Beranda / Romansa / AKU BISA TANPA KAMU / LAMARAN KERJA DIRA

Share

LAMARAN KERJA DIRA

Penulis: Reinee
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-14 14:12:02

"Jadi kamu mau kerja lagi, Din?" tanya Ema saat kemudian akhirnya kami bertemu di sebuah rumah yang yang terlihat sangat bersih dengan halaman lumayan besar di tepi jalan.

Beberapa pengasuh nampak sedang sibuk dengan anak-anak di sudut sana sini. Tidak terlalu banyak jumlah anak-anak itu, tapi begitu aku mendudukkan diri di kursi teras dan mulai mengobrol dengan Ema, tak kusangka Icha segera saja berlari untuk berbaur bersama anak-anak yang rata-rata masih berusia di bawah umurnya itu. 

"Iya, Em. Aku terpaksa harus bekerja lagi karena sepertinya aku tidak akan punya harapan jika terus bergantung pada mas Bram," jelasku setelah menghela nafas berat.

"Kamu lagi ada masalah ya sama suamimu?" Ema segera saja tahu apa yang terjadi. Begitulah sahabatku yang satu ini. Kami memang jarang bertemu dan berinteraksi, namun hanya dia satu-satunya sahabat dari SMA yang selalu mengerti keadaanku. Dia paling peka dengan kondisi teman-temannya. 

"Kamu bener, Em. Tapi maaf ya aku belum bisa cerita sekarang." Aku menatapnya penuh rasa bersalah. 

"Nggak apa-apa, Din. Kita masih punya banyak waktu kok untuk ngobrol lain kali. Jadi jam berapa kamu mau berangkat? Tinggalin saja Icha di sini. Jangan khawatir, aku sendiri yang akan menjaganya untuk kamu," ujarnya dengan senyum tulus. 

"Tapi, Em, aku ..." Aku sedikit ragu untuk melanjutkan kalimatku. 

"Ada apa?" Kulihat dahi Ema berkerut melihat kebimbanganku. 

"Mungkin aku belum bisa membayar biaya penitipannya dalam waktu dekat. Kalau aku bayarnya nanti saat aku sudah ada uang gimana? Apa boleh?" kataku malu-malu. Lalu tiba-tiba terdengar sahabatku itu justru tertawa lebar. 

"Em, aku serius ini," kataku lagi. 

"Ya Allah, Din. Kamu itu kayak sama siapa aja. Dah lah tenang aja. Tinggalin aja Icha di sini, aku akan jagain dia. Kamu nggak perlu pikirin biayanya. Santai saja," ujarnya 

"Tapi Em, aku benar-benar nggak enak nyusahin kamu. Aku janji aku akan bayar nanti setelah aku mendapat gaji." Aku mengacungkan jari  telunjuk dan tengahku ke arah sahabatku itu.

"Iya, iyaa, Dinda. Sudah nggak usah di pikirin. Dah sana berangkat. Kalau kamu terlambat kerja nanti malah diomelin sama boss kamu. Buruan sana, serahkan Icha sama aku," katanya.

"Beneran? Ya Allah makasih banget ya, Em. Aku nggak tau mesti ngomong apa?" kataku dengan penuh haru dan segera saja kupeluk sahabatku itu untuk mengungkapkan rasa penuh syukurku. 

"Syaratnya satu aja. Nanti pas gajian traktir aku ya?" katanya menggodaku. Tapi itu justru membuatku makin mewek  dan mengeratkan pelukanku padanya. 

"Udah lepasin, aku nggak bisa nafas nih, Din." Dia malah mendorong tubuhku menjauh sambil berpura-pura sesak nafas karena tercekik. 

"Ih apaan sih, Em." Seketika aku cemberut melihat tingkahnya.

"Dah sana berangkat! Hati hati ya?"

"Iya, Em, makasih ya sekali lagi."

Setelah berpamitan dengan Icha dan para embak yang kebetulan sedang ada di sekitar teras, aku pun segera meninggalkan rumah itu dengan penuh semangat. Ya Allah, terima kasih karena ternyata segala sesuatunya engkau lancarkan sampai di sini. 

.

.

.

Jam telah menunjuk pukul 10 pagi saat aku sampai di kantor Pakdhe Arno. Mas Hanif rupanya sudah sampai di kantor dan sedikit kaget melihatku datang. Dia pun langsung menghampiriku di lobby. 

"Din, kamu masuk?" tanyanya keheranan. "Icha mana?" Dia terlihat celingukan. 

"Aku titipin di tempat penitipan anak, Mas."

"Lhoh, kenapa dititipin di tempat seperti itu? Nggak langsung aja kamu antar ke rumah tadi? Kan ada budhenya yang bisa jagain?" Mas Hanif nampak sedikit gusar mendengar aku menitipkan Icha tidak pada mbak Santi. 

"Aku nggak enak sama mbak Santi, Mas. Kasian ibu juga nanti kalau mas Bram dan keluarganya datang untuk mengambil Icha lagi," kataku dengan nada sesal. 

"Jadi Bram nggak setuju kamu kerja lagi?" Mas Hanif langsung bisa menebak kemana arah kalimatku.

"Iya, Mas. Dia nggak ngijinin."

"Trus kenapa kamu nekat?" tanya mas Hanif penuh keprihatinan. 

"Aku terpaksa, Mas. Nggak bisa aku terus-terusan seperti ini. Aku harus mandiri."

Terdengar mas Hanif menghela nafas berat. 

"Ya udah kalau gitu. Yuk ikut aku, sebentar lagi ada briefing. Pakdhe juga datangnya agak siangan hari ini katanya. Tadi dia nelpon aku."

"Ooh gitu, ya Mas."

Aku pun segera mengikuti mas Hanif menuju ruangan untuk briefing. 

.

.

.

Usai briefing pagi itu, Pak Thomas menugaskanku ke ruangan HRD. Katanya hari ini aku disuruh belajar di bagian perekrutan karyawan. 

Lalu aku pun segera menuju ke ruang Bu Intan sebagai kepala HRD di kantor itu. 

"Bu Dinda, Silahkan duduk," sapa wanita yang sudah berumur tapi masih terlihat sangat cantik dan elegan itu saat melihatku datang. Aku pun segera menempatkan diri di kursi di depannya. 

"Ini beberapa berkas aplikan yang perlu kita pilih untuk dipanggil wawancara, Bu. Bu Dinda siap?" tanyanya. 

"Siap, Bu." Aku mengangguk pasti. 

"Baiklah. Kita masih perlu beberapa staf untuk masing-masing departemen. Silahkan Bu Dinda baca-baca dulu semua berkas aplikannya. Jika ada yang kira-kira menarik minat Bu Dinda bisa ajukan ke saya. Nanti kita bahas bersama soal kelayakannya." 

"Baik, Bu," kataku patuh.

Setelah melihat Bu Intan kembali sibuk ke layar laptopnya, aku pun segera mengamati satu per satu tumpukan berkas yang ada di atas meja depanku. Aku sedikit takjub karena ternyata antusias pelamar juga sangat banyak untuk perusahaan cabang ini. 

"Lumayan juga ya Bu yang melamar," celetukku. 

"Itu belum seberapa, Bu Dinda. Berkas itu sudah saya sortir. Mereka kan melamarnya via online, jadi yang tidak layak langsung saya singkirkan, sementara yang ada di depan Bu dinda itu setidaknya pendidikannya sudah memenuhi syarat. Tinggal kita lihat saja pengalaman kerjanya," jelas wanita cantik berusia 40 tahunan itu. 

"Ooh begitu, baiklah saya coba baca-baca dulu, Bu"

Bu Intan melempar senyum manisnya padaku sebelum akhirnya kami kembali ke kesibukan masing-masing. 

Mungkin ada sekitar satu jam aku membaca satu per satu berkas, saat tiba-tiba pandanganku terpaku pada sebuah berkas yang membuatku membelalakkan mata. 

Dira Kirana Salsabila, nama salah seorang Pelamar yang membuatku sangat kaget. Sarjana Ekonomi yang melamar staf bagian administrasi. 

Dira? Dahiku berkerut parah. 

"Ada apa, bu Dinda?" Bu Intan rupanya melihat perubahan raut mukaku hingga kemudian dia bertanya. 

"Eee, enggak, Bu. Ini, kalau ini bagaimana?" Aku menyodorkan berkas Dira pada Bu Intan. Lalu wanita itu mengamati dan membacanya sekilas. 

"Pengalamannya belum ada, tapi staf administrasi di sini tidak memerlukan qualifikasi yang rumit sih, jadi bisa dipertimbangkan. Tinggal nanti dia bisa bersaing nggak dengan yang lainnya saat wawancara. Kita bisa lihat nanti bagaimana performanya," jelas Bu Intan. Aku mengembangkan senyum mendengar itu.

Entahlah, kenapa tiba-tiba aku lega mendengar kalimat Bu Intan. Kayaknya boleh juga jika Dira  dipanggil untuk wawancara di tempat ini. Ada kalanya seseorang harus diberi pelajaran untuk  kesombongannya biar dia bisa belajar menghargai orang. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Malah tambah sombong ntar
goodnovel comment avatar
Dedhy Devartha
bayar pke pulsa bisa qwo
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • AKU BISA TANPA KAMU   RENCANA LAIN PAK ARNO

    Usai ditemui bu Intan, beberapa myhari berikutnya Hanif menjadi lebih waspada. Percakapan w******p Delisha dengan seorang yang disebutnya notaris yang menyuruh Delisha mengambil berkas-berkas penting di kantornya untuk dipindahtangankan secara paksa itu membuatnya harus ekstra hati-hati. Meskipun kenyataannya, Hanif harus mentertawakan kebodohan orang-orang yang menyangka bahwa perusahaan sebonafid milik pak Arno itu dipikir akan menyimpan berkas-berkas aset penting di kantor. 'Penjahat yang sangat bodoh rupanya,' kata Hanif dalam hati. Pak Arno bukan orang amatir dalam dunia bisnis. Perusahaan yang dirintisnya bertahun-tahun dari nol itu tak mungkin mengamankan berkas-berkas aset berharganya sembarangan. Orangtua itu jelaslah sudah menyimpannya di tempat yang sangat aman. Namun kenyataannya, Delisha memang membabi buta dalam bertindak. Mengincar harta ayah angkatnya dengan caara yang kotor namun tanpa perhitungan. Hingga kemudian hari yang ditunggu Hanif pun tiba. Saat pagi itu di

  • AKU BISA TANPA KAMU   KETAHUAN

    Hanif baru akan menyalakan mesin mobilnya di parkiran sebuah kafe usai bertemu dengan seorang klien malam itu, saat sebuah suara menghentikannya."Pak Hanif, tunggu!" teriakan seorang wanita. Saat Hanif menoleh, ternyata bu Intan sudah ada di samping pintu mobilnya yang kacanya belum sepenuhnya tertutup."Bu Intan? Ngapain di sini?" tanya Hanif keheranan."Pak, saya ingin bicara sebentar. Ini penting, Pak. Menyangkut bu Delisha," ucap wanita itu sedikit terbata. Hanif sontak mengernyitkan dahi. Haruskan dia percaya pada wanita yang ternyata sudah berkhianat pada kepercayaan yang diberikan selama bertahun-tahun oleh pakdhenya itu? Hanif ragu.Melihat ketidakpercayaan dalam sorot mata mantan atasanny

  • AKU BISA TANPA KAMU   KEMBALINYA ICHA

    "Baju-baju Icha mau diapakan, Yah?" Icha sedikit kaget melihat Bram sedang duduk di lantai rumah dan memasukkan baju dan barang-barang Icha ke dalam tas besar."Ke sinilah, Cha. Duduk dekat ayah," ucap Bram.Icha melangkah pelan mendekati ayahnya. Lalu duduk bersila sembari memperhatikan Bram yang hampir selesai memasukkan semua barang ke dalam tasnya."Ayah tau beberapa hari ini kamu sedang mikirin ibu. Kamu pasti kangen kan sama ibu?""Enggak kok, Yah," sahut anak itu."Dengarkan ayah dulu. Ayah ini sudah mengenalmu sejak kamu bayi, Cha. Ayah juga bisa merasakan apa yang kamu rasakan. Sama kayak ibu. Hari ini tadi ayah ketemu sama

  • AKU BISA TANPA KAMU   PENGAKUAN BU INTAN

    Kekacauan di rumah Hanif karena marahnya Santi dan bu Ranti rupanya terbawa oleh Hanif sampai di kantor. Penampilan sang direktur hari itu sangat kusut membuat beberapa staf berbisik-bisik usai menyambutnya."Tolong kumpulkan seluruh staf. Ada hal penting yang ingin saya bicarakan," kata Hanif cepat pada salah satu karyawan sebelum dirinya masuk ke ruang kerjanya.Delisha yang rupanya telah berada di ruangannya itu sedikit kaget melihat kekacauan di wajah Hanif."Ada apa? Kenapa kacau begitu, Hanif?" tanyanya basa-basi. Padahal wanita itu sudah bisa menduga pasti telah ada sesuatu yang terjadi di rumah Hanif hingga lelaki itu nampak sangat kacau pagi itu."Bukan urusanmu!" gertak Hanif. Dia b

  • AKU BISA TANPA KAMU   TERJEBAK

    Kian hari Delisha makin gencar mendekati Hanif. Sementara bu Intan berada pada dilemanya dari hari ke hari. Meski pada awalnya dia tergoda dengan tawaran sang anak angkat pemilik perusahaan untuk merebut kepemimpinan dengan iming-iming sebuah mobil mewah, namun rupanya semakin ke sini hatinya tak tega juga menyaksikan niat jahat Delisha pada Hanif."Tolong hentikan, Bu. Pak Hanif itu orang baik. Ibu jangan libatkan pak Hanif dalam rencana ibu," pintanya siang itu pada Delisha saat wanita itu datang berkunjung ke ruang kerjanya."Siapa sih memangnya yang melibatkan Hanif? Aku hanya memperalatnya saja, bu Intan. Itu beda.""Itu malah lebih menyedihkan, Bu. Saya mohon hentikan saja ini. Pak Hanif itu sangat dekat dengan Pak Arno. Saya yakin jika Anda bisa baik dengannya,

  • AKU BISA TANPA KAMU   KEGELISAHAN ICHA

    Malam itu pukul 12 malam, warung kopi Bram sudah tampak sepi. Lelaki yang sudah mulai sedikit tumbuh jenggot di dagunya itu terlihat sedang membersihkan peralatan kotor sambil sesekali melirik ke anaknya yang duduk termenung di sebuah bangku pelanggan yang kosong.Malam minggu, Bram biasanya membiarkan Icha untuk menemaninya hingga larut. Walau biasanya Icha akan sudah mengantuk saat jarrum jam menunjuk angka 9. Kali ini sedikit berbeda. Anak gadis kecilnya itu berulang kali mengatakan bahwa dirinya belum mengantuk kala Bram menanyainya. Hingga kemudian saat jam menunjuk angka 12, Icha pun masih terjaga menemani sang ayah berjualan.Selesai dengan pekerjaannya, Bram pun melangkah pelan menghampiri Icha dengan dua gelas teh panas di tangannya."Belum ngantuk juga,

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status