valen langsung masuk ke dalam apartemen dan membantu Kale yang sedang terpogoh merangkul Darell. Bayangkan badan Kale itu agak kecil dan pendek —untuk ukuran laki-laki—, tapi dia harus menahan badan Darell yang jangkung dan lumayan berotot itu.“Eh, Darell kenapa?” tanya Elaine, dia langsung menghampiri mereka bertiga.“Mabuk, kebanyakan minum dia. Kita baringkan di kamarnya aja, ya,” ajak Valen. Lalu mereka langsung masuk ke kamar Darell dan membaringkan laki-laki yang sedang … entah pingsan atau te