“Uuugh ...” Lenguh Ajiseka manakala bangkit dari cekungan tanah bekas hempasan tubuhnya.KrekKrekIa memegangi lehernya lalu memiringkan ke kanan dan kiri, sehingga menimbulkan bunyi gemeretak yang cukup nyaring.DharDharBelum lama bangkit, dirinya kembali dihujani oleh lesatan energi yang meledak di sebelahnya. Hal itu memaksa Ajiseka melakukan serangan balasan, tentu dirinya tidak ingin benar-benar menjadi bulan-bulanan seperti yang di ucapkan lawannya. Satu Hentakan kaki sudah cukup mengantarkan Ajiseka di depan Gaharu, tetapi dirinya tidak langsung menyerang, ia malah menukik ke atas lalu lesap begitu saja dari pandangan lawannya.Lesapnya Ajiseka jelas membuat Gaharu kebingungan, terlebih saat dirinya melihat sekelebat samar ular naga terbang memutari tubuhnya. Wujudnya bening seperti air, membutuhkan konsentrasi untuk melihatnya. Namun, alangkah terkejutnya Gaharu manakala bayangan naga mendarat di tanah dan perlahan mulai berbentuk nyata.“A-apa yang terjadi?” ucap Gaharu se
“Apa yang kau cari, Kakang?” Ujar Ajiseka. Ia berdiri sembari mengibaskan tangan, membersihkan pakaiannya dari tanah yang menempel. Melihat itu, senyum kemenangan Gaharu lesap dari bibirnya. Ia langsung melayangkan serangan dadakan kepada Ajiseka yang dikira sudah tidak berdaya. Bam! Ajiseka kembali terjengkang, tetapi ia segera mengangkat kedua kakinya dan menyentakkan ke tanah. Keduanya tidak perduli berada di tengah tebalnya debu yang masih berhamburan. saling mengadu kekuatan tangan dan kaki, menunjukkan jurus bawaan yang mereka kuasai dari padepokan masing-masing. Hingga akhirnya Ajiseka kembali terhempas oleh dorongan kekuatan tenaga dalam yang di keluarkan secara mendadak oleh lawannya. Bahkan, dirinya tidak sadar jika selalu mendapat tekanan dikala sedang terjatuh. Seperti halnya saat ini, ia kembali di hujani dengan serangan jarak jauh. “Eum .... Cukup sudah!” gumam Ajiseka. Pasalnya, selama pertandingan dirinya tidak benar-benar mengeluarkan digdayanya. Hal itu terjadi k
“Alam nyata!” Teriak Ajiseka manakala tipu muslihat yang di ciptakan salah satu peserta mulai memudar.Kejadian itu membuat padepokan penyelenggara pertandingan riuh. Tentu menjadi pertanyaan besar manakala makhluk alam lain di seret menuju alam nyata. Jelas ada maksud tertentu di baliknya.Hal itu membuat arena pertarungan dipenuhi dengan para peserta, terlebih saat mereka mendengar teriakan Ajiseka yang menyebut Alam nyata. Artinya saat ini keduanya berada di alam manusia. Ajiseka pun bertindak, ia diam-diam pergi menyendiri, mengembalikan energi aslinya sebagai manusia.TengTerik mentari menelusup rimbunnya dedaunan, alam nyata telah ia pijak. Di dekat pohon besar nan rindang, seseorang tampak duduk bersila. Mulutnya terus berkecumik merapalkan sesuatu sembari menatap sesosok makhluk gaib yang terikat oleh mantra celuk jiwo miliknya.Dhar!Ledakan energi mengagetkan lelaki kurus yang sesaat lalu khusyuk membaca mantra, Ajiseka tersenyum manakala lelaki itu terganggu konsentrasinya
“Kadut! Bereskan manusia lancang itu! Bukan karena amarah pribadiku. Tetapi ini untuk kepentingan bangsa kita, laksanakan segera!” Titah Ki Wono Kelono kepada bawahannya.Kadut sendiri sesungguhnya memiliki wujud yang tidak mengerikan. Tetapi karena ukurannya yang ratusan kali lebih besar dari ukuran normalnya membuat orang tidak akan menyangka jika dirinya binatang berbisa. Bahkan, ia lebih mirip dengan sebuah bedug.Tanpa membalas ucapan pimpinannya, Kadut pun melesat cepat dan lesap. Dirinya melintasi tabir tipis pemisah alam. Lalu muncul lagi di lokasi yang berbeda, tepatnya di tempat lelaki Kurus berada.Tubuh kurus tetua padepokan Lowo Ireng terlihat semakin ringkih manakala semua digdayanya telah di cabut, terlebih ia juga terkena hantaman tenaga dalam dari Ajiseka. Jangankan untuk berjalan, berdiri saja ia tidak mampu melakukannya. Tidak terbayangkan, dirinya seorang diri berada di tengah hutan dengan keadaan yang mengenaskan seperti itu.Sekuat tenaga lelaki itu berusaha meni
Setidaknya ada sepuluh peserta yang terlibat dalam penyusupan, semuanya beraliran hitam. Bahkan, pelaku yang menyeret salah satu peserta yang di selamatkan Ajiseka kini harus terikat selamanya di salah satu ruang penyekapan khusus. Pasalnya lelaki itu memiliki digdaya yang paling tinggi di antara teman-temannya.Empat pimpinan menyalurkan energinya, membuat perisai tebal yang melingkupi seluruh wilayah padepokan Wono Kelono. Bahkan, setiap pimpinan menancapkan pagar pembatas tak terlihat, sekalipun yang melintas adalah bangsa lelembut. Hanya pimpinan yang bersangkutan saja yang dapat melihatnya.“Saya rasa perisai dan pagar ini sudah cukup, terimakasih telah bersedia membantu mengamankan padepokan Wono Kelono. Ke-depannya akan dilakukan pembenahan dan tata cara masuk agar tidak terjadi hal yang serupa,” ujar Ki Joyo Kelono.“Benar, Ki. Memang seharusnya seperti itu. Bahkan, aliran putih sekalipun harus menggunakan tanda pengenal khusus untuk memasuki area padepokan,” jawab Ki Balung W
Energi bening menyelimuti tubuh ringkih lelaki sepuh yang penjadi pimpinan padepokan Paksi Maruta. Hawa dingin yang dikeluarkan oleh energi itu membuat tubuhnya gemetar, dan lambat laun kulitnya memucat. Menandakan jika energi yang terlontar tidaklah sedikit.Kondisi Ajiseka sendiri sudah mulai kepayahan, pasalnya keringat mulai bercucuran di tubuhnya. Tetapi ia tidak mau menghentikan aktivitasnya. Bahkan, dirinya malah ingin menambah suplai energi yang dimiliki.“Hentikan bocah! Tidak seperti itu caranya! Energimu sudah cukup membantu, biarkan gurumu yang menyelesaikan proses selanjutnya. Cukup kau berikan apa yang di perlukan saja!”Tiba-tiba Kumbolo memperingatkan Ajiseka yang bersiap melakukah peningkatan penyaluran energi. Tidak ingin ada resiko yang di tanggung oleh lelaki sepuh di depannya, Ajiseka pun menuruti perkataan Kumbolo. Ia membuka mata dan menoleh pada gurunya seraya mengangguk.“Berikan beberapa mustika milikmu, biarkan tubuhnya memilih sendiri mana yang cocok untukn
Nyai Lurah, Salah satu lelembut yang menguasai pasar gaib sisi Timur Punden senyatanya adalah istri Ki Paksi Maruta. Wanita yang menjaga hutan pinggir perkampungan tepi selatan, bertugas menghalau dan mengabarkan kepada Danuseka jika ada sesuatu yang mengancam keamanan perkampungan manusia di wilayah Punden, khususnya tepi Timur atau Wono Wetan. Sudah pasti dirinya mengetahui dengan baik siapa Danuseka.Maka dengan gamblang Nyai Lurah membeberkan siapa sejatinya diri Ajiseka.“Trah Setyaloka yang hidup di alam Gaib, ha ha ha tidak heran jika mereka kebingungan mencari dirimu,” ujar Ki Paksi Maruta.“Tak heran jika aku tidak mampu mengalahkan dirimu, Ajiseka. Jika menilik dari digdaya dan aura yang terbentuk saat bertarung, dirimu adalah Naga kecil dari selatan, sungguh aku tak mengira jika dirimu adalah manusia,” timpal Gaharu sembari menepuk pundak Ajiseka. Sedangkan Ajiseka sendiri hanya tersenyum kepada Gaharu, lalu ia menatap Ki Paksi Maruta. Sebab pernyataan lelaki sepuh itu men
“Hoy! Untuk apa kalian membuat tandu! Kuburkan di tempat atau bakar saja!” Teriak Tanu manakala melihat bawahannya merakit kayu dan tali.“Baik, Ki.” Jawab salah satu bawahan. Mereka urung membuat tandu untuk membawa mayat tetua jalur kebatinan. Galian seadanya di siapkan. Bahkan, kedalamannya tidak sedalam pemakaman biasanya, mayat naas itu sudah di kuburkan.“Kita lanjutkan pencarian, aku yakin pemuda itu berada di perkampungan yang tidak jauh dari tempat ini,”“Ki Tanu, saya rasa perkampungan masihlah jauh. Terlebih jika kita melihat mayat tetua kebatinan, sudah pasti pemuda itu berada jauh dari tempat ini,”“Ya, lebih baik kita segera menyusulnya bukan? Lihatlah hutan ini, Kang. Gelap dan silu, apakah Kakang ingin mencoba bermalam di sini, hem?”Mendengar pertanyaan dari tetua mudanya, lelaki itu hanya menggaruk kepala. Tidak ada yang salah, pasalnya hutan rimba itu terlihat silu, atau seram. Tak terbayangkan jika mereka memutuskan bermalam di tempat itu, apalagi matahari sudah mu