[Siap-siap es batu, ya. Takut aja kepanasan dengan bab ini. Alias 21+]
***
Satu minggu. Elaine hanya memiliki waktu satu minggu untuk memutuskan semuanya. Lena sudah mendesak gadis itu untuk menyetuji perjodohan tersebut. Lagi pula Tirta dan Elaine sudah berteman baik. Menurutnya hal itu tidak terlalu sulit. Tapi … Lena tidak tahu bagaimana kisah mereka berdua. Padahal Elsa sudah pernah menyinggungnya, namun Lena seolah tak peduli.
Berbeda dengan Lena, Robby hanya bisa pasrah. Dia menyerahkan semua keputusan tersebut pada Elaine. Walau dalam hati kecilnya dia berharap Elaine bisa menyetujui persyaratan itu. Tapi laki-laki itu tak ingin memaksa. Fokusnya kini terbagi-bagi, antara menyelesaikan masalah Elsa, masalah dirinya, dan sekarang ditambah dengan masalah Elaine.
“Len, kalau kamu nggak mau tolak aja. Aku coba cari cara lain,” ucap Elsa dari seberang telepon. Kini Elaine sudah tidak ada di rumah. Demi mengalihkan perha
Terima kasih untuk kakak yang sudah mengikuti cerita ini. Masih ada satu bab lagi sebelum benar-benar tamat. :)
“Cantik sekali!” puji seorang makeup artist, saat selesai memoles wajah mempelai wanita yang hari ini akan menikah. “Terima kasih,” ucapnya sambil tersenyum. Tangannya sedikit bergetar, gadis itu sangat gugup sekali. “Jangan gugup. Kamu harus yakin dan percaya diri. Hari ini kamu mejadi ratu, semua mata akan tertuju padamu,” kata MUA tersebut mengingatkan. Gadis itu hanya mengangguk dan tersenyum sebagai respon pada sang juru rias. Tak lama kemudian seorang perempuan dengan mengenakan kebaya tosca masuk ke dalam ruangan tersebut. “Ayok! Mempelai wanita sudah di panggil ke meja akad,” ucap perempuan itu. Mendadak tangan sang gadis terasa dingin. ‘Aku akan menikah? Hari ini?’ batinnya. Dia masih tidak percaya bahwa hari ini dia akan menikah dengan laki-laki yang awalnya tidak dia cintai. Tapi karena niat tulusnya, akhirnya dia luluh pada laki-laki itu. Lagi pula ini juga salahnya, yang dulu menjadikan laki-laki itu sebagai pelampiasan. P
Jika ditanya bagaimana perasaan Darell saat mendengar pengakuan dari Elaine. Tentu saja dia merasakan patah hati. Antara hati dan pendiriannya benar-benar diuji saat itu. Tapi bagaimana lagi, baginya sebagai laki-laki dia harus memegang teguh pendirian itu. Setelah acara sidang, Darell bersama Kale dan Valen merayakan kelulusan mereka di tempat biasa. Kai sudah sering menghubungi mereka, karena sudah hampir dua bulan mereka tak mengunjungi tempatnya. Tentu saja Kai merasa kehilangan pelanggan setia mereka. “Selamat atas kelulusan kalian!” ucap Kai memberikan selamat pada tiga serangkai yang kini sedang duduk di hadapannya. “Thanks! Akhirnya gue gak sia-sia nunda satu tahun. Mereka bisa lulus juga ternyata,” kata Kale dengan nada mencibir namun tentu saja dia hanya bercanda. “Kita kan sudah komitmen maksimal empat tahun. Jadi kita memanfaatkan waktu semaksimal mungkin. Lo aja yang kerajianan so pengin 3,5 tahun,” timpal Valen tak mau kalah. Sed
Empat tahun kemudian …. “Jangan telat, jangan cari gara-gara. Ingat ini hari pertama kerja,” ucap seorang laki-laki dari telepon. Elaine sedang merapikan kemejanya. Kemudian menatap wajahnya, menilik apakah makeup yang sudah dia poles itu tidak berlebihan. “Iya. Ini aku lagi siap-siap,” ucap Elaine lalu dia menyemprotkan parfum miliknya. “Sarapan jangan lupa. Kalau gitu aku tutup dulu, ya. Love you,” pungkas laki-laki itu. “Hmm….” Lalu Elaine menutup panggilan itu, tak membalas kata terakhir yang diucapkan oleh seseorang yang ada di seberang telepon. Elaine menghela napas dan memejamkan matanya. Padahal sudah empat tahun mereka menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih … yang dijodohkan. Tapi Elaine sulit untuk menerimanya. Padahal Tirta sudah banyak berubah, dia bisa sedikit bertanggung jawab. Walau sifat memaksanya itu masih belum bisa dia hilangkan. Saat ini Tirta bekerja di Surabaya, sudah sekitar enam bulan dia kerja di s
Halo, selamat pagi, siang, sore, malam. Aku mayuunice, author dari After The Heartbreak. Ingin membagikan informasi bahagia untuk kakak-kakak pembaca setia After The Heartbreak. Sebelumnya aku mau mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kakak-kakak, pembaca setia After The Heartbreak. Karena antusiasme dari kakak-kakak sekalian yang ingin kisah Elaine dan Darell dilanjutkan. Maka aku akan membuat season dua untuk perjalanan kisah mereka berdua. Terharu banget dapat respon positif dari kakak-kakak sekalian :"). Jadi ... mulai hari ini aku akan update kelanjutan cerita di antara mereka. Apakah Darell bisa merebut kembali Elaine dan menggagalkan perjodohan antara Elaine dengan Tirta? Dan apakah Elaine mau menerima Darell kembali? Simak kisah mereka sesaat lagi~.Terima kasih <3 Salam sayang, mayuunice ^w^
Suara lenguhan mendominasi kamar apartemen yang cukup besar. Nampak seorang laki-laki dan perempuan sedang melakukan aktivitas panas di atas ranjang. Entah sudah berapa lama mereka melakukan hal itu. Yang pasti keringat sudah bercucuran di tubuh mereka. “Oh … aku sampai,” lenguh perempuan berambut pirang. “Kita lepaskan bersama, Sayang,” balas laki-laki yang sedang di atasnya. Ia mempercepat iramanya, sampai mereka memekik berdua mencapai puncak bersama. Kini laki-laki itu membaringkan tubuhnya di samping sang perempuan. Napas mereka tesengal-sengal, merasa lelah dengan aktivitas yang baru saja mereka lakukan. Setelah dirasa tenaganya terisi kembali, sang laki-laki beranjak dan mulai mengenakan pakaiannya. “Tidak ada ronde selanjutnya?” goda perempuan itu. “Nope. Aku harus kembali,” jawabnya sambil mengancingkan kemeja. Perempuan itu memajukan bibirnya, kesal. Padahal dia masih ingin bercinta dengan laki-laki itu. “Oh, come on,
“Gimana hubungan lo sama Tirta, kapan nikahnya?” tanya Darell.Sekarang Darell sedang bersama Elaine di apartemennya. Tadi saat Darell hendak pulang, dia melihat Elaine yang sedang menunggu di drop point depan perusahaannya. Ya, gadis itu berhasil masuk dan diterima menjadi karyawan di perusahaannya. Darell ingat betul bahwa ini adalah cita-cita sang gadis saat sudah lulus kuliah nanti. Seolah tak ingin kehilangan kesempatan, Darell langsung membawa Elaine masuk ke dalam mobilnya.Saat Darell menarik Elaine masuk mobilnya tadi, gadis itu sangat terkejut ketika mendapati Darell di hadapannya. Namun Darell tak menghiraukannya, toh Elaine pun tak menolak ketika dirinya mencoba menarik dan sekarang berakhir di apartemennya.Mendengar pertanyaan Darell barusan, Elaine menautkan alisnya. Kenapa dia tahu perihal rencana pernikahannya dengan Tirta? Seingatnya dia tak pernah bercerita tentang hal tersebut.“Eh? Nikah … kenapa lo kepo, sih?
Setelah keluar dari apartemen Darell, Elaine langsung menghentikan taxi dan segera pulang. Perasaannya sedikit kesal sekarang. Sepanjang perjalanan, Elaine membayangkan momen yang baru saja terjadi bersama dengan Darell. Tidak, itu bukanlah sesuatu yang dia inginkan. Elaine sedang menguatkan dirinya sendiri, untuk tidak goyah.Sesampainya Elaine di kos-kosannya, dia langsung memasuki kamar. Melempar tasnya dengan sembarang dan menghemaskan tubuhnya ke atas kasur. Dia telungkup sambil membenamkan wajahnya pada bantal.Tiba-tiba saja air mata keluar membasahi pipinya. Iya, sedari tadi dia memang ingin menangis tapi dia mencoba untuk menahannya. Dia merasa kesal dengan sikap Darell yang ternyata tidak berubah sejak dulu. Seenaknya!“Berengsek! Kenapa harus ketemu? Kenapa juga dia harus jadi atasan gue?” umpatnya. Dalam hatinya kini banyak perasaan yang muncul dan berkecamuk di sana. Antara senang, sedih, kecewa, dan tentunya marah.Beberapa menit
Direktur Utama.Kini Elaine berdiri tepat di depan pintu jati besar. Ternyata ini adalah ruangan Direktur Utama. Elaine mendesah, sekarang dia tahu orang yang baru saja mengirim pesan padanya. Tapi … tiba-tiba Elaine merasa sedikit ragu.‘Masa sih Darell yang kirim pesan? Seinget gue, gue udah block semua kontaknya.’“Maaf, kamu siapa? Ada yang bisa saya bantu?” Seorang perempuan menepuk pundak Elaine. Sontak gadis itu menoleh ke belakang. Dia melihat seorang perempuan cantik, putih, dan juga langsing. Rambutnya yang bergelombang menambah kesan feminim pada perempuan itu.Elaine melirik ID card milik perempuan itu. Sheila Lestari, Secretary.‘Oh, ternyata sekretaris,’ batin Elaine. Lantas gadis itu tersenyum pada perempuan yang bernama Sheila.“Ah … sa-saya Elaine dari divisi marketing. Tadi saya mendapatkan pesan untuk datang ke ruangan direktur,” jawab Elaine.Sheila mema