Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.
Part: 5.
***
Suara isakan tangisku masih menggema di dalam kamar ini. Sementara Tuan Abraham masih memegangi kedua pundakku."Saya akan membawamu keluar dari sini," ujarnya menatapku tanpa berkedip.
Aku bergeming sesaat.
Bagaimana mungkin aku bisa pergi dari lembah dosa ini. Sementara diriku sudah tak suci lagi.
"Tetaplah bersandiwara, Luka. Saya melakukan penyamaran ini demi dirimu," lanjut Tuan Abraham.
"Tidak, Tuan. Aku sudah tak berniat keluar dari sini. Biarkan aku melanjutkan hidupku sendiri. Tempat ini telah menjadi rumah ternyamanku."
Mata Tuan Abraham melotot ketika mendengar perkataanku itu.
"Sadarlah, Luka. Semua ini tidak benar. Saya tahu kau terpaksa. Ayolah pergi bersama saya."
"Aku tidak terpaksa, Tuan. Pergilah! Atau aku akan segera membongkar penyamaranmu."
Hatiku pilu. Sebenarnya tak tega berkata demikian. Namun, aku juga tidak mau melibatkan keluarga Tuan Abraham lagi.
"Luka, tolong dengarkan saya! Jelita pasti senang bertemu denganmu lagi."
Aku tersenyum getir. "Bahkan aku sudah bertemu Nyonya Jelita kemarin."
"Benarkah? Jelita tidak cerita apapun tentang pertemuan kalian. Saya mengetahui tempat ini karena pencarian yang masih saya upayakan selama satu tahun terakhir ini. Saya membayar orang-orang terpercaya untuk mengintai setiap kota. Termasuk pondok biadab ini," papar Tuan Abraham.
Mataku kembali berkaca-kaca. Sungguh aku tak menyangka kalau Tuan Abraham sepeduli itu.
Akan tetapi, apa artinya? Aku sudah terlanjur hina. Aku tak punya muka menghadapi dunia.
"Tuan, pergilah! Aku tak pantas berada di dekat orang-orang terhormat sepertimu, Tuan."
"Kehormatan tidaklah ada artinya, jika nilai kemanusiaan dilupakan, Luka. Hadirmu saat itu telah membuka mata hatiku. Ingatkah kau, Luka. Dirimu pernah memohon untuk dilepaskan dari jeratan tangan syaitan. Saya datang yang kedua kalinya bukan tanpa alasan, Luka. Saya tahu, kau tak pernah menginginkan semua ini. Saya berjanji akan membalas mereka yang telah tega membuatmu menderita begini."
Air mataku mengalir lagi. Kata-kata Tuan Abraham sungguh membuat aku terharu.
Keteduhan jiwa pun seolah terasa nyata saat berada di dekatnya. Aku tak tahu ini perasaan apa. Namun, aku tak berniat mengganggu kehidupannya.
Setahun sudah aku berkecimpung dalam lembah penuh dosa. Meninggalkan sang Rabbku dalam kebencian yang aku lampiaskan.
Derita ini aku anggap adalah karena ketidakpedulian-Nya. Aku berhenti menyebut nama-Nya dalam doa malamku. Aku menjauhkan diri dari ajaran kebaikan.
Aku marah, aku lelah, aku menyerah. Lalu, tempat ini menjadi perlindungan terhangat bagiku.
Namun, kenapa malam ini sosok penyelamat kembali datang?
Kenapa Engkau hadirkan kembali dirinya, ya Rabb?
Kenapa?
"Semua sudah terlambat, Tuan."
"Tidak ada kata terlambat, Luka. Jika kau tak mau ikut dengan saya, maka malam ini kau akan melihat mayat saya tergeletak di depan mata. Para penjaga tempat ini tentunya tidak membiarkan saya lolos begitu saja. Saya akan meregang nyawa di tangan mereka. Apa kau benar-benar ingin melihatnya, Luka?"
Aku menggeleng dengan cepat. Tak terbayang olehku untuk membuat Tuan Abraham celaka.
"Aku tidak akan memberitahu tentang penyamaranmu, Tuan. Pergilah dengan selamat," ucapku lirih.
"Saya yang akan membongkarnya sendiri, Luka. Saya ke sini untukmu. Saya pun akan pulang bersamamu," sahutnya dengan keras kepala.
Aku tak punya pilihan. Walau sebenarnya hatiku bersorak riang dengan perhatian yang diberikan.
"Apa Tuan bisa menjamin mereka tidak akan menemukan diriku lagi? Aku lelah jika harus mengulang."
"Saya berjanji akan mengupayakan perlindungan yang lebih ketat untukmu, Luka. Saya juga segera melaporkan masalah ini ke pihak berwajib."
Aku akhirnya setuju dengan senyum yang mulai merekah. Hidupku seolah kembali bersinar.
.
Aku dan Tuan Abraham menemui Mami Asni. Tentunya Tuan Abraham memakai samaran seperti semula.
"Selamat bersenang-senang, Luka. Pulanglah seperti biasa, sayang! Pelanggan memang lebih suka bermain denganmu di luar. Mami tidak mempermasalahkan asal bayaran lebih besar," ujar Mami Asni.
"Siap, Mi. Aku akan kembali seperti hari-hari sebelumnya, dan pasti membuat Mami tambah bahagia," sahutku getir.
Mami Asni semakin lebar mengukir senyum.
Detik berikutnya aku dan Tuan Abraham berlalu.
.
Sepanjang malam kami berada di dalam mobil menempuh perjalanan menuju tempat yang jauh dari jangkauan mereka.
"Saya sudah menyiapkan segalanya, Luka. Rumah beserta penjaga, bahkan asisten rumah tangga. Kamu tidak akan terlacak oleh tangan-tangan syaitan itu lagi," ujar Tuan Abraham.
Aku hanya mengangguk penuh dengan kebahagiaan. Betapa aku merasa tersanjung dengan kebaikan yang Tuan Abraham berikan.
Aku pun perlahan mulai mengaguminya. Dalam gelapnya malam, aku sesekali mencuri pandang ke arah wajahnya yang tengah fokus menyetir.
Entah di menit keberapa aku tertidur. Hingga saat mata kembali terbuka, ternyata aku telah berada di dalam kamar.
Aku perlahan bangkit, dan mencubit lenganku sendiri berkali-kali. Barangkali aku sedang bermimpi saat ini.
Namun, terasa sakit. Itu artinya semua ini nyata.
Langkahku ragu-ragu memutar gagang pintu untuk segera keluar.
Di meja makan terlihat semua sarapan sudah tersedia. Lengkap dengan dua wanita muda yang menyambutku penuh senyum.
"Selamat pagi, Nyonya. Silakan sarapan dulu! Tuan Abraham sudah memberikan kami amanah untuk melayani Nyonya sebaik mungkin," ucap salah satu dari mereka.
"Terima kasih. Di mana Tuan Abraham sekarang?" tanyaku menyelidik.
"Tuan sudah pergi, Nyonya. Katanya akan kembali lagi besok lusa."
Aku membuang napas kasar mendengar penjelasan asisten rumah tangga yang ditugaskan Tuan Abraham itu.
.
Setelah selesai sarapan, aku berlanjut melihat ke halaman luar.
Rumah ini sangat mewah dan besar. Halamannya indah dipenuhi dengan bunga-bunga yang tersusun rapi.
Disamping ada kolam renang yang berukuran sedang.
Di depan gerbang, terlihat pula ada pos keamanan lengkap dengan dua penjaganya.
Ini luar biasa. Aku tak perlu takut lagi sekarang. Tuan Abraham benar-benar menepati ucapannya untuk menjagaku.
-
-Hari berikutnya, aku mulai berinteraksi dengan Mili dan Mini. Dua wanita muda yang menjadi asisten rumah tangga di sini.
"Nyonya, sepertinya usia Nyonya seumuran dengan kami berdua," ujar Mili.
"Iya. Aku baru berusia 22 tahun."
"Tuan Abraham beruntung ya memiliki calon istri secantik dan semuda Nyonya," sambung Mini pula.
Aku menelan ludah getir. Bagaimana bisa mereka menyimpulkan, bahwa aku adalah calon istri Tuan Abraham.
"Nyonya Luka juga beruntung karena akan menikah dengan laki-laki setulus dan sesayang Tuan Abraham. Walau sudah berumur, tapi Tuan Abraham sangat tampan. Saya pun rela menjadi yang ke nomor sekian," ujar Mili setengah tertawa bercanda.
Aku ikut tertawa bersama mereka. Hingga suara bel berbunyi. Mini dan Mili saling melempar pandangan.
Aku tidak sabar menunggu gerakan mereka untuk membukakan pintu. Akhirnya aku yang berlari antusias.
Krek!
"Luka," lirih seseorang.
Aku terpaku menatap siapa yang datang. Debar di dada kembali bergemuruh hebat.
Aku mencoba memanjangkan leherku untuk melihat ke arah luar. Ternyata tak ada siapa-siapa, kecuali seseorang yang tak terduga ini.
Bersambung.
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 6.***Senyum yang terukir, kini sontak menghilang. Aku menatap Nyonya Jelita dengan bimbang. Seandainya Tuan Abraham yang memberitahukan keberadaanku, maka tentunya saat ini Tuan Abraham ada di sini bersama Nyonya Jelita.Akan tetapi, ke manakah gerangan lelaki penyelamat itu?"Nyonya," lirihku bergetar.Plak!Tiba-tiba sebuah tamparan kembali mendarat ke wajahku. Hal ini mengingatkan aku akan momen pertama kali bertemu Nyonya Jelita. Dirinya juga menamparku waktu itu."Hey! Siapa kamu? Beraninya menyakiti Nyonya Luka!" hardik Mili berlari ke arahku."Benar! Mungkin wanita ini bosan hidup bebas. Kalau sampai Tuan Abraham tahu, maka tamatlah riwayatmu," sambung Mini.Aku menelan ludah getir mendengar cercaan kedua asisten rumah tangga yang ditugaskan Tuan Abrahan ini. Mereka ternyata tak mengenal Nyonya Jelita."Silakan mengadu pada majikan kalian! Saya pastikan kalian berdua yang akan segera dipecat," ujar Nyonya Jelita tersenyum sinis."Maaf
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 7.***Aku berangsur sadar. Mataku terbuka lebar saat menyaksikan Mini dan Mili berada di sampingku dengan wajah yang lebam."Apa yang terjadi pada kalian?" tanyaku lemah."Kami tidak apa-apa, Nyonya. Mereka orang-orang yang tak memiliki hati. Kami berdua terpaksa membawa Nyonya pergi dari rumah itu. Posisi Nyonya di sana sudah tidak aman," ujar Mili."Benar, Nyonya. Beruntung Nyonya tidak berhasil ditemukan mereka. Saya dan Mili mengatakan Nyonya sedang keluar. Mereka juga tetap mengupayakan pencarian. Siapa sangka, kalau Nyonya menyelam di kolam renang," sambung Mini.Aku masih mengatur napasku. Setelah itu barulah aku menyadari, kalau saat ini aku berada di tempat yang berbeda dari sebelumnya."Terima kasih, banyak. Aku berhutang nyawa pada kalian," ucapku sembari meraih tangan keduanya."Nyonya jangan pikirkan itu! Terpenting sekarang, Nyonya selamat. Maaf, hanya bisa menyediakan rumah tua yang jauh dari kata layak ini," papar Mini."Tidak
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR. Part: 8. ***Nyonya Jelita menghentakkan kaki keras sembari melangkah ke dalam kamarnya. Kami semua hanya terpaku melihat sikapnya itu. "Maafkan istri saya, Luka! Saya akan bicara baik-baik dengannya," ujar Tuan Abraham menyusul ke kamar. Aku tersenyum getir. Ada sesuatu yang terasa menghimpit relung hatiku. Sesak, pilu, nyeri. Sepertinya aku cemburu. "Nyonya, istri Tuan Abraham pasti marah besar," ucap Mili. "Biarkan saja. Memang itu tujuanku saat ini. Aku akan membalasnya." Mili dan Mini mengangguk-ngangguk dengan senyum yang tak bisa kuartikan. Mereka tampaknya tak senang, atau mungkin mereka tak tenang. Entahlah .... -- Pagi harinya, aku membantu menyiapkan sarapan. "Bik, biasanya Tuan Abraham suka sarapan apa?" tanyaku pada Bik Mur. Salah satu asisten rumah tangga di sini. "Roti bakar, Nyonya. Ini Bibik sedang menyiapkannya," jawab Bik Mur. "Biar aku saja yang membuatnya, Bik." Akhirnya aku mengambil alih tugas itu. Mulai sekarang
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 9.***Nyonya Jelita menjerit histeris menyaksikan kepergian suaminya bersamaku.Ada rasa puas, bercampur rasa haru di hatiku saat ini.Hingga kurang lebih satu jam perjalanan, kami pun sampai di rumah yang diobrak-abrik Mami Mery dan pasukannya kemarin."Tuan, mana mungkin kita bisa tinggal serumah tanpa ikatan begini. Nanti pasti akan terjadi fitnah," ujarku."Lalu bagaimana, Luka? Saya masih tidak menyangka kalau semua ini adalah perbuatan istri saya. Saya sungguh merasa bersalah padamu," paparnya.Aku menatap cukup lama ke arah mata Tuan Abraham. "Nikahi aku, Tuan. Masa depanku telah dirusak istrimu. Tuan juga harus bertanggung jawab!""Apa, Luka?""Ya, Tuan. Siapa lagi yang mau menikahiku yang hina ini?"Hening.Desiran darahku seolah berontak ingin menembus kulit. Kebisuan Tuan Abraham mampu menggores sembilu dalam hatiku.Sungguh, aku berharap ia mencintaiku. Bukan cuma merasa iba saja."Baiklah, Luka. Saya akan membicarakan masalah ini
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 10.***Seperginya Tuan Abraham dengan Nyonya Jelita, aku pun berbincang-bincang hangat bersama Mili dan Mini."Nyonya hebat. Saya yakin istri pertama Tuan Abraham sangat terluka saat ini," ucap Mili.Dalam hatiku berkata, 'Aku juga terluka. Sebab penolakan Tuan Abraham semalam.'"Saya juga yakin, nanti pasti cinta Tuan Abraham akan lebih besar ke Nyonya," sambung Mini.Aku bergeming sembari memainkan rambutku.Saat ini sungguh aku yang terbakar cemburu. Ternyata jatuh cinta benar-benar bisa membutakan mata. Tak heran jika Nyonya Jelita nekad melakukan kejahatan karena kecemburuannya tersebut.Ah, aku semakin larut dalam permainan yang mungkin bisa menghancurkan diriku sendiri ini..Waktu berjalan. Aku menunggu Tuan Abraham sampai petang. Namun, ia belum juga kembali setelah mengantarkan Nyonya Jelita tadi.Kegelisahanku sepertinya terbaca oleh Mini dan Mili. Keduanya menghampiri dan bersuara. "Nyonya sedang menunggu, Tuan?" Aku menggeleng de
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 11.***Malam harinya kami makan bersama di meja makan. Mili dan Mini tak ikut serta. Mungkin keduanya sengaja membiarkan aku dan Tuan Abraham menikmati momen berdua."Silakan, Tuan." Aku menuangkan nasi dan beberapa macam lauk di piringnya."Terima kasih, Luka."Ia tersenyum tipis membuat jantungku menjerit ingin meloncat keluar.Ah, jatuh cinta ternyata menyebalkan."Tuan sedikit terlihat lebih kurus. Jadi makanlah dengan benar. Karena jika kurus, Tuan tampak sedikit tua. Nanti ketampanan itu sirna, lalu Nyonya Jelita berpaling. Bagaimana?" Aku sengaja memancing.Tuan Abraham tersedak. Aku merasa bersalah dan segera memberikan segelas air putih sembari menepuk pelan pundaknya."Uhuk.""Maaf, Tuan. Aku hanya bercanda."Tuan Abraham bergeming sesaat ketika menyadari tanganku tengah mengelus belakangnya."Tidak masalah. Lupakan saja! Ayo lanjut makan! Masakan Mili dan Mini cukup enak," pujinya.Sesungguhnya itu adalah masakanku untuknya. Tentu s
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 12.***"Dia sebenarnya biasa saja, Mas. Bahkan Luka sendiri menikmati statusnya dulu. Sayanganya Mas tak dapat melihat kebenaran yang sesungguhnya," ucap Nyonya Jelita sembari melirikku dengan senyum sinis."Jelita, saya baru saja meminta agar kamu dapat menerima semua ini. Namun, sikapmu sepertinya tidak akan pernah berubah," papar Tuan Abraham."Mas tak mengerti rasanya jadi saya! Wanita mana yang rela diduakan, Mas? Ini sakit.""Nyonya Jelita benar. Seorang wanita yang dijunjung tinggi adalah harga diri. Akan tetapi, dengan begitu teganya Nyonya telah menghancurkan segala harga diri hidupku. Lalu sekarang Nyonya bicara tentang rasa sakit. Tak pernahkah Nyonya pikirkan sedikit saja bagaimana perasaanku saat pertama kali ternoda dengan cara sadis itu?" sambungku dengan nada suara bergetar.Ya, aku tetap saja merasa hancur dan trauma ketika mengingat awal mula kehancuran hidupku itu."Diamlah kau jalang! Di sini tak ada yang memintamu ikut bic
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 13.***"Namun, siapa sangka kecemburuan Jelita justru membawa Luka kembali ke tempat hina itu. Luka diculik oleh manusia-manusia biadab Itu lagi. Dan asal Mama tahu, Jelita lah yang merencanakannya. Luka yang malang harus menerima semua ketidakadilan lagi. Saya mencari Luka karena saya merasa bersalah. Luka hilang di apartemen. Hingga takdir membuat pencarian saya berhasil walau membutuhkan waktu setahun lamanya. Saya tidak pernah melakukan perbuatan hina itu bersama Luka seperti yang pernah saya akui pada Mama. Saya menutupi kesalahan Jelita. Namun, dia tak pernah mau menyadarinya. Saya menikahi Luka juga karena dosa Jelita, Ma. Dan malam ini Jelita pun nyaris mencelakakan Luka. Saya tidak tahu harus bagaimana lagi. Tapi, saya tidak akan pernah meninggalkan Luka," papar Tuan Abraham panjang lebar.Semua terdiam. Bahkan Mama mertua terlihat begitu syok.Sedangkan aku menangis penuh haru. Di hatiku ada rasa sedih bercampur rasa senang.Sedih ka